Laily Nur Azizah NIM : 191510601088
            Dikutip dari buletin Kementerian Pertanian edisi April 2020,  Covid (Corona Viirus Desease) ditetapkan sebagai pandemi dunia oleh organisasi kesehatan dunia WHO sebagai pandemi global pada Maret 2010. Pandemi ini telah menjangkit setidaknya 204 negara di dunia termasuk Indonesia. Indonesia saat ini sedang bertempur melawan pandemi covid’19 yang telah memberikan dampak luar biasa terhadap kehidupan manusia terutama pada sektor perekonomian. Kebijakan pemerintah terkait WFH (Work From Home) telah menyebabkan 50% pekerja informal seperti buruh, tukang ojek, pedagang kecil, dan umkm kehilangan pekerjaannya. Pemerontah telah menghimbau kepada masyarakat untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah, namun tidak semua warga negara bisa menerapkan hal tersebut terutama bagi kalangan menengah ke bawah yang mengharuskan mereka untuk bekerja di luar. Pemenuhan ketersediaan pangan di masa-masa self quarantine harus diperhaikan, terutama pada bahan makanan pokok. Sektor pertanian berkontribusi penuh terhadap perekonomian di Indonesia yang meliputi pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia lapangan pekerjaan, sumber devisa negara dan penyeimbangan ekosistem lingkungan.. Sektor pertanian perlu mendapat perhatian khusus utamanya sebagai penyedia kebuuhan pangan di masa pandemi ini. Selain tenaga medis sebagai garda terdepan dalam perang melawan covid 19 ini, sektor pertanianlah harus cekatan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Beberapa impor keutuhan pangan sudah terbatas akibat pandemi ini, sehingga pertanian Indonesia harus bisa meningkatkan produksi sehingga kebutuhan dalam negeri tercukupi.
        Kontribusi sektor pertanian terhadap pemenuhan pangan Indonesia tidak terlepas dari kontribusii buruh tani.  Buruh tani adalah pekerja atau tenaga kerja dalam usaha pertanian terkait budidaya komoditas pertanian. Keberadaan buruh tani tidak bisa dianggap sepele, tanpa buruh tani pemilik lahan dan usaha tani tidak akan mampu menyelesaikan pekerjan taninya sendiri. Mayoritas orang terutama saya sendiri mengira bahwa dampak covid 19 tidak terlalu berpengaruh terhadap pekerja sektor pertanian . Namun kenyataannya tidak, banyak yang mengeluhkan kondisi ekonomi mereka saat masa pandemi.  . Lukman Hakim (30 thn) seorang petani muda lebih tepatnya buruh tani  merasakan sendiri bagaimana dampak covid 19 terhadap pendapatan keluarganya. Pendidikan terakhir Bapak Lukman adalah SMP, beliau memiliki 3 tanggungan keluarga istri dan 2 anak. Lukman hakim berprofesi sebagai petani penggarap lahan padi sejak 12 tahun yang lalu. Sektor pertanian menjadi ladang penghasilan utamanya dalam menghidupi istri dan kedua anaknya. Lahan padi tersebut bukanlah milik pribadi, melainkan menggarap lahan padi dengan sistem bagi hasil 4:1 dengan pemilik lahan. Lokasi lahan garapannya lumayan jauh dari tempat tinggalnya Dusun : Krajan 2 Desa :  Kembiritan Kecamatan : Genteng, kira-kira berjarak 5 km. Total Lahan garapannya sekitar 1,2 ha dengan pemilik lahan yang berbeda-beda.  Dalam setahun lahan padi panen dua kali, sekali panen Bapak Lukman mendapatkan bagian kurang lebih 1 ton gabah atau jika sudah dijual senilai Rp. 450.000-Rp. 550.000/kw tergantung pada harga gabah saat panen. Harga gabah terendah yng pernah dirasakan sekitar Rp. 400.000/kw dan saat harga[ bagus bisa mencapai Rp. 650.000/kw. Jika diakumulasikan, pendapatan Bapak Lukman dalam sektor on farm padi garapannya berkisar 9-10 juta rupiah dalam setahun, namun hal itu bukan pendapatan bersih. Bapak Lukmn harus mengeluarkan biaya tambahan tenaga kerja untuk membantunya dalam menggarap lahan padi. Biaya yag dikeluarkan berkisar Rp. 2 juta rupiah setiap produksi padi, sehingga pendapatan bersih dalam menggarap  padi hanya berkisarRp4-5 juta rupiah/tahun.  Penghasilan dari menggarap lahan padi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya, sehingga ada beberapa pekerjaan sampingan lainnya sambil menunggu masa panen tiba.  Buruh angkut gabah, ternak sapi, ternak kambing, buruh cangkul, buruh panen jagung,dan buruh bangunan menjadi pekerjaan sampingannya saat pekerjaan lahan padi sudah selesai.  Masa tanam padi dilakukan pada bulan januari, bulan Februri dan Maret adalah masa perawatan padi seperti penyiangan ,penyemprotan, dan perawatan lainnya. Bulan April adalah masa panen padi, namun panen padi di daerahnya tidak terjadi serentak, sehingga setelah pekerjaan memanen padi miliknya selesai, responden akan beralih ke ke profesi buruh angkut gabah untuk menambah penghasilannya. Profesi buruh angkut gabah biasanya dilakukan selama 1 bulan selama masih ada lahan padi di daerahnya yang panen. Penghasilan yang didapat berkisar Rp. 100.000/ hari sehingga jika ditotal dalam setahun pendapatan dari buruh angkut gabah kurang lebih 5-6 juta rupiah. Pekerjaan sampingan sehariharinya dirumah yaitu memelihara sapi dan kambing milik orang lain. Setiap hari responden mencari rumput pakan ternak disekitar daerahnya. Sapi dan Kambing yang ia ternakkan juga buka milik sendiri, melainkan hanya merawat dengan sistem bagi hasil 2:1 . Setiap keuntungan penjualan ternak akan dibagi dua dengan pemilik ternak. Penghasilan dari ternak sapi dan kambing tidak menentu rata-rata hanya berkisar Rp. 4.000.000 selama 1 tahun tergantung jumlah anak ternak yang dihasilkan. Selama menunggu pengolahan lahan padi untuk  masa tanam selanjutnya, Responden juga mencari tambahan dengan bekerja sebagai buruh cangkul atau buruh serabutan non farm yang ada. Ketika musim panen jagung dan jika ada tawaran pekerjaan, responden akan bekerja sebagai buruh panen jagung di beberapa daerah panen jagung.  Pendapatan total responden selama satu tahun yang berasal dari pendapatan on farm, off farm dan non farm berkisar 16-17 juta rupiah dalam setahun.
Permasalahan serta kondisi ekonomi
         Permasalahn terkait Pendapatan keluarga petani sangat beragam mulai dari masalah budidaya padi, permodalan, pemasaran hasil ternak, dan kesulitan mencari pekerjaan sampingan.  Berdasarkan pemaparan pada buletin kementerian pertanian edisi khusus April 2020, dampak ekonomi akibat pandemi covid 19 terhadap sektor pertanian meliputi : menurunnya produktivitas tenaga kerja,menurunnya faktor produksi dan meningkatnya  biaya perdangangan produk pertanian. Bahasan kali ini kita akan mencoba membahas permasalahn ekonomi pada keluarga buruh tani sebagai pelaku usaha tani dengan perannya yang sangat penting. Permasalahn umum yang dihadapi oleh petani terkait budidaya padi adalah serangan hama dan penyakit , namun responden dalam wawancara kali ini tidak terlalu mengeluhkan permasalahan itu. Menurutnya serangan hama penyakit berupa tikus dan hama wereng jarang terjadi walaupun pernah terjadi kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Kerugian yang muncul berupa menurunnya hasil gabah yang dihasilkan, misalnya dari yang semula 2 ton/ha menjadi 1,5 ton/ha tergantung seberapa luas serangan hama.  Sistem buruh menggarap padi responden adalah sistem bagi hasil, sehingga penyediaan input seperti pupuk, benih, dan biaya pengolahan tanah sudah ditanggung oleh pemilik lahan. Waktu penanganan budidaya seperti masa tanam dan pemanenan sangat terbatas, sementara tenaga pihak penggarap kurang mencukupinsehingga penggarap lahan akan membayar buruh tani dalam pengerjaannya. Modal tenaga kerja tambahan inilah yang menjadi kendla yang dirasakan oleh responden maupun petani penggarap lahan lainnya. Modal yang dimiliki penggarap sangat terbatas karena belum mendapata pemasukan dari hasil panen, penggarap lahan biasanya meminjam uang di ban maupun koperasi untuk menutup biaya tenaga kerja serta keperluan rumah tangga. Sebagian penggarap membayar tenaga kerja dengan gabah saat musim panen tiba sehingga dapat menekan permodalan yang dibutuhkan. Modal tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Bpk. Lukman selaku penggarap lahan  menacapai setengah dari hasil panen gabah. Penghasilan bersih gabah selama 1 kali panen hanya sebesar 2,5 juta sekian pada luas lahan 1 hektar, padahal selama 1 kali panen hasil garapan lahan 1 ha bisa mencapai 1 ton gabah atau senilai 4,5-5 juta rupiah. Â
        Permasalahn yang dialami responden dalam ternak sapi dan kambing adalah dari segi pemasarannya. Input pangan ternak berasal dari usahanya sendiri karena ketersediaan rumput di sekitar rumahnya sangat berlimpah. Pemasaran hasil ternak umumnya di jual pada hari raya idul adha akrena harganya relatif bagus. Ternak dijual melalui pedagang perantara atau bisa disebut tengkulak sehingga harga yang didapat relatif lebih rendah sesuai dengan yang ditawarkan oleh tengkulak. Responden mengaku bahwa penjualan ternak pada masa pandemi ini lumayan menurun dari segi harga, ternak yang semula berkisar 18 juta rupiah hanya bisa dijual dengan harga 15 juta. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu buruh tani dengan pekerjaan sampingan serabutan, penghasilan keluarga mereka sangat menurun drastis saat pandemi covid 19. Hampir tidak ada tawaran pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan selama menunggu masa panen. Akibat pandemi covid 19 baru-baru ini, responden merasa penghasilan tambahannya menurun drastis. Padahal penghasilan tambahan inilah yang menjadi penopang hidup keluarganya selama menunggu masa panen padi.  Biasanya responden bekerja sebagai buruh dengan sistem borongan dengan lokasi kerja yang berbeda kecamatan. Pekerjaan buruh cangkul, buruh bangunan, dan buruh panen jagung sepi hampir tidak ada tawaran pekerjaan. Kondisi tersebut mengakibatkan kondisi perekonomian keluarga petani kekurangan hingga terpaksa meminjam uang ke koperasi atau bank untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.  Lokasi garapan lahan padi terletak berbeda kecamatan dan cukup jauh sehingga untuk menuju lahan harus memakai motor dan mengharuskan responden keluar rumah untuk tetap merawat  lahan padinya. Beruntung, bulan april ini adalah masa panen padi, sehingga responden tidak berlama-lama menganggur dan dapat mendapat penghasilan dari hasil panen padi segera.
Harapan Responden serta Solusi yang dapat diterapkanÂ
Permasalahan ekonomi pastinya  tidak hanya dirasakan oleh responden saja, melainkan juga seluruh elemen masyarakat baik yang bekerja di sektor farm atau non faram, baik pekerja formal maupun informal. Himbauan  pemerintah terkait WFH kepada masyarakat menengah ke bawah nampaknya belum terealisasikan dengan baik. Bantuan listrik, sembako gratis hanya tersalurkan kota-kota besar padahal masih banyak masyarakat di berbagai daerah pelosok yang belum menyentuh uluran bantuan tersebut. Lagi-lagi desakan ekonomi keuarga menjadi permasalahn utama. Keberhasilan usahatani tidak hanya diukur dari hasil panen yang tinggi maupun luas lahan yang dimiliki melainkan kesejahteraan keluarga petani khususnya buruh tani adalah yang paling utama. Berbicara mengenai solusi, semua orang pasti pandai mengkritik terutama terkait kebijakan pemerintah, namun ketika ditanya perihal  solusi banyak orang justru bungkam bahkan cenderung tidak punya solusi. Begitupun dengan saya yang tak cukup pandai memberikan solusi, apalagi solusi realistik yang mampu menyelesaikan masalah secara real. Namun saya akan mencoba menuliskannya melalui artikel opini pertama saya ini.Â
 Permasalahan yang dialami responden sebenarnya adalah masalah yang sering dialami oleh pelaku usaha tani kalangan menengah ke bawah. Solusi yang seringkali diutaakan pastinya terkait kebjakan pemerintah. Kebijakan pemerintah harus terealisasikan dengan baik dan adil demi terciptanya kesejahteraan masyarakat petani. Terkait permasalahan hama, keterbatasan modal petani, dan fluktuasi harga pemasaran hasil panen sudah menjadi lagu lama. Banyak solusi yang telah diupayakan seperti adanya penyuluhan kepada petani mengenai budodaya pertanian, pemberdayaan petani dengan pembentukan kelompok petani yang mampu menyelesaikan berbagai masalaha perihal usaha tani termasuk didalamnya pemasaran. Peran tengkulak harus dihapuskan dalam dunia pertanian, sebab adanya tengkulah hanya akan memperpanjang rantai pemasaran yang justru membuat petani merugi. Petani harus tanggap aktif dan kreatif dalam mengelola hasil panennya dengan memasarkan langsung ke pihak mitra ataupun melalui pengolahan agroindustri terlebih dahulu. Adanya kelompok tani menjadikan permodalan usaha tani akan lebih mudah dengan aadanya koperasi desa maupun penyaliran bantuan dari pemerintah. Nyatanya tidak semua wilayah pertanian terdapat kelompok tani, masih banyak petani yang bekerja secara individual sehingga kurang terintegrasi dengan baik. Dorongan dari pemerintah berupa sosialisasi dan penyuluhan harus didukung dengan kemauan masyarakat petani untuk maju. Terkait harga ternak yang turun di saat pandemi covid 19, hal ini mungkin berkaitan dengan ketersediaan barang yang tinggi sedangkan permintaan pasar rendah. Banyak restoran, toko, cafe, dan tempat umum lainnya tutup akibat pandemi covid 19 sehingga permintan barang seperti daging akan turun untuk meminimalisir kerugian yang lebih bagi produsen. Keadaan ini pasti sangat merugikan peternak. Regulasi pasar terutama perihal harga barang atau jasa harus diperhatikan dengan baik oleh pemeritah, agar tidak sampai terjadi fluktuasi harga yang tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan petani.
      Bantuan pemerintah kepada masyarakat yang terkena dampak pandemi covid 19 harus disalurkan dengan baik. Seperti  halnya kartu prakerja yang dapat membantu biaya masyarakat yang belum bekerja dan terkena dampak PHK, bantuan biaya hidup sangat diperlukan bagi buruh tani untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Kesejahteraan petani terutama buruh tani harus lebih diperhatikan. Kebijakan pemerintah untuk membantu buruh tani dalam mengentaskan kemiskinan harus didukung penuh oleh masyarakat. Masyarakat yang mampu selayaknya dapat membantu masyarakat yang membutuhkan. Buruh tani juga harus cerdas dalam mengelola perekonomian keluarganya dengan pekerjaan sampingan non-farm, sehingga ketika tidak adan tawaran on farm buruh tani masih bisa menghidupi keluarganya. Pilihan terakhir selama masa pandemi ini, ketika pendapatan off farm menurun drastis maka dukungan pemerintahlah yang paling dinanti.  Responden berharap keadaan ekomoninya segera membaik di masa pandemi covid 19. Bantuan pemerintah terutama dalam pemenuhan modal usahatani dan kebutuhan pangan di masa pandemi ini sangat diharapkan.Â
Demikianlah coretan awam saya, sistematika  yang membingungkan, diksi yang tidak jelas bahkan pembahasan yang absurd menjadi kekurangan artikel pertama saya ini. Semoga bisa menjadi pembelajaran saya kedepannya untuk dapat menyuarakan fenomena sepurat ekonomi pertanian di Indonesia.Â