Keindahan, kebesaran, dan kekayaan Indonesia yang dipuja sebagai mutu manikam di khatulistiwa rupanya cuma kekaguman masa lalu dan orang di luar sana. Akan tetapi pertambahan usia sebuah negara bukan jaminan atas tercapainya kesejahteraan, ketahanan, dan kedaulatan bangsa itu. Yang terjadi, terkadang justru sebaliknya. Negara terus bertambah usianya, tetapi ketahanan, kemakmuran, serta kedaulatannya justru semakin melemah.
Tujuan utama para founding fathers jelas dan tegas, yakni membentuk negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Yang justru tengah berlangsung adalah sebuah paradoks. Usia negara dan bangsa ini semakin bertambah, namun kondisinya semakin lemah dan mengkhawatirkan. Setiap hari, kita menyaksikan berlangsungnya degradasi kualitas kehidupan rakyat.
Krisis demi krisis, skandal demi skandal terus lahir di berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam skala dan bobot yang semakin mengerikan. Adalah keprihatinan dan kesedihan seluruh anak bangsa menghadapi kenyataan itu. Point-point yang menjadi sorotan rakyat
-Semua tidak pernah bosan mempertanyakan sekaligus mengingatkan proses penanganan kasus bailout Bank Century. Itu disebabkan kita sadar bahwa memori kolektif bangsa ini masih teramat pendek. Memori yang pendek jelas berbahaya bagi penegakan hukum di negeri ini. setelah tujuh bulan rekomendasi Pansus Century diteken, pedang hukum yang mendapat giliran membedah kasus itu tumpul. Begitu tidak ada yang mengingatkan perjalanan sebuah kasus, penanganan kasus tersebut pun menjadi kabur, atau dikaburkan, lalu lama-lama menghilang tanpa bekas. Kondisi seperti itulah yang kini mulai menimpa penanganan kasus Bank Century. Jika sudah demikian, para pemangku hukum dan politik di negeri ini telah secara sistematis dan terstruktur berupaya mengubur dalam-dalam kasus Century. Mereka benar-benar memanfaatkan pendeknya memori kolektif kita. Karena itulah, Rakyat terus mempertanyakan, mengingatkan, dan menggugat kelanjutan kasus Century. Semuanya agar akal sehat tidak terus dikalahkan.
-Kasus Gayus adalah kasus yang fantastis. Inilah pegawai negeri sipil dengan kekayaan fantastis, hasil merampok uang negara dengan cara yang tak kalah fantastis. Usia Gayus Tambunan baru 31 tahun, pangkatnya golongan IIIA, tapi kekayaannya telah mencapai Rp100 miliar lebih.Padahal, tidak tertutup kemungkinan kekayaan Gayus masih terus bertambah. Sebab, semula polisi hanya menemukan uang di rekeningnya Rp28 miliar. Uang itulah yang dipakainya untuk menyogok polisi, jaksa, dan hakim lewat pengacaranya sebesar Rp7 miliar. Ia menyogok aparat penegak hukum untuk membebaskan dirinya dari jerat hukum. Memiliki Rp28 miliar saja telah membuat orang tercengang-cengang. Orang makin terbelalak dan ternganga-nganga, setelah polisi menyita dari safety box senilai Rp74 miliar, terdiri dari uang tunai Rp60 miliar dan Rp14 miliar dalam bentuk logam mulia. Pengadilan Gayus mestinya menjadi forum hukum yang fantastis. Inilah peluang emas bagi Penegak Hukum untuk menunjukkan kehebatannya, membongkar kasus ini, dan di situlah pula akan tampak apakah negara ini masih memiliki hakim yang berani menegakkan hukum sekalipun langit runtuh. Sebab, di sanalah mestinya, semua penerima suap dan pemberi suap hendaknya ditelanjangi oleh Gayus tanpa pandang bulu. Bila itu terjadi, dua jenis mafia pun terbongkar, yaitu mafia pajak dan mafia hukum.
Perbedaan kehidupan menjadi semakin tajam. Yang kaya kian angkuh memamerkan harta dan kemewahan sedangkan yang miskin semakin terlantar dan terpinggirkan. Yang berkuasa semakin ganas memperlihatkan kerakusan menjarah uang negara, sedangkan yang tidak berkuasa kian tertekan dalam ketidakberdayaan.
-Rasa aman dan nyaman lagi-lagi terusik. Bukan karena masih sering terjadinya ledakan tabung gas, melainkan karena maraknya perampokan. Yang mengkhawatirkan dan meresahkan, nyali para pelaku perampokan itu kian besar. Mereka nekat beradu tembak dengan aparat keamanan di siang hari. Perampokan paling menghebohkan tentu saja yang terjadi di Bank CIMB Niaga, Medan Kawanan perampok berjumlah 16 orang dengan nyali tinggi menggasak ratusan juta rupiah dan menembak mati seorang petugas keamanan. Tidak tanggung-tanggung, senjata api yang mereka gunakan dalam aksi tindak kejahatan itu bukan cuma pistol, melainkan senjata laras panjang AK-47, yang seharusnya hanya dimiliki aparat keamanan. Penyelundupan dan bisnis pasar gelap memang memungkinkan para pelaku kejahatan dengan mudah memperoleh beragam senjata. Negara ini jelas memerlukan polisi yang semakin profesional dan berintegritas. Itu hanya bisa dicapai dengan komitmen dan konsistensi. Diduga komplotan perampok ialah teroris padahal Polisi baru saja menangkap belasan tersangka teroris di Medan. Tetapi publik dikejutkan oleh penyerangan terhadap pos polisi di Hamparan Perak, Deli Sedang, Sumatera Utara. Beberapa factor dari terorisme beranak-pinak:
* Pertama, sistem hukum yang lembek bahkan cenderung jelek.
* Kedua, pengawasan terhadap senjata dan bahan peledak yang amat jelek. Kelompok sipil bisa dengan mudah menguasai senjata serbu seperti AK-47 dan M-16 yang sesungguhnya hanya dimiliki tentara dan polisi.
* Ketiga, intelijen yang buruk
* Keempat, negara membiarkan organisasi-organisasi radikal tumbuh subur. Bahkan orang-orang yang memiliki pikiran bahwa negara ini kafir dan karena itu harus diperangi dibiarkan berorganisasi dan secara terang-terangan mengkampanyekan di depan publik tentang ideologi yang berbeda.
Ketenangan masyarakat tergerus karena para penebar maut itu masih bergairah menebarkan teror melalui bom dan perampokan bersenjata. Dalam konteks itu perang melawan terorisme sepenuhnya menjadi tugas polisi. Namun ganasnya kelompok itu mengundang wacana akankah TNI terlibat dalam pemberantasan terorisme?
-Tindakan pembatalan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda dengan alasan adanya pengadilan yang meminta penangkapan terhadap dirinya, sebagai tindakan yang sangat memalukan.
Sebelumnya Presiden SBY menggelar jumpa pers mengenai pembatalan kunjungannya ke Belanda. Kunjungan Presiden ke Belanda tersebut atas undangan PM Belanda dan Ratu Beatrix. Salah satu agenda dalam kunjungan tersebut untuk menerima surat pengakuan kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. "Ini kesalahan sangat fatal yang dilakukan Presiden SBY. Presiden hanya berdasarkan informasi yang tak dilatarbelakangi pengetahuan hukum litigasi. Proses persidangan tersebut merupakan proses biasa dalam pengadilan di Belanda tersebut juga belum tentu mengabulkan tuntutan tersebut. Dalam hubungan diplomatik internasional, tidak mungkin dilakukan penangkapan kepala negara sahabat. "Dalam hal ini tak mungkin penangkapan dilakukan” Jadi kenapa mesti takut?
keputusan Presiden SBY ini akan ditertawakan oleh negara-negara lain hal ini menjadi lebih fatal ketika salah satu agendanya untuk menerima surat pengakuan kemerdekaan RI 17 Agustus 1945. proses persidangan tersebut sudah dua bulan berjalan dan belum diputuskan. "Dengan kejadian ini Belanda akan menilai, ternyata Presiden SBY tak memahami dengan jelas soal pengadilan
Dari semua point tadi dapat di tarik kesimpulan, diperlukan upaya besar dan berani untuk menghentikan laju kemerosotan moral yang tengah dialami bangsa ini. Bila terus dibiarkan, tidak ada yang bisa menjamin bangsa ini akan mampu bertahan. Kuncinya ada pada semangat keteladanan dari para pemimpin bangsa. Keteladanan untuk berbuat baik, berbudi pekerti luhur, bermoral, dan berpihak serta berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Kalau semangat seperti itu telah sirna dari dalam diri pemimpin kita yang ada saat ini, tantangan bagi seluruh komponen bangsa ini untuk melahirkan kembali pemimpin-pemimpin baru yang lebih muda, lebih berani, lebih jujur, dan lebih amanah.
Karena itu, perlu didukung lahirnya kekuatan baru dengan barisan moral yang lebih kukuh, lebih intelektual, lebih merakyat, lebih berdisiplin, dan lebih berketerampilan. Itulah solusi bagi bangsa yang sakit. Kita mengajak segenap komponen bangsa ini untuk bangkit. Bangkit memerangi kemiskinan dan kemelaratan, bangkit memberantas korupsi dan bangkit memperjuangkan keadilan. Kita tidak ingin negeri ini kembali terkubur krisis hanya karena para pemimpin lemah. Kita butuh pemimpin kuat yang mampu menuntun rakyatnya menembus lorong gelap. Sudah terlampau lama kita berkubang dalam ketidakpastian seolah tanpa pedoman dan tidak tahu kemana harus melangkah.
Setiap bangsa kiranya pernah mengalami masa suram. Justru di masa sulit itulah semakin diperlukan pemimpin, yaitu pemimpin yang mampu dengan cepat membawa bangsa dan rakyatnya bangkit dan keluar dari krisis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H