Siang itu saya bersama dua keponakan saya yang berumur sekitar empat tahunan sedang mengumpulkan bahan-bahan untuk membuat puzzle. Ditengah-tengah keasyikan kami tiba-tiba kakakku (ibu dari salah satu keponakan) mengajak anaknya pulang. Alasannya si anak harus les siang itu.
Luar biasa! Anak TK umur empat tahun sudah diikutkan les membaca, menulis dan berhitung. “Sekarang mau masuk SD favorit anak sudah harus bisa baca-tulis dan berhitung penjumlahan-pengurangan” jawab kakak saya. Saya yang dulu ketika seumuran keponakan saya masih bisa bebas bermain, belum dibebani harus bisa ini-itu jadi luar biasa kagum.
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah: “Apakah tidak berlebihan membebani anak dengan tuntutan akademis disaat usia mereka lebih pantas untuk bermain?” memang saya tidak tahu bagaimana prosesi les yang diberikan, namun melihat keponakan saya yang kelihatan enggan mengikuti perintah ibunya, bisa menebak bahwa si anak tidak menyukai proses belajar yang dipaksakan.
Dan memang kenyataan sekarang ini, terutama di kota-kota besar, sudah menjadi trend untuk memberikan pendidikan akademis formal maupun non formal untuk anak balita, apapun bentuknya, mulai dari cara berhitung, seni, baca-tulis ataupun pengembagan minat bakat yang lain. Entah apapun alasan orangtuanya, demi gengsi ataupun memang telah sejak dini menemukan bakat si anak, dengan biaya yang bervariasi.
Satu hal yang pasti dikorbankan adalah berkurangnya waktu bermain si anak.
Sementara jika melihat program anak di televisi yang menggambarkan anak-anak yang tertawa riang, bermain di alam terbuka dengan alat seadanya, saya merasa hal itu suatu saat nanti akan jadi hal yang langka.
Apalagi jika pendidikan semakin terstandarisasi, maka sekolah-sekolah akan berlomba-lomba menaikkan standarnya, bukan untuk memperbaiki lulusannya, namun supaya penerimaan murid dan besar sumbangan uang gedung meningkat.
Sayapun masih bingung, fenomena-fenomena itu apakah indikator kemajuan atau kemunduran pendidikan? Yang pasti masih terbentang luas kesenjangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H