[caption id="attachment_400901" align="aligncenter" width="780" caption="Ilustrasi/Kompas.com"][/caption]
Adalah Carl Gustav Jung seorang ahli psikologi yang memperkenalkan kepada dunia dua tipologi kpribadian (jiwa) manusia, yaitu kepribadian extrovert dan kepribadian introvert. Kepribadian extrovert adalah tipe kepribadian yang orientasinya lebih kepada dunia luar (dunia objektf), sedangkan introvert adalah kepribadian yang lebih berorientasi ke dalam diri sendiri (subyektif). Sebenarnya dalam diri seseorang kedua kepribadian ini ada, hanya saja kadang salah satu dari keduanya lebih condong atau lebih dominan. Seseorang yang memiliki kepribadian ekstrovert yang lebih dominan akan cendrung bersifat terbuka terhadap dunia luar, mudah bergaul, menyukai keramaian, dan melakukan aktivitas-aktivitas yang berorientasi ke dunia luar, atau bisa dikatakan mereka cendrung lebih berorientasi pada aktivitas yang berbau sosial. Sebaliknya, jika seseorang memiliki kepribadian Introvert yang lebih dominan, maka ia cendrung lebih menutup diri dari dunia luar, jarang berbicara, lebih suka dan merasa nyaman dalam kesunyian, cendrung memiliki kemampuan yang rendah dalam bergaul dan berbaur dengan orang lain, serta aktivitas-aktivitas monoton seperti main game, baca buku, dan lain-lain.
Introvert berarti buruk?
Karena sikap atau kepribadian mereka yang cendrung tertutup dan seolah acuh dengan lingkungan sekitarnya, kaum introvert biasanya dipandang sebelah mata. Sikap mereka yang sulit bergaul dan membaur dengan orang lain menjadikan mereka kadang diklaim sebagai orang yang “aneh”, “tidak bahagia”, “orang yang selalu bermasalah”, bahkan yang lebih parah lagi, pribadi introvert sering diidentikkan sebagai “manusia depresi tingkat tinggi”. Disini bukan saya menolak mentah klaim-klaim seperti ini karena memang ada beberapa orang yang ber-tipe introvert berprilaku demikian. Namun akan sangat disayangkan jika klaim subjektif tak berdasar seperti ini digunakan sebagai sebuah pembenaran untuk mengecap dan memberikan legitimasi mutlak bahwa “introvert itu buruk dan berbahaya”. Yang harus kita pahami disini bahwa Introvert dan ekstrovert hanyalah kepribadian kecendrungan dalam diri seseorang, sehingga tidak ada seseorang yang mutlak sebagai introvert ataupun ekstrovert, yang ada hanyalah seseorang memiliki jiwa atau kepribadiannya yang cendrung introvert atau cendrung ekstrovert.
Mengenai beberapa pribadi introvert yang melakukan tindakan-tindakan buruk, seharusnya tidak dilihat dari satu sudut pandang saja bahwa kepribadian introvert yang menutup diri dan sulit bergaul sebagai penyebabnya. Karena bisa jadi juga kaum introvert adalah korban dari struktur sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Klaim-klaim dan anggapan-anggapan buruk masyarakat mengenai citra seorang introvert secara tidak langsung memberikan tekanan pshiche (jiwa) dalam diri mereka. Didukung kepribadian tertutup dan jarang berbicara menjadikan tekanan yang diterima diam dan mengendap dalam batin mereka. Jika mereka dapat mengontrol luapan tekanan tersebut, maka hal demikian tidak akan terjadi, begitu pula sebaliknya.
Introvert “manusia serba depresi?”
Apa itu depresi? Depresi adalah sebuah reaksi terhadap peristiwa atau kejadian yang dialami seseorang ketika mendapat tekanan atau masalah. Menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati (kepedihan, kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis sifatnya. Atau lebih mudahnya, depresi adalah gangguan mood atau emosional yang mengganggu aktivitas si penderita. Penyebab depresi itu bermacam-macam, bisa karena pengaruh genetik (biologis), bisa juga karena respon terhadap peristiwa tertentu (biasanya stress lingkungan). Gejala dari depresi biasanya perasaan sedih yang berkepanjangan, merasa bersalah, pesimis dengan hidup, sulit berkonsentrasi, dan lain-lain. (selebihnya bisa anda baca pada literatur terkait).
Lalu apa kaitannya dengan introvert? Sebenarnya depresi tidak terbatas pada kaum introvert ataupun ekstrovert. Namun, kepribadian-kepribadian introvert seperti jarang berbaur dan mengikuti mayoritas oleh sebagian orang sering dipahami dengan keliru (jika tidak ingin dikatakan sebagai salah paham). Kegiatan-kegiatan introvert sering diidentikkan dengan gejala-gejala depresi, seperti menjauhi keramaian sering disalah pahami sebagai gejala depresi. Padahal, sebagaimana yang kita ketahui, cara penyelesaian masalah antara introvert dan ekstrovert itu berbeda. Kaum ekstrovert jika sedang mengalami tekanan akan lebih memilih menyelesaikan masalah dengan melibatkan diri secara aktiv kepada dunia luar. Jalan-jalan, shoping, ke pesta, adalah beberapa kegiatan yang sering dilakukan pribadi ekstrovert saat mengalami tekanan atau masalah. Berbeda dengan ekstrovert, pribadi introvert akan lebih memilih untuk menjauhi kegiatan-kegiatan diatas. Mereka akan memilih menjauhi keramaian dan melakukan aktivitas pribadi ataupun berkumpul bersama orang-orang yang sudah akrab dengannya atau memiliki hubungan erat dengannya. Sehingga, setiap kegiatan yang dilakukan pribadi introvert seharusnya dipahami sebagai tindakan yang normal sebagaimana normalnya tindakan ekstrovert ketika terjun ke dunia luar (keramaian).
Jika kita sudah memahami hal ini, maka sudah sebaiknya kita mulai mencabut klaim- klaim buruk dan negatif terhadap introvert, karena suatu perbuatan itu dilihat baik-buruk, positif-negatif, tidak bisa terlepas dari tindakan. Dan setiap orang memiliki potensi untuk melakukan tindakan yang baik ataupun buruk, tidak terbatas pada tipe introvert ataupun ekstrovert. “SETIAP manusia itu memiliki POTENSI yang sama untuk menjadi seorang PEMBUNUH!”.
*Semoga bermanfaat ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H