Perkembangan teknologi informasi telah menjadikan pembuatan konten bisa dilakukan mulai anak SD sampai dengan para profesional. Mulai dari kualitas yang baik hingga biasa-biasa saja. Mulai berbasiskan kajian hingga yang insidental.
Bila konten pada media sosial itu basisnya adalah viralitas, maka ada kesulitan jika pesannya adalah penguatan karakter yang sifatnya kurang menarik. Sehingga dibutuhkan sebuah kajian atau strategi yang jitu.
Sebagai contoh, analisis big data harus dioptimalkan untuk mengetahui permasalahan karakter di kalangan milineal. Sifatnya pun sebaiknya real-time. Sehingga perang pesan yang dilakukan akan membentuk kesempatan-kesempatan pembuatan opini di tengah berkembangnya sebuah opini. Sulit, tapi bisa dilakukan.
Penguatan karakter harus dilakukan secara gerakan perubahan dengan kolaborasi semua elemen ekosistem pendidikan. Seperti pembentukan Duta-duta Karakter Profil Pelajar Pancasila dan Agen Perubahan 3 Dosa Besar Pendidikan serta jangkar-jangkar komunitas secara daring maupun luring.
Bila semua komponen telah terbentuk seperti yang selama ini sudah mulai dilakukan, maka hal yang paling penting adalah menjaga keberlanjutan atau kesinambungan. Bekerjasama dengan orsosmas, K/L, pemerintah daerah dan keluarga.
Penguatan karakter juga membutuhkan tauladan, tanpa itu akan sulit. Tauladan yang bisa secara luring maupun secara daring.
Secara garis besar, penentuan pesan utama dan target sasaran prioritas sebuah konten, produksi dan strategi penyebarluasan konten, pembentukan jangkar-jangkar komunutas daring/luring, pembentukan tokoh seperti Duta Karakter dan Agen Perubahan, pendampingan untuk pemberdayaan, evaluasi periodik dan berkelanjutan dalam rangka perbaikan (adaptif dan fleksibel).
#CerdasBerkarakter
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H