Mohon tunggu...
Christine Coroline Ebraw
Christine Coroline Ebraw Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi UAJY'19

Selamat membaca dan semoga bermanfaat ya...

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Populer Tidak Berdasarkan Gender!

22 Maret 2021   20:17 Diperbarui: 22 Maret 2021   20:30 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media massa bukan hanya sebagai saluran penyampaian pesan tetapi juga merupakan saluran untuk membangun citra khusus tentang dunia, seperti citra kecantikan perempuan. 

Iklan membuatnya dalam pesan mereka. Kebanyakan dari mereka menampilkan wanita dengan kulit putih, langsing dan memiliki rambut hitam panjang. 

Kasus-kasus ini adalah bagian dari budaya populer atau budaya massa karena bisa jadi nilai standar yang homogen. Kebudayaan pada dasarnya hasil dari pemikiran manusia. Sedangkan budaya merupakan  ekspresi jiwa dalam cara hidup dan berpikir, rekreasi, pergaulan, seni, agama dan hal-hal yang memenuhi kebutuhan hidup manusia. 

Pada masa teknologi yang serba canggih ini membuat masyarakat dengan mudah menerima dan menyebarkan informasi sehingga dengan mudah kita menerima dan menikmatinya bahkan juga biasanya dengan mudah membawa hal-hal tersebut ke kehidupan kita sehingga sudah menjadi kebiasaan. 

Maka disebutlah dengan budaya populer, dimana menurut McDonald (2004), sebagai kekuatan dinamis yang menghancurkan batasan kuno dan mengaburkan segala macam perbedaan. Saya mengangkat budaya populer yakni mewarnai rambut. 

Sekarang ini, bukanlah sesuatu yang asing melihat salon kecantikan seperti, spa, beauty skin center, dan lainnya yang membuat wanita dengan mudah bahkan sekejap menghabiskan uangnya demi merawat diri agar terlihat selalu tampil cantik. 

Mewarnai rambut merupakan fenomena menarik, karena hal tersebut dilakukan atau diikuti berdasarkan trend baik dari dalam negeri maupun luar negeri. 

Biasanya perubahan gaya rambut tersebut sering dilakukan karena ingin mengikuti gaya sang idola contohnya warna rambut pemain drakor yang tengah hits-hitsnya. 

Hal itu bisa saja membuat siapapun yang melihat atau yang menonton bahkan mengidolakan pun ikut ingin mewarnai rambut. Bahkan berdasarkan pengalaman, ada seorang mahasiswi yang rela tidak mengikuti satu mata kuliah wajib yang seharusnya ia ampuh di semester itu karena tidak mau menghitamkan rambutnya yang telah terlanjur diwarnai merah. 

Mewarnai rambut juga tidak hanya dilakukan oleh kaum perempuan saya, bahkan kaum pria pun ikut-ikutan trend. Hal ini biasanya kaum pria bukan malah mendapat pujian tetapi hujatan karena dianggap berlebihan dan norak.

Selanjutnya, selain ada budaya populer juga akan dijelaskan mengenai subkultural. Menurut Fitrah Hamdani (2007), merupakan gejala budaya masyarakat industri yang maju terbentuk berdasarkan usia dan kelas. Biasanya bisa disimbolkan dan diekspresikan dengan gaya atau style contohnya style Rock n Roll pada wanita. Pada umumnya pada budaya berpakaian metal seperti itu dilakukan oleh kaum pria saja. 

Namun berbeda sekarang ini, kaum mana saja pun boleh menggunakannya, mulai dari orang muda hingga orang dewasa. Tetapi kembali lagi pada penilaian-penilaian masyarakat yang lebih cenderung ke hal yang negatif misalnya, jika kaum wanita menggunakan style Rock n Roll dianggap wanita berandalan dan preman. 

Padahal kita tidak perlu selalu berpikir negatif seperti itu, apalagi yang kita lihat hanya sekedar sebuah penampilan atau gaya seseorang saja dan cobalah selalu berpikir positif terhadap orang atau kaum manapun tanpa melihat penampilan dari luar saja.

Berdasarkan paparan tersebut telah terbukti adanya diskriminasi terhadap gender sehingga, muncullah peran politik identitas yang akan membantu memulihkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sehingga antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang merasa tersingkirkan bahkan dikucilkan oleh masyarakat sehingga apapun yang dilakukan yang akan selalu bersifat tidak merusak diri dan merugikan orang lain dengan mudah dapat diterima dan diapresiasikan oleh masyarakat tanpa melihat perbedaan.

DAFTAR PUSTAKA
Fitryarini, I. (2009). Iklan dan Budaya Popular: Pembentukan Identitas Ideologis Kecantikan Perempuan oleh Iklan di Televisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun