[caption id="attachment_75961" align="aligncenter" width="600" caption="Sakit Jiwa? Tuh... 5km lagi tempat berobatnya."][/caption] Saya sedang sakit jiwa. Sakit jiwa yang sangat akut. Gejalanya, saya ga sanggup menulis tentang apapun dengan panjang tulisan melebihi 140 karakter. Sungguh parah. Bahkan untuk melanjutkan kalimat apa setelah ini pun otak tersiksa memikirkannya. Ini hanya bisa terjadi ketika jiwa tidak sehat, tidak merdeka. Tulisan ini akan menjadi terapi awal untuk cepet sembuh. Biasanya setelah satu tulisan lepas, akan banyak yang lain yang lancar ditulis. Terdaftar di kompasiana sejak Februari 2009, tak satu tulisan pun terlahir. Bahkan untuk beberapa komentar, baru mulai pagi tadi bisa keluar. Jancuk! Saya marah pada diri sendiri. Banyak hal terjadi disekitar yang menarik untuk ditulis tapi otak ini enggan mengalirkan sinyal keujung jari untuk menuliskannya. Terlalu asyik menikmati berita dan informasi untuk sendiri dan enggan melansir ulang. Baiklah, curcolnya cukup. Sekarang mulai nulis. Yak! sakit jiwa bagiku adalah ketika seseorang atau sekelompok orang gagal membebaskan pikiran untuk berfikir dan bersikap merdeka. Jiwa terbelenggu, lusuh dan suram. Karena terbelenggu, lusuh dan suram yang ada hanyalah pola pikir yang sempit, picik, merasa benar sendiri, bahkan paling parah memandang orang atau pihak lain jauh lebih rendah dari diri atau kelompoknya. Merasa super dengan berlebihan adalah juga bagian dari sakit jiwa ini. Bahasa lain yang lebih singkat adalah sombong. Ya, sombong adalah sikap orang sakitjiwa. Dari pemikiran yang sakit itu biasanya tidak menghasilkan kebaikan buat diri dan sekitarnya. Mereka akan menjadi seolah-olah baik saja. Seolah olah lebih baik saja. Aslinya, justru sebaliknya. Tidak produktif dan hanya menjadi beban buat sekitar. Padahal, yang mampu melakukan dan menghasilkan kebaikan untuk diri dan sekitarnya hanya orang dengan jiwa merdeka! Itu sakit jiwa menurut penulis yang sedang sakit jiwa. Kalo menurut yang sedang tidak sakit jiwa, bisa dibaca disini, http://bit.ly/cSwYrA Seorang Gayus Tambunan, adalah seorang sakit jiwa (juga). Ia terbelenggu pada syahwat materi dunia yang menggiringnya pada tindakan kotor korupsi. Tak akan ada orang waras yang bilang bahwa yang dilakukan Gayus Tambunan dengan segala tingkahnya itu adalah hal yang baik. Kalaupun ada yang mengatakan baik tentulah yang mengatakan itu jauh lebih dari sakit jiwa. Jika melakukan tindak korupsi seperti Gayus Tambunan itu sakit jiwa, berarti semua koruptor di negeri ini adalah orang-orang sakit jiwa? Ya iya lahhh...masa ya iya dong. Hanya orang sakit jiwa yang bisa melakukan korupsi. Memakan, mengambil sesuatu yang bukan haknya itu kriminal. Itu salah satu kejahatan terbusuk yang paling merusak jiwa. Jiwa bangsa, jiwa pelakunya dan tatanan masyarakat luas. Jika ada diantara anda pernah melakukan tindak korupsi sekecil apapun, sadarlah anda sedang sakit jiwa. Segera obati! Jika anda biarkan, nilai kemanusiaan anda akan terdegradasi menjadi sangat hina. Ya ampun, paragraf diatas terlalu banyak kata "Jika". Ah, biarlah. Okay, tulisan dilanjut biar agak panjang. Sekelompok orang yang mengorganisasi diri dengan sangat ekstrem berdasar ajaran yang mereka percayai secara kaku, adalah juga dalam keadaan sakit jiwa. Kelompok macam ini memiliki kecenderungan berfikir dan bertindak mengikuti apa yang mereka percayai benar saja. Mereka menutup kebenaran yang dipilih orang atau pihak lain. Hasilnya, sikap mereka sewenang wenang dan menjadi teror bagi pihak lain. Bahkan mereka juga menutup mata pada fakta eksistensi mereka. Indonesia ini negara yang bhineka tunggal ika. Beragam. Obama aja tau, kok mereka ga mau tau. Seandainya yang begini dibiarkan, rusaklah tatanan yang ada. Sekarang saja, tatanan itu sudah rusak. Polisi yang mestinya menjadi aparat penegak hukum justru menjadi bagian dari bagi kaum sakit jiwa itu. Terhadap orang macam Gayus, mereka justru menyusu. Terhadap sekelompok orang ekstrim itu mereka tak bertaji. Gejala sakit jiwa lain dipertontonkan oleh mereka yang punya kedudukan terhormat, Dewan Perwakilan Rakyat. Yak, terlalu banyak gejala sakit jiwa dalam lembaga ini. Mulai dari pimpinan yang asal bunyi terhadap korban bencana sampai mereka yang berakal bulus suka mencari cari alasan untuk bisa pesiar dan menghamburkan uang negara. Terhadap yang suka pesiar atas nama studi banding ini, kita mungkin ga habis pikir apa mereka tidak tahu bahwa di Jakarta itu ada satu gedung megah bernama Perpustakaan Nasional yang didalamnya banyak literatur yang mampu menjawab kebutuhan mereka? Atau juga tidak tahukan mereka banyak orang pinter di kampus kampus yang telah lebih serius mendalami apa yang mereka akan studikan itu? Yak yak yak! Ternyata, sakit jiwa itu bisa diderita siapa saja dan ada dimana-mana. Dalam seorang manusia biasa macam saya, dalam seorang berlimpah uang korupsi macam Gayus dan makhluk sejenisnya, dalam sekelompok fundamentalis yang sok benar, juga dalam gedung megah berplank DPR-RI. Anda bisa mendambahkan lebih panjang lagi siapa dan dimana mereka berada. Banyak dari anda lebih tahu! ;) Okay, menulis selesai. Sepertinya saya sudah sembuh. Note: Pilihan rubriknya berat berat oi..:(
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H