Mohon tunggu...
Indriani Taslim
Indriani Taslim Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah seorang mahasiswa fakultas ekonomi, jurusan ekonomi pembangunan. Saya juga seorang pengusaha muda, yang berkeinginan untuk menyejahterakan umat dengan mengamalkan konsep distribusi rezeki.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jangan Tunggu Hingga Kelak

16 Mei 2012   05:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:13 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmanirrahim.

Ba’da tahmid dan shalawat.

Berbicara tentang bakti kepada orangtua, seringkali yang terfikirkan hanyalah bagaimana membalas budi orangtua yang telah melahirkan, merawat dan membiayai kita selama ini. Aduh, saya harus sukses, supaya kelak dapat membahagiakan ortu.

Kelak.

Bagaimana jika yang kita sebut ‘kelak’ itu tak sempat kita capai? Bisakah kita mempercepat balas budi tadi, sehingga tak pernah ada kata menyesal, merasa belum pernah membahagiakan ortu?

Jawabannya adalah tergantung cara pandang kita terhadap bentuk balasan yang kita berikan. Balasan berupa materi mustahil kita berikan jikalau kita memang belum memiliki seuatu yang dapat kita persembahkan. Namun, balasan immaterial, kapan saja bisa kita kadokan buat orangtua kita.

Banggakah seorang ibu, melihat anaknya berprestasi dalam akademik?

Bahagiakah seorang ayah, yang anaknya mau menyajikan segelas kopi panas setelah penat bekerja?

Harukah orangtua jika anaknya mau berpamitan, mengucap salam dan mencium tangan keduanya saat berangkat kuliah maupun setiap keluar rumah?

Ya, setiap akhlaq mulia seorang anak, yang menunjukkan keshalihan pribadinya, akan membuat orangtua bahagia dan merasa cukup telah memiliki anak yang shaleh. Karena keshalihan akan melahirkan manusia yang berkualitas, yang tidak akan menyusahkan mereka. Yang menjadi cahaya dikala mendung menggelayut di kehidupan mereka. Ibumu, akan memelukmu bangga saat kau mencapai prestasimu. Ayahmu, akan menepuk pundakmu dan tersenyum. Matanya menyiratkan kalimat, “Anakku, ayah bangga padamu.”

Menjadi anak yang perhatian lagi peka terhadap kebutuhan orangtua, tanggap dalam mencairkan suasana, akan menjadi peringan beban bagi orang tua. Menghidupkan rumah, mengondisikannya menjadi syurga bagi seluruh penghuni, juga termasuk dari bakti yang bisa disegerakan melakukannya. Pandai-pandailah mengambil peran dalam keluarga. Bantuan sekecil apapun, akan sangat bermanfaat jika diberikan di saat yang tepat. Meredam ketegangan saat ada selisih pendapat juga merupakan penawar yang menolong. Ucapan yang baik, lantunan ayat suci, dan sapaan salam yang terjaga, akan menimbulkan ketenteraman bagi orangtua.

Bakti kepada orangtua, jangan engkau tunda-tunda.

Ibuku pernah berkata, “Sebanyak apapun uang yang dihasilkan oleh anak-anakku, aku tak ingin memintanya. Melihat kalian dapat mengurus diri sendiri, menjadi anak-anak yang shalihah, adalah kebahagianan terbesar ibu. Ibu sudah marem (puas). Ada yang bisa mendoakan ibu dan bapak ketika nanti sudah tiada,” Subhanallah.

Jadi, persiapkan hidupmu untuk beramal shalih. Terutama kepada kedua orangtuamu. Ibumu. Ayahmu. Siapalah yang peling berhak menerima bakti kita selain mereka? Untuk para muslimah, yang akan mengabdi pada suaminya, manfaatkan masa lajangmu tuk memberikan bakti terbaik bagi orang tua. Dan tetap rawatlah ibu bapakmu ketika senja membayangi mereka.

Kiranya, jika kita diberi kelimpahan materi kelak, orangtua takkan meminta seluruhnya untuk mereka nikmati. Meski segalanya telah mereka korbankan untuk kita sebelum kita berjaya. Saat kita masih papa. Olehkarena itu, sedekah terbaik adalah untuk kerabat dekatmu. Ibumu. Ayahmu. Saudaramu. Jangan kikir kepada orang terdekat kita. Jangan bermuka manis di depan khalayak, tapi bermuram di depan pera kerabat. Berikan mereka haknya, yang sepantasnya kita limpahkan dengan penuh kasih sayang.

Sudahkah kau memberikan senyum terbaikmu pada kedua orangtuamu hari ini?

Ponorogo, 4 Mei 2012.

Untuk Ibuku yang senantiasa beraktivitas.

Inspiratorku untuk terus bergerak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun