Mohon tunggu...
Narapati Buana
Narapati Buana Mohon Tunggu... -

Dendangkanlah tembang nasibmu semerdu yang kau mau. Jangan biarkan tuhan mendendangkannya untukmu. Hidup adalah memilih, bukan dipilih. Melangkahlah kemanapun hatimu ingin melangkah. Bangkitkan semangat dan taklukan dunia. Getarkan setiap jengkal belahan bumi ini. Dan jangan biarkan tanahnya kering tak terbasuh peluh.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Adam Vs Homo Sapiens

6 Oktober 2015   21:18 Diperbarui: 8 September 2018   20:44 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Ketika dongeng dunia metafisika berilustrasi tentang tuhan dan malaikat, adam dan hawa, surga dan neraka, pahala dan dosa, lalu diamini sebagai kebenaran dan diimani sebagai sebuah keyakinan (agama), maka tak ada artinya mengamati dan mempertanyakan fakta empiris. Karena semuanya akan bermuara pada konsep nasib dan takdir, ketentuan dan kuasa tuhan, qun fayaqun, dll. So, jangan pernah anda berhipotesis tentang asal-usul manusia karena tuhan telah mencetaknya langsung dari tanah!

Dan sains tidak akan pernah lahir bila ilmuwan tidak berani menyelipkan novel kitab suci ke dalam kelompok katalog karya fiksi.

Hingga hari ini sains terus mencari tahu teka-teki awal kehidupan di alam semesta, termasuk asal-usul manusia. Manusia modern (Homo Sapiens), menurut sains, merupakan produk 'sementara' dari proses panjang seleksi alam (evolusi). Berbeda dengan sains, agama telah mengakhiri polemik misteri kehidupan itu ribuan tahun yang lalu dengan konsep penciptaan, kemudian melengkapi kepingan puzzle ketidaktahuannya hingga saat ini dengan kata 'tuhan'.

Tidak ada kesimpulan pasti tentang kebenaran kedua konsep di atas karena semuanya masih sebatas persepsi. Tapi kalau mau berasumsi bahwa tuhan itu ada dan berkarya, penciptaan melalui proses evolusi lebih dapat diterima akal waras daripada dongeng penciptaan Adam dan hawa.

Ada tiga model makhluk pertama yang tuhan ciptakan menurut agama yaitu malaikat, Adam/manusia, dan iblis. Sebagai makhluk kesayangan tuhan, Adam mendapat perhatian lebih diantara dua makhluk lainnya. Bahkan tuhan meminta keduanya bersujud sebagai tanda hormat kepada Adam. Tapi iblis bukanlah tipe pribadi yes man. Iblis adalah sosok yang menjunjung tinggi sikap kehendak bebas dan berani berkata tidak. Sebagai konsekuensi sikap membangkangnya, iblis pun bersedia menerima sanksi dengan syarat diberi keleluasaan mengusili Adam.

Debut pertama sebagai makluk penggodapun berjalan mulus. Iblis sukses melancarkan propaganda pertamanya mengajak Adam untuk menjadi manusia merdeka, tanpa harus diperbudak oleh tuhan. Reputasi Adam sebagai makhluk mulia penghuni surga pun berakhir pahit menyusul pelanggaran aturan main yang telah tuhan tetapkan. Tuhan lalu menjatuhkan sanksi berat, dimana Adam kemudian dimutasi ke planet bumi. Dengan berat hati, Adam pun keluar dari zona nyaman ditemani iblis sang pengusik abadi.

Sebagai makhluk durhaka yang ditendang dari surga, Adam dan anak cucunya (bangsa manusia) juga dibebani tugas dan tanggung jawab yang sangat berat, yaitu menjalankan amanah sebagai khalifah di muka bumi dan kewajiban setia mengabdi kepada tuhan. Sebagai kompensasi dari beban tanggung jawab itu, manusia kemudian dibekali daya kreasi yang tinggi plus perilaku mulia ketuhanan (bukan karakter liar kebinatangan). Terlebih Adam, sebagai manusia pertama, merupakan produk langsung dari surga yang bersistem operasi (OS) ruh tuhan.

Tapi benarkah seperti itu? Mari kita lihat perilaku manusia terkini, betulkah ia mirip Homo Sapiens-nya sains (sebagai binatang) atau bagaikan makhluk durhakanya agama (sebagai Adam)?

Tidak ada yang tahu betul kapan tepatnya manusia mulai menghuni/muncul di planet bumi ini. Yang pasti, sepanjang kehadirannya di muka bumi, tidak ada satupun generasi manusia yang selalu hidup berdampingan tanpa konflik. (Bahkan dalam mitos agama pun ada dikenal tragedi Qabil dan Habil, generasi pertama manusia yang memulai petualangan hidup dengan pertumpahan darah). Ketika konflik terjadi, saat itulah perangai liar manusia mulai terlihat. Setiap kali berkonfrontasi, manusia itu cenderung menggunakan kekuatan fisiknya daripada menggunakan kecerdasan otaknya. Mereka cenderung mencari solusi secara brutal dan biadab, bukan dengan cara duduk bersama mencari satu kata mufakat sehingga tampak santun dan beradab. Perkelahian, pembunuhan, tawuran, peperangan, demo anarkis, dll merupakan cara-cara primitif dalam menyelesaikan masalah yang sama sekali tidak mencerminkan sikap santun makhluk mulia yang konon katanya datang dari surga.

Sejarah tidak akan pernah lupa dengan catatan kelam perilaku kanibal makhluk barbar yang bernama manusia. Sebut saja Adolf Hitler, Joseph Stalin, Mao Zedong, Pol Pot, dll. Ada jutaan manusia yang telah menjadi korban kebiadaban mereka. Tidak cukup sampai disitu, masih banyak lagi kekejaman genosida lainnya yang mengatasnamakan rezim pemerintahan. Bahkan, yang tidak habis pikir, di dunia ini ada pembantaian yang mereka sebut sebagai pengabdian/jihad karena atas perintah tuhan! (Kalau gue yang jadi tuhannya, justru merekalah orang pertama dan terakhir yang akan memenuhi setiap jengkal jurang dan lembah isi neraka).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun