Tulisan ini merupakan pengalaman saya sendiri dan beberapa orang teman satu jurusan. Saya kuliah di jurusan Teknologi Industri Pertanian. Sebuah nama jurusan yang mungkin kurang familiar untuk kita dengar. ketika ditanya orang, "Kuliah di jurusan apa mas?" saya jawab "Teknologi Industri Pertanian" mereka selalu bilang "Oh, pertanian".
Menjadi sebuah dilema bagi saya ketika dalam hati muncul sebuah pertanyaan "Sebaiknya dijelaskan atau tidak ya tentang jurusan saya?" Karena pada dasarnya memang jurusan saya lebih Teknik Industri daripada Pertanian itu sendiri. Kami Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (TIP) memang tidak dicetak untuk mengerti teknis menanam padi maupun membajak sawah. Kami lebih banyak diajar tentang manajemen sebuah industri yang mengelola bahan-bahan hasil pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan untuk diolah menjadi produk dengan nilai jual lebih tinggi. Memang pada dasarnya fakultasnya pun beda. Fakultas saya adalah Teknologi Pertanian, sedangkan Fakultas Pertanian ada sendiri.
Pada mulanya karena sebuah perasaan bernama GENGSI, saya menjawab "Teknik Industri" saja ketika ditana jurusan kuliahnya apa. Atau dalam beberapa kasus, saya jawab : "TEKNOLOGI INDUSTRI....... pertanian". dengan mengeraskan volume suara Teknologi Industri dan Pertaniannya saya ucapkan lirih. Rupanya yang saya alami memang dialami juga oleh teman-teman satu jurusan. Setelah kami menjalani kuliah, perlahan-lahan rasa gengsi itu terkikis. Industri Pertanian dan Pertanian bukanlah sebuah cabang ilmu yang gengsinya rendah.
Setelah saya amati, ternyata penyebab pandangan umum mengenai nasib para buruh tani yang hidupnya miskin menjadikan dunia pertanian masih sering dipandang sebelah mata. Memang di kota besar dimana hamparan sawah hijau menjadi sebuah pemandangan yang amat langka, dunia pertanian telah menjadi mulai menjadi semacam mitos sementara setidaknya setiap tiga kali sehari kita memakan nasi atau roti. kadang kita lupa juga bahwa iklan yang setiap saat muncul di televisi juga didominasi oleh produk-produk hasil pertanian, yang oleh dunia industri pertanian diolah dan dikemas menjadi produk-produk yang memiliki gengsi tinggi dimata kaum urban, karena mereka adalah pasar yang paling potensial.
Memang dari segi sosial budaya, kami tidaklah sementereng teman-teman kami dari fakultas-fakultas "mahal" seperti kedokteran dan ekonomi. Namun pada dasarnya derajat kita sama. Semua cabang ilmu yang berkolaborasi akan membentuk sebuah harmoni yang bertujuan sama: memperbaiki kehidupan.
Pada akhirnya dengan bangga aku menyebut diriku seorang petani: Dengan menanam benih-benih kebaikan, merawat dan memeliharanya, dan semoga Tuhan Yang Maha Esa merestui panen yang berlimpah sehingga dapat dinikmati lebih banyak manusia.
Semoga hidup buruh tani semakin sejahtera.
Semoga dunia pertanian semakin jaya di bumi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H