Mohon tunggu...
Bayu Gustomo
Bayu Gustomo Mohon Tunggu... .................? -

Peace & Respect

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Coretan Ampas Kopi", Kisah di Balik Namanya

6 September 2018   02:46 Diperbarui: 6 September 2018   02:57 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Coretan Ampas Kopi"

Cerita di balik namanya

Madiun, Selasa Pon 21 Agustus 2018.

Sebenarnya. Kedai kopi ini awalnya tak punya nama untuk sebutan yang benar-benar resmi. Tak terlintas dalam pikiran pemiliknya. Tentang memberi nama pada kedai kopi miliknya. Bahkan dengan sebutan sederhana sekalipun. Semisal kedai kopi itu ia beri nama dengan nama dirinya sendiri. Sama sekali tak terlintas. Atau ia merasa bahwa namanya tidak terlalu membawa keberuntungan untuk dijadikan nama pada usahanya. Tidak semua orang bisa memahami jalan pikirannya. Si pemilik kedai hanyalah berpikir bagaimana dengan cara tidak terlalu ribet jualannya bisa laku. Dalam hal ini kopi. Sebab cuma meracik kopi dengan cara tradisional merupakan keahlian yang dapat ia andalkan sebagai penyambung hidup. Berbekal ilmu ia peroleh dari mendiang Ibunya setiap pagi dan sore hari meracik dan menyuguhkan secangkir kopi untuk mendiang Ayahnya. Menjelang dan sepulang menggarap sawah peninggalan leluhur. Sebuah cerita yang memang panjang tak perlu dibahas lebih lanjut. Sebab cerita ini tak akan lebih dari satu paragraf. Singkat cerita si pemilik kopi merupakan anak tunggal. Seorang yang buta huruf meskipun ia tidak buta terhadap angka. Terbukti dalam hal hitung-hitungan kepada para pembelinya. Ia tak mengalami kesulitan. Kembali pada perihal nama kedai kopi itu. Hanya karena keisengan salah seorang penikmat kopinya namun bukan tergolong seorang pelanggan setia. Di malam rabu itu. Ditengah-tengah kejenuhan atas kegiatan ngopinya. Melihat dinding yang warna cat putihnya sudah agak kecoklatan, kusam, dan berjamur. Ada sisa ampas kopi di dalam cangkirnya. Ide itu muncul. Untuk melakukan sesuatu pada objek di sekitarnya. Ia raih gagang cangkir kopi dengan jari-jari tangan kirinya dan ia bawa mendekat pada dinding kusam. Lalu ia celupkan jari telunjuk kanannya pada cangkir berisi sisa ampas kopinya. Perlahan dirinya mulai menuliskan sesuatu pada dinding kedai kopi. Sebuah kalimat dengan bentuk dan ukuran hurufnya yang tak beraturan. Namun sangat jelas bisa dibaca. Tulisan sederhana. Kalimat yang simpel. Bahkan bisa dibilang tanpa makna berarti. Hanya sebuah tulisan kalimat,  "Coretan Ampas Kopi", itu saja.

...End...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun