Di penghujung Mei merupakan rangkaian puisi-puisi Pecandu Sastra atau Disisi Saidi Fatah. Masih sama pada puisi sebelumnya, membahas perihal duka, luka, dan air mataÂ
Bait-Bait Puisi
Menjadikanmu aktor utama dalam setiap bait puisi /Â Adalah kebiasaan yang sedang ku alami /Â Berlama-lama bermain dengan kata, rima, dan nada, mengajakku menari dengan bayang semu /Â Melukiskan indah senyum pada bibir mungil mu //
Senyum yang kerap menjadi kobar semangat bagiku /Â Binar bening tatap matamu /Â Menjadikanku untuk selalu menetap dan berpaling dari yang lain /Â Teduh wajahmu adalah bagian bahagia yang ku punya //
Luka dalam setiap baitku / Adalah luka yang tak mampu ku bagi denganmu / Luka sebab rindu untuk bersua, yang terpisahkan oleh waktunya kita / Luka untuk saling bertatap, yang terpisahkan oleh  jarak //
Setiap bait tertulis / Aku berusaha untuk tidak menghakimi mu / Sebab aku tahu, setiap kata terucap adalah doa / Yang akan menjadi nyata pada masanya //
Bumi Ramik Ragom, 2019
Di Penghujung Mei
Di penghujung Mei, di kala senja sore itu /Â Bergegas menepis genangan air, yang mengguyur setiap langkah /Â Dingin cuaca senja itu tak aku hiraukan, /Â Demi berjumpa kau seorang
Aku tak ingin menyiakan kesempatan /Â Menebus rindu, menembus waktu bersamamu /Â Tak sabar menikmati panorama indah pada bibirmu /Â Tak pedulikan apa yang terjadi pada diriku