Mohon tunggu...
Cornelius Sianturi
Cornelius Sianturi Mohon Tunggu... Dosen dan Pemerhati Pendidikan -

Saya bekerja sebagai pengajar dan pemerhati pendidikan ... tinggal di Jogjakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Selektif Memilih Pembekalan Pensiun Anda

19 Juli 2016   09:19 Diperbarui: 19 Juli 2016   09:33 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul Buku: Inovasi Karier Kedua Anda

Ibu saya dapat dikatakan cerewet soal membawa bekal ke sekolah. Setiap hari, mulai dari ketika saya masih di TK hingga SMA, Ibu saya selalu menyiapkan bekal untuk dibawa ke sekolah dan memastikan saya membawanya. Saya mulai merasa enggan membawa bekal ketika telah duduk di bangku SMA, karena saat itu, di tahun 80-an, hanya saya yang membawa bekal ke sekolah. Berbeda dengan sekarang, membawa bekal ke sekolah dan ke kantor dapat dikatakan sudah menjadi bagian dari gaya hidup hemat dan sehat.

Berbeda dengan saya, anak-anak saya yang sekarang sudah SMA merasa bekal adalah hal kedua yang harus dibawa ke sekolah setiap hari selain buku pelajaran. Alasannya antara lain untuk menghemat uang saku, makan makanan yang lebih sehat dan bersih daripada jajan, serta menghemat waktu istirahat karena tidak usah jalan ke kantin yang pasti penuh dengan teman-teman yang juga mengantri memesan makanan.  “Segudang” manfaat membawa bekal kemudian bertambah satu lagi ketika suatu hari tiba-tiba jam bubar sekolah mereka berubah dari jam 12.15 WIB ke 15.00 WIB karena ada kegiatan tambahan.

Saya mengandaikan masa pensiun itu seperti hari sekolah; ada bekal yang harus dipersiapkan untuk dibawa. Hal itu harus dilakukan agar dapat menjalani masa pensiun dengan tentram dan nyaman tentunya. Dan seperti halnya kotak bekal anak yang harus berisi makanan dengan kandungan gizi beragam, pembekalan pensiun kita pun hendaknya memiliki pandangan yang holistik, yang terdiri dari beberapa poin berikut ini:

Yang pertama tentunya adalah hal mengelola keuangan. Ketika kita pensiun, kita tidak lagi menerima gaji secara teratur dan pasti seperti ketika kita masih bekerja, bukan? Pembekalan pensiun yang baik semestinya mempersiapkan kita untuk mengelola uang pensiun kita dengan baik. Bukan hanya agar dapat mencukupi kebutuhan bulanan, tetapi juga membantu kita melihat pintu-pintu pemasukan lain yang dapat kita manfaatkan untuk menambah penghasilan.

Yang kedua adalah pemilihan aktifitas sesudah pensiun. Masa pensiun memberikan banyak waktu luang bagi kita. Kita tidak lagi terikat dengan rutinitas dan jam kantor yang ketat. Pembekalan pensiun yang baik akan menolong kita untuk dapat memilih aktifitas yang sesuai, bermanfaat, dan yang bahkan membuat kita lebih berdaya.

Masa pensiun juga dapat mendatangkan “sindrom sarang kosong”. Rumah dan hati kita dapat terasa seperti sarang yang kosong karena anak-anak sudah dewasa, mempunyai hidup dan keluarga mereka sendiri ketika mereka telah menikah, bahkan tinggal di kota lain. Tidak jarang ini dapat menimbulkan depresi. Alih-alih memandang hal ini sebagai sesuatu yang negatif yang dibawa oleh masa pensiun, bukankah ini adalah kesempatan emas untuk memperindah hubungan antara suami istri? Inilah poin ketiga yang harus ada dalam pembekalan pensiun yang baik.

Selain kesempatan untuk memperindah hubungan suami istri, masa pensiun juga dapat menjadi kesempatan untuk meningkatkan kehidupan kerohanian kita. Memang hidup rohani hendaknya sudah dijalani sejak muda, namun jika kita diberi anugerah oleh Tuhan untuk memasuki usia lanjut dan masa pensiun bukankah itu artinya Tuhan masih  membukakan pintu bagi kita untuk membangun relasi yang lebih mendalam dengan-Nya?

Poin penting yang juga seharusnya ada dalam sebuah pembekalan pensiun yang baik adalah membantu kita untuk dapat tetap sehat di usia lanjut. Ini adalah hal penting yang harus kita pikirkan dan persiapkan, karena menjadi tua itu sesuatu yang pasti namun menua dengan baik dan anggun adalah pilihan kita.

Yogyakarta, 18 Juli 2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun