Mohon tunggu...
Kosasih Ali Abu Bakar
Kosasih Ali Abu Bakar Mohon Tunggu... Dosen - Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Penguatan Karakter

Baca, Tulis, Travelling, Nongkrong, Thinking

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

2T2L (Lawan Kekerasan Seksual)

4 Maret 2023   08:27 Diperbarui: 4 Maret 2023   08:34 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

2T2L adalah upaya kita melakukan perlawanan terhadap kekerasan seksual. 2T2L adalah singkatan dari Tolak, Teriak, Lari, dan Lapor. 

Kenapa 2T2L ini menjadi penting?

Seperti yang diketahui bersama, disebut kekerasan seksual bila sebuah hubungan tersebut terjadi tanpa ada persetujuan. Persetujuan ini pada awalnya menjadi sebuah perdebatan, dianggap seolah-olah melegalkan hubungan di luar pernikahan. Tapi, tentunya perbedaan pandangan masyarakat akan norma tersebut kemudian bisa disatukan oleh kepentingan yang lebih besar, pencegahan dan penanganan adanya korban kekerasan seksual.

Noel McDermott, seorang psikoterapis mengungkapkan terdapat respon seseorang ketika mendapatkan tindakan kekerasan, dua diantaranya sudah diketahui secara umum, yaitu lawan dan melarikan diri.  Namun, tidak banyak orang tahu akan respon ketiga,  yaitu 'freeze' atau membeku. Ketiga respon ini sudah tersistem pada otak kita, pada sistem limbik. Tentunya, ketika otak sudah melakukan analisis secara cepat sesuai dengan situasi dan kondisi yang dipahaminya (kekuatan dan kelemahan masing-masing orang).

Kemudian, permasalahan dari banyak kasus kekerasan seksual adalah relasi kuasa yang begitu besar secara intimacy. Sehingga kekerasan seksual seringkali terjadi dari orang terdekat. Hal ini kemudian menjadikan otak memilih melawan dalam bentuk ketiga tadi, freeze. Banyak dari korban seksual kemudian merasa kaget, bingung, tidak menyangka, dst. Akhirnya otak memilih mekanisme melawan secara "freeze".

Dalam kondisi "freeze" tersebut, seringkali "predator" seksual menganggap itu sebuah "persetujuan". Sehingga akhirnya kekerasan seksual itu kemudian berlanjut karena kondisi dan situasi yang semakin tidak terkendali serta biasanya tidak ada saksi.

Tolak. Setiap individu harus mempunyai kemampuan menolak terlebih dahulu. Kemampuan ini bisa didapat dari kemampuan menjaga relasi kuasa. Ketika ada relasi kuasa antara pimpinan dan bawahan, maka bawahan harus mampu memberikan batasan antara hubungan pribadi dan pekerjaan. Begitu juga dengan mahasiswa harus bisa menegaskan batasan yang jelas antara kegiatan pembelajaran dan pribadi. Selain itu, tentunya perlu ada regulasi atau aturan pendukung untuk mendukung batasan interaksi yang jelas dalam rangka mencegah penyalahgunaan relasi kuasa.

Teriak. Ini adalah salah satu metode terampuh ketika kita dalam situasi "freeze" atau tidak normal. Ketika sistem limbik kita memilih ini sebagai perlawanan, maka hal yang harus dilakukan adalah mencoba berteriak untuk keluar dari situasi tersebut. Tidak hanya itu, ini juga sebagai upaya menarik perhatian orang lain ketika kejadian yang biasanya hanya melibatkan korban dan pelaku kekerasan seksual. Selain, menakuti pelaku untuk menghentikan perbuatannya dan menjadi acuan jika korban tidak setuju.

Lari. Ini adalah bentuk perlawanan yang cukup kuat. Artinya korban sudah punya kekuatan untuk keluar dari situasi yang tidak menguntungkan tersebut. 

Lapor. Setiap kejadian kekerasan seksual harus segera dilaporkan. Ini tidak terlepas dari alat bukti dan saksi. Ketika terjadi pemerkosaan, perlu segera dilakukan visum. Ketika terjadi pelecehan juga harus segera diperiksakan sekaligus menjaga alat bukti dan kronologi saksi. 

Kekerasan seksual merupakan musuh bersama. Sudah seharusnya kita semua melakukan perlawanan akan bentuk kekerasan ini. Hal yang paling mudah, bagi saya pribadi, sebagai seorang ayah. Saya terlalu terbayang jika itu terjadi pada saudara perempuan kita, anak perempuan kita. Walaupun harus dipahami juga bahwa korban kekerasan seksual bisa terjadi laki-laki. 

Kasus kekerasan seksual mengingatkan kita, jika dunia ini semakin tua tapi sejarahnya sering kali berulang, tidak setua yang dipikirkan. Kekerasan seksual sudah ada sejak dahulu, banyak sudah upaya yang dilakukan oleh masing-masing peradaban sesuai dengan budayanya. Sehingga ini untuk mencegah kekerasan seksual adalah bagaimana kita bisa menjaga diri, melakukan pencegahan agar kekerasan itu tidak terjadi. Seperti memberikan batasan hubungan yang sehat dengan sesama. 

https://www.instagram.com/reel/CpUkDI9DJ4o/?igshid=OTJlNzQ0NWM=

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun