Tunjangan Hari Raya (THR) selalu dinanti setiap tahun. Beritanya sudah pasti santer terdengar, antara pemerintah yang sibuk mewanti-wanti pengusaha untuk membayar THR karyawan, pengusaha yang meminta keringanan pembayaran, dan karyawan yang sibuk menuntut pencairan tepat waktu dan nominal tertentu. Selain karyawan swasta, pegawai negeri sipil (PNS) juga turut menanti-nanti turunnya berkah ramadhan yang satu ini. Angka yang akan diterima kerap menjadi judul utama berbagai media massa, pun tidak terkecuali tahun ini. Tahun 2020, pemerintah memberikan THR hanya sebatas gaji pokok dan tunjangan melekat. PNS harus merelakan tunjangan kinerja (tukin) digunakan untuk mengatasi pandemi COVID-19.Â
Tibalah masa menjelang hari raya 2021, sebagian pasti ada rasa harap-harap cemas, berharap THR bisa penuh seperti 2019, bukannya tidak beralasan terutama dengan adanya himbauan untuk menggunakan THR untuk menggerakkan roda perekonomian. Kenyataan yang terjadi adalah, THR sama seperti kondisi 2020. PNS iklas tunjangan kinerjanya kembali tidak dibayarkan.
Keputusan ini berbuah petisi yang dimulai oleh Romansyah H di halaman Change.org (link bisa dibuka di sini). Alasan menandatangani petisi ini bermaca-macam. Ada yang murni didasarkan kebutuhan, ada juga yang karena iri dengan tunjangan instansi yang disebut kemensultan. Judul petisi ini menurut saya cukup provokatif, dan jujur saja, ada benarnya. THR 2021 lebih kecil dari UMR Jakarta. Banyak yang tidak tahu, bahwa gaji awal PNS itu jauh dari UMR Jakarta, bahkan gaji pokok CPNS dibayar 80%, setara dengan UMR Yogyakarta yang selalu menjadi topik panas itu. Memang, gaji tersebut akan naik secara berkala seiring dengan lama waktu bekerja, dan kenaikan pangkat dan golongan. Nilai kenaikannya tidak begitu signifikan, bahkan kalah dengan inflasi, karena itulah dulu gaji PNS setiap tahun rutin dinaikkan yang besarnya diumumkan dalam pidato kenegaraan presiden.Â
 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB) Tjahjo Kumolo memberi tanggapan atas petisi ini. Dikutip dari Okezone Pak Menteri mengatakan bahwa PNS harusnya bersyukur masih mendapat THR. menurutnya  THR tahun 2021 merupakan wujud penghargaan atas pengabdian para PNS terhadap bangsa dan negara. Wait, wujud penghargaan? Sampai di sini, saya tidak setuju. Kalimat beliau masih ada lanjutannya, THR diberikan dengan memperhatikan keuangan negara. Kebaikan kalimat lanjutan ini telah tertutup dengan anggapan bahwa gaji dan tunjangan yang diberikan kepada PNS adalah penghargaan atas pengabdian terhadap negara. Kebaikan kalimat tersebut tertutup oleh kata penghargaan atas pengabdian. Jika pengusaha dituntut memberikan hak karyawannya secara penuh, kenapa pemerintah tidak memberlakukan peraturan ini juga terhadap PNS sebagai karyawannya? Sebagai seorang PNS, saya terus terang pasrah dengan pemotongan THR ini, walaupun tunjangan saya telah dipotong separuhnya dengan alasan tugas belajar. Tetapi, pernyataan bahwa seorang PNS harus bersyukur dapat THR (bahkan komentar netizen harus bersykur menerima gaji) menurut saya tidak tepat. PNS bekerja layaknya pekerja swasta (dan sektor-sektor lain) dan harus menghidupi keluarganya. Oknum PNS ada yang nakal? Semua bidang, semua sektor, pasti ada oknum. Apalagi dengan kondisi penghasilan yang mepet, pastilah ada yang berusaha mencari celah. Kondisi ini tentunya bukan jadi pembenaran untuk kecurangan-kecurangan tersebut, karena itulah diusahakan perbaikan salah satunya dengan pemberian tunjangan-tunjangan baik yang melekat maupun sesuai dengan kinerja pegawai. THR 2021 ini tentu sudah dinanti, terutama yang memiliki kebiasaan membagikan rejekinya ke keluarga besar setelah setahun penuh penghasilannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pemotongan THR saja sudah terasa pahit, apalagi diikuti dengan ucapan "harusnya kalian bersyukur".
Saya selalu merasa keuntungan utama jadi PNS itu adalah adanya rasa keamanan finansial. Mau menjadi kaya, jangan jadi PNS. Untuk seorang yang mengatur keuangan dengan budgeting, konsistensi jumlah pendapatan dan tanggal gajian membuat saya mudah menghitung pendapatan, pengeluaran, dan mengumpulkan dana pendidikan anak dan pensiun. Keamanan semu sebenarnya, karena terbukti penghasilan PNS yang katanya aman itu akhirnya diutak-utik juga, seperti PNS di DKI yang THPnya berkurang drastis selama tahun 2020. Jika seluruh PNS di survey alasan menjadi PNS, pasti motif ekonomi berada di posisi puncak. Penghormatan setinggi-tingginya saya sampaikan pada PNS yang murni mengabdi pada negara. Tetapi itu bukan alasan pemerintah mengabaikan kesejahteraan mereka. Â
Kolom komentar setiap pemberitaan penghasilan PNS selalu menjadi ajang protes kepada PNS. Tidak sedikit yang memaki dan merasa PNS itu hidupnya paling enak karena kerja ringan, gaji tetap. Mereka lupa, bahwa banyak PNS yang pekerjaannya mewajibkan mereka siaga sewaktu-waktu. Suara-suara ini sebenarnya bisa dipertimbangkan sebagai masukan, untuk tidak menyamaratakan beban kerja dan penghasilan yang diberikan kepada PNS. Karena itu, saya termasuk yang mendukung tunjangan diberikan berdasarkan kinerja pribadi, layaknya bonus dikalangan pekerja swasta.Tentunya setelah ada perbaikan di gaji pokok, karena gaji pokok PNS dari Sabang sampai Merauke sana jumlahnya sama, padahal daya belinya berbeda sangat. Lalu, THRnya? Ya, samakan dengan peraturan yang dikeluarkan untuk sektor swasta. Diberikan sesuai THP bulan sebelumnya. Dengan demikian, semoga tidak ada lagi petisi yang (katanya) justru mengotori muka PNS itu sendiri. Dan tidak ada lagi PNS yang diam-diam gigit jari karena telah menghitung anak ayam yang belum menetas. Sebaiknya saya berhenti, sebelum isi tulisan menjadi semakin penuh metafora dan curhat terselubung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H