Dua buah pohon beringin tegap bersanding bagaikan panglima perang istana yang menuju medan pertempuran.Â
Tubuh kekar dan tinggi menjulang langit cukup memberikan keberanian kepada para prajuritnya untuk mengangkat pedang dan tameng baja di kedua tangannya.Â
Rimbun daunnya yang sesekali bergoyang tertiup angin, seperti gemuruh prajurit mempersembahkan kemenangan kepada tuannya. Memang pantas menang, daunnya saja tidak mengijinkan sedikit pun cahaya menyentuh tanah berumput jarang tempat ia berpijak.
Dua pohon rindang yang hanya bejarak beberapa meter itu, membentangkan lorong yang tidak telalu panjang, namun cukup menjanjikan harapan yang meraup banyak kepercayaan orang-orang yang merindukan jodohnya.Â
Sepasang kekasih dengan penutup mata yang berhasil melangkahkan kaki melewati lorong dari titik yang ditentukan ke titik satunya lagi, diyakini akan berjodoh dikemudian hari.Â
Tak tau sudah berapa pasang kekasih yang dijodohkan oleh pohon itu. Namun yang pasti, daun pohon yang tak bercelah itu sudah menjadi kepercayaan sampai sekarang.
Malam pun tiba, tak butuh waktu lama lapangan dengan rumput jarang tempat 2 pohon gagah itu berpijak ramai diperebutkan orang-orang. Kerumunan yang membentuk kelompok kecil maupun sedang, terlihat menguasai lapangan kosong itu.Â
Orang-orang yang terlambat datang terlihat celingak-celinguk dengan mata penuh harapan, berharap bisa mendapatkan tempat untuk kelompoknya bisa duduk mengikuti upacara yang setiap malam minggu itu dilaksanakan.Â
Tentunya bukan dengan tangan kosong, masing-masing dari mereka membawa makanan yang mungkin akan diserahkan sebagai ucapan syukur karena panglima telah memenangkan perang.Â
Mereka mengerumuni panglima perang itu, seakan ikut merayakan perang yang telah mereka menangkan, Meskipun dengan cara yang berbeda-beda.