Mohon tunggu...
Conni Aruan
Conni Aruan Mohon Tunggu... Administrasi - Apa ya?

Zombie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secuil Kisah Setelah Cintaku Pergi

16 Agustus 2012   12:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:40 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="proyekindonesia.com"][/caption]

Pagi yang suram.Aku,Ibu,dan Ayah duduk menerima kenyataan.

“Rhe,kamu ikut siapa ?” Tanya Ibuku pelan,dia pikir dengan penjelasan mengapa mereka bercerai itu masuk akal buatku.Aku melihat Ayahku yang hanya diam memandangi putri semata wayangnya ini.Ayah terlihat tidak peduli dengan keadaan ini.Dia diam dan tenang.

“Rhe,sama Ayah saja” Jawabku enteng.

Ibu terisak,airmatanya mengalir deras matanya memandangku,meminta penjelasan keputusanku.Aku hanya mengangkat bahuku,tak ada penjelasan untuk ini semua.Dengan langkah gontai Ibu bangkit dari duduknya dan menyeret koper-koper yang sudah siap dari semalam.Pak Mus,tergopoh-gopoh membantu Ibu menarik koper dan memasukkan ke dalam mobil.Bibi,terisak tertahan sambil mengusap-usap punggungku.Ayah masih dengan diamnya,setelah koper dan semua barang-barang ibu masuk ke dalam mobil,Ibu menghampiriku,memelukku erat,mencium pipi dan keningku,kemudian membisikkan “Ibu akan selalu ada untukmu”.Aku terkesima dengan bisikan itu.Detik ini,saat kaki Ibu melangkah pergi meninggalkan rumah,itu salah satu bukti Ibu gak pernah peduli sama Rheina.Bohong sekali mengatakan ‘selalu ada’,sementara kakinya berjalan menjauh dariku.Tapi aku hanya mengangguk tersenyum dan mencium pipi wanita itu.

Mobil hitam itu berlalu dari hadapanku,dengan lambaian tangan wanita yang melahirkan aku kedunia yang kejam ini.Beberapa menit terpaku pada lantai yang dingin,aku merasakan pundakku ditepuk pelan oleh ayahku,dan kemudian meninggalkanku masuk kekamarnya.Tak ada yang peduli.Ibu pergi,begitu juga dengan Ayah.Mereka berdua manusia paling egois di dunia ini.Sampai sekarang aku tak percaya mereka bisa menikah dan melahirkan anak perempuan,sementara mereka itu beda.Ayahku di KTP-nya beragama kristen dan ibuku seorang muslim.Aku,tidak keduanya.Aku tidak punya agama,tapi aku mengakui Tuhan itu ada.Terkadang aku memakai mukenah Ibu dan mengingat-ingat cara dia berdoa kepada Tuhan,atau cara Ayah berdoa,duduk sopan melipat tangan,menutup mata dan berbicara kepada Tuhan.Aku suka bergantian melakukan cara berdoa itu.Hingga akhirnya aku jenuh sendiri,dan memutuskan untuk tidak melakukan keduanya.Aku lebis sering bersapa ria dengan Tuhan di MS.Word,dan menyimpannya dalam folder ‘Dear God’.Entah apa yang dipikiran kedua orangtuaku sampai mereka lupa,mengajarkan dan mengenalkan aku pada Tuhan.Mereka itu sibuk dengan bisnisnya masing-masing.Keterlaluan sekali.Aku yang selama ini menghabiskan jam pelajaran agama dengan tidur di sudut perpustakaan.Aku ingat pertanyaan-pertanyaanku waktu kecil kepada Ibu,” Ibu,mau kemana?”,”Ke masjid sayang” Jawab Ibu halus sambil merapikan jilbabnya.Juga kepada Ayah,”Ayah,mau kemana?,”Ke gereja sayang” Jawab ayah manis sambil merapikan kemejanya.Juga pertanyaanku tentang perbedaan itu,Ibu hanya menjawab “Saat Rhe sudah dewasa nanti,Rhe akan mengerti semuanya,dan Rhe akan memilih sendiri apa yang Rhe inginkan”.Iya,Rhe sudah mengerti semuanya .Ayah,Ibu,kalian itu manusia egois.Aku masuk kekamarku,meninggalkan Bibi yang memandang kasihan kepadaku.

_____

Aku sibuk mencari-cari kotak putih kecil dilaci meja belajarku,dapat.Kuambil sebatang dan kurogoh saku celanaku mengambil korek.Kuhisap dalam-dalam,hingga paru-paruku penuh oleh asap beracun itu.Uhuk,uhuk,uhuk,aku terbatuk.Aku mulai merokok,beberapa hari yang lalu setelah sidang perceraian Ayah dan Ibu selesai.Perlahan aku mulai terbiasa dengan rokok,walau kadang masih harus diawali dengan batuk yang cukup panjang.Aku menyalakan laptop,sambil menunggu tampilan windowsnya muncul.Aku memainkan lagu jadul yang kemarin aku temukan di Youtube,entah siapa penyanyinya aku tak terlalu memperhatikan,aku suka liriknya.

I'm nobody's child ,i’m nobody's child ,I'm like a flower just growing wild. No mommy's kisses and no daddy's smile,nobody wants me i,m nobody's child.

Setelah tampilan windows sudah muncul,aku meletakkan gitar,dan mulai berselancar di dunia maya,singgah dari satu social network ke social network yang lain.Chating dengan beragam jenis orang. Ada kesenangan tersendiri disana.Aku bisa seharian duduk ongkang-ongkang kaki,dengan mata menatap layar monitor.

Tok tok tok

“Rhe,Ayah boleh masuk?” Tanya Ayah dari balik pintu,aku mematikan rokokku dan menyemprotkan pewangi ruangan.

“Silahkan,pintu tidak dikunci”.Teriakku dari dalam kamar.

Laki-laki itu masuk dengan hidungnya yang mengendus-endus,keningnya berkerut,aku diam saja sambil melirik puntung rokok yang masihmengeluarkan asap di asbak di atas meja belajarku.

“Rhe ?! Kamu merokok ?!”

Ayah,Rhe bukan lagi gadis kecil Ayah yang dulu.Rhe sudah besar,dan sudah mengerti semua.

“Iya” Jawabku singkat dan datar

Ayah memandangku cukup lama,dia terlihat terkejut.”Rhe,merokok itu tidak baik untuk kesehatan,Rhe bisa terkena TBC”Nasehat Ayah.Aku tersenyum sinis menanggapi nasehat itu.”Rokok memang tidak baik untuk kesehatan Ayah,tapi baik untuk pikiran dan jiwa yang sepi” Sahutku seenaknya.

“Kamu ini,mulai melawan orangtua ya.Tidak ada asap rokok dirumah ini.Berhenti merokok atau...”Ayah tidak melanjutkan kalimatnya

“Atau apa?” Tantangku

“Tidak apa-apa,pokoknya tidak ada merokok dirumah ini.Paham? !” Bentak Ayah.Aku diam saja,seharusnya kau pukul saja aku,biar aku punya alasan memukulmu Ayah... ,batinku mulai menggila.

“Ayo makan siang Rhe” Ayah keluar dari kamar,aku mengikutinya dari belakang.

“Ayah,kenapa menikahi Ibu kalau akhirnya berpisah?”Tanyaku setelah selesai makan siang.Ayah terkejut dengan pertanyaanku.Aku lanjutkan lagi,”Kalian lupa kalau kalian punya anak yang harus dipertanggungjawabkan?,Apakah alasan kalian itu bercerai masuk akal? Tidak cocok lagi satu sama lain.Alasan bodoh.Kaliankan memang pada dasarnya beda,jenis kelaminnya aja beda,suku beda,agamanya beda,cara berpikirnya beda,alasan tidak cocok itu gak sesuai dengan kenyataan yang ada pada kalian berdua.Didunia ini tak ada yang diciptakan cocok satu sama lain,pasangan itu merasa cocok karena ada rasa saling mengerti,menghargai dan menerima segala kekurangan dan kelebihan pasangan.Alasan kalian itu bercerai bodoh sekali tahu gak sih !!!!” Aku emosi dan menangis.Ayah hanya diam,dia selalu begitu,diam tak jelas.

“Jangan katakan kalian menikah karena cinta,kalau kalian menikah karena cinta,kalian tak akan bercerai,dan Rhe tak perlu merasa kesepian begini,kalian egois,jahat,tega sekali berbuat begitu kepada Rhe” Aku berlari masuk kekamar.Dan melempar apa saja yang terjangkau oleh tanganku.Aku meninju bantal sampai tenagaku habis.Aku tak menyangka hidupku jadi begini.

____

Tuuut tuuuut tuuuut

“Halo,Ibu? Rhe lulus ! “Teriakku tertahan di telepon,lama aku menunggu respon dari ibu,ada suara laki-laki diseberang sana.”Ibu?” panggilku.” Iya,sayang.Sudah sampai mana tadi?”

Praakkk !!!!! Spontan aku melembar gagang telepon berikut pesawat teleponnya ke dinding. “Aku benci semuanya !!!!” Teriakku kearah Ayah yang berdiri mematung melihatku.”Ayah puas melihat Rhe jadi begini? Puaskan?!,Ibu sendiri gak perduli lagi sama Rhe.Kalian jahat !”

____

Aku mulai terbiasa dengan keadaanku.Ayah,Ibu tak peduli,tak mengapa.Aku juga sudah tidak peduli lagi.Teman-temanku sudah sibuk dengan persiapan-persiapan masuk perguruan tinggi favorit,aku sibuk dengan pelarianku terbaruku,musik tak sanggup menampung seluruh emosiku.Aku tak tertarik untuk kuliah.Aku lebih memilih mengikuti kursus melukis.Menjadi seniman.Aku butuh wadah untuk mengungkapkan apa yang aku rasa,dan melukis adalah cara yang efektif,bereksperimen dengan warna,menikmati sapuan pertama kuas pada kanvas,menuangkan kemarahanku pada setiap sapuan kuasku,kasar,lembut,putus-putus,tegas.Emosiku sudah semakin terkendali sejak aku mulai melukis.

____

Hanya selang enam bulan ternyata ibu sudah menemukan pengganti Ayah,dan memutuskan menikahi pria berdarah Arab itu.Aku mengahadiri resepsi pernikahan Ibu dengan stelan yang berantakan,jeans dipadu atasan you can see panjang sampai paha,sneaker butut,ditambahi dengan kupluk hitam di kepalaku.Rambut panjangku kumasukkan kedalam kupluk dan sebahagian lagi kubiarkan tergerai.Aku memasuki gedung resepsi itu,dengan ratusan pasang mata menatapku dan bisik-bisik ibu-ibu genit,ya ya ya,aku memang putri semata wayang dari teman kalian yang sedang berbahagia itu.Masalah buat kalian aku datang dengan penampilan begini? Aku melongos,dan menghampiri ibu yang sedang sibuk bercipika-cipiki dengan kerabatnya.

“Rhe? Kamu datang dengan penampilan begini?”Tanya Ibu tidak percaya,ini belum seberapa Ibu,masih untung Rhe tidak merokok didepan ibu,batinku.

“Iya ,kenapa ? Ibu keberatan? Biar Rhe pulang saja.”Jawabku menantang.

Ibu tersenyum dan menggelengkan kepala,membimbingku pada laki-laki jangkung berkulit pucat,Ahmed,begitu namanya tertulis di undangan.Begitu dia melihatku,matanya melotot seperti mau keluar,”Rhe” Sapanya sambil menjabat tanganku.

“Rheina,anda tidak berhak memanggil saya ‘Rhe’” Balasku ketus.Ahmed hanya tersenyum,mengangguk.Sok manis.Aku meninggalkan pasangan berumur itu,muak dengan kemesraan palsu yang diperlihatkan mereka kepada orang-orang.Aku beranjak menjauh dari keramaian,pulang ke rumah.Toh,dia tak akan mencariku.

Setibanya di rumah,aku mendapati Ayah berduaan dengan seorang gadis yang bergelayut manja dilengan Ayah.Dan hatiku kembali tercabik-cabik menyaksikan semuanya ini.Baru saja mataku menyaksikan ibu bersanding dengan laki-laki lain,sekarang Ayahku digelayuti manja oleh gadis lain.Hancur.Mataku menatap tajam pada gadis itu ,langkahku mantap ingin menarik rambut gadis itu dan menyeret keluar dari rumahku,tapi sepertinya Ayah menyadari niatku itu,Ayah berdiri duluan,tersenyum dan memperkenalkan gadis itu.”Rhe,sudah pulang? Kenalkan Ini Mawar”.

Gadis itu berdiri menyapaku “Halo Rhe” sambil menyodorkan tangannya menyalamku.

”Jangan panggil saya Rhe,memangnya kamu siapa memanggilku dengan panggilan itu?” Tanyaku tajam dan membiarkan tangannya menggantung.Gadis itu tertunduk dengan wajahnya yang merah.

”Rhe !” Bentak Ayah.

“Apalagi sih Yah? Salah Rhe bilang begitu? Memangnya dia siapa dirumah ini? Pacar baru Ayah? Oh,jadi Ayah ingin seperti Ibu juga,pergi meninggalkan Rhe untuk bersama gadis ingusan seperti dia ??!!! Kalian semua pengecut !! Gak punya hati !! Dan kau gadis ingusan jangan macam-macam sama saya !!” Ancamku terakhir sama gadis itu sambil mengacungkan jari tengah tepat diwajahnya.Ayah terlihat mengepal tangannya,aku tahu Ayah tak bisa berbuat apa-apa dengan kelakuanku.Sedetik aku sempat melihat gadis ingusan itu menepuk-nepuk pundak ayah.Pelacur !. Makiku dalam hati ,berbalik meninggalkan Ayah bersama gadisnya.Aku melihat guci kesayangan Ayah di samping tangga,penuh emosi aku menendang guci itu hingga jatuh dan pecah berkeping-keping.Kulayangkan senyum kepuasan kepada Ayah yang menahan emosi,tak inginterlihat kasar didepan gadisnya.Aku masuk kekamar menyalakan sebatang rokok,menghisap dalam-dalam dan menghembuskan lembut dari mulutku.Aku mengeluarkan peralatan melukisku dan mulai menumpahkan emosiku pada setiap sapuan pada kanvas.Merah,hitam mendominasi pada warna yang aku sapukan.Seperti hidupku,kemarahan,kebencian,pahitnya hidup mewakili semuanya.Kenangan-kenangan masa lalu yang masih teringat jelas di otakku bergantian membayang di kedua mataku.Aku memang tak pernah benar-benar bahagia.Sejumput kebahagiaan yang aku rasakan selama ini palsu.Tak ada cinta yang tulus untukku.Aku menangis.Dan tanganku tak berhenti menggoreskan isi hatiku pada kanvas.Hingga saat aku mulai merasa tenang aku hanya mendapatkan kotak-kotak merah dan hitam diseluruh kanvas,yang dipenuhi dengan warna merah dan hitam pada tengah kotak itu.Ya,inilah hidupku,hanya berkisar pada kotak-kotak kemarahan dan kesedihan.Aku mencampakkan kuas yang ditanganku,menghempaskan tubuhku ke tempat tidur,dan lagi aku menangis.Aku hanya bisa menangis untuk mengekspresikan luka yang aku rasakan saat ini.Setelah menit-menit penuh airmata itu mulai reda,aku duduk menghadap dimeja riasku,memperhatikan wajahku,sudah berapa lama tidak ada senyum dan tawa pada wajah cantik ini? Tanyaku pada diri sendiri.Wajah cantik,memangnya aku cantik?,tanyaku .Iya,kamu cantik,jawabku lagi.Dan sebentuk senyum indah terukir diwajahku.Aku tersenyum.Saatnya memulai sesuatu yang baru,no more tears. Kubongkar laci meja belajarku, yang penuh dengan bungkus rokok,dan puntung-puntung rokok yang tanpa sengaja kumasukkan kesana.Yang kucari tak kutemukan,aku melepas laci itu dari relnya dan menyerakkan semua isinya keatas tempat tidurku.Buku tabunganku,ketemu.Aku melihat saldonya,lumayan besar.Cukup untuk memulai semuanya.Aku mengeluarkan koper dan memasukkan pakaianku dan barang-barang penting lainnya.Aku melihat fotoku bersama Ayah dan Ibu,tersenyum bahagia,aku lupa senyum bahagia itu palsu atau tulus.Aku mengeluarkan foto itu dari bingkainya,dan menyelipkan kedalam koper.Semuanya sudah masuk ke dalam koper.Aku duduk ditepi tempat tidurku dan mencari-cari nama sahabatku.Vivian.Aku menekan tanda panggil pada ponselku,pangggilan terhubung.

”Rhe?” Panggil suara lembut dari seberang sana.Aku lama terdiam.

”Rhe? Halo Rhe? Kamu baik-baik saja kan?” Vivian mulai panik karena aku tak kunjung bersuara.

“Halo Vi,Rhe baik-baik saja”

“Fiuuh,syukurlah.Rhe apa kabar?”

Vivian teman terbaikku,sahabat sejatiku.Menerimaku apa adanya,walau aku dari keluarga berantakan.Selalu ada untukku.Terimakasih Vi,Batinku

“Kabar baik Vi,Rhe malam ini keJogja,Rhe naik pesawat terakhir 19.00,jemput ya dibandara?”Pintaku

Lama aku menunggu jawaban dari Vivian,kalau dia tidak menyanggupi.Tak tahu lagi kemana.

“Baiklah Rhe,tapi janji ya,Rhe harus cerita.Tentang semuanya.”Ada penekanan dikata ‘semuanya’.

“Iya,Rhe janji.Ya sudah kalau begitu Rhe siap-siap dulu ya,sampai ketemu di Jogja Vi”

“Iya,Rhe hati-hati ya,sampai ketemu di Jogja Rhe”

Aku memandang kamarku yang berantakan ini,untuk terakhir kalinya.Kapan aku kembali lagi.Aku tak tahu.Kuseret koperku,sejenak aku mematung di pintu kamarku.Bimbang,aku masuk lagi,mengambil selembar kertas dan menuliskan pesan singkat buat Ayah dan Ibu.

Ayah,Ibu yang Rhe sayang dan cinta

Rhe,pergi untuk mencari cinta dan bahagia yang tulus yang memang di peruntukkan buat Rhe.Seperti Ibu,yang pergi,dan dan menemukan cinta bersama Ahmed.Seperti Ayah dengan gadisnya, Mawar.

Ayah,Ibu,yang Rhe sayang dan cinta.Rhe kesepian sejak Ibu pergi.Hidup Rhe hancur detik itu juga.Rhe berharap suatu saat nanti kita bisa bersama lagi,entah dimanapun itu,ada kita bertiga yang penuh cinta dan kasih sayang yang tulus.Suatu saat nanti.

Mom,Dad I Love you so much.

Peluk dan cium

Rheina Pranata

Berurai air mata aku menyelesaikan pesan singkat itu.Selembar kertas itu keletakkan begitu saja diatas meja belajarku,kuletakkan kotak musik pemberian Ibu diatasnya,dan aku menutup pintu dibelakangku.Perlahan aku menyeret koperku menuruni tangga.Sudah tak ada lagi Ayah dan gadisnya.Entah kemana.Dibawah hanya ada Pak Mus dan Bibi sudah menunggu dengan mata berair.Sampai pada anak tangga terakhir,aku tak kuasa menahan lagi,aku menghambur memeluk Bibi dan Pak Mus,yang sudah 19 tahun mengurus keperluanku.Aku menjadi seperti anak kecil kalau menangis,memeluk erat sambil menarik-narik baju Bibi.Cukup lama berurai airmata.Aku,Bibi,dan Pak Mus,duduk di anak tangga,diam dengan pikiran masing-masing.

“Nak Rheina,mau kemana?”Pertanyaan bibi memecah keheningan.

“Jogja Bi,tempat Vivian” Jawabku perlahan,aku melihat Pak mus menuju sudut ruang tamu dan menuliskan sesuatu diselembar kertas.

“Bi,Rheina berangkat ya,nanti ketinggalan pesawat”Pamitku sambil memeluk perempuan tua itu.Pak Mus,dengan cepat menyelesaikan tulisannya dan menghampiriku.

“Nak Rheina,ini alamat keluarga Pak Mus di Jogja,kalau sempat mampir ya,mereka akan senang sekali dengan kedatangan nona manis dari ibukota” Pesan Pak Mus ramah,aku menerima selembar kertas itu,mengamati sebentar dan menyelipkan kedalam kantung celanaku.Bunyi klakson mobil diluar mengingatkanku,aku harus berangkat.Kuedarkan pandanganku pada setiap sudut rumahku.Sudut kesayanganku dengan dengan piano,tempat jari-jari ibu menari memainkan nada-nada indah.Aku tersenyum sedih.

“Bi,Pak Mus.Tolong jaga Ayah ya untuk Rheina” Menitik air mataku saat mengucapkan kalimat itu.Tak ingin larut lagi dalam kesedihan.Pak Mus Menarik koperku dan memasukkan kedalam bagasi taksi yang sudah menunggu.Sebelum taksi membawaku pergi,lagi,kupandang rumah mewah yang menyedihkan itu.Kulambaikan tangan pada pengasuhku yang sangat setia itu.Sepanjang perjalanan menuju bandara aku menangis.Detik ini juga aku memulai hidupku yang baru,menjalani keputusanku,semua itu akan menjadikanku pribadi yang kuat dan dewasa dalam melihat kedepannya.

____

Vivian dan keluarganya sangat menerima kehadiranku dirumah sederhananya.Kamar yang tadinya berfungsi sebagai gudang kini jadi kamarku,tempat tidur kecil dan sebuah lemari pakaian yang kecil.Vivian menyumbangkan meja belajarnya yang lama untukku,”gak baik mengetik sambil tiduran,nanti punggung dan dadamu sakit” katanya sambil memberi isyarat untuk membantunya mengangkat meja kecil itu.Vivian membantuku menyulap gudang itu,menjadi kamar yang nyaman untukku.Dinding yang sudah mulai kotor kami tempeli dengan poster-poster pemain sepak bola yang aku tak kenal,poster itu sumbangan dari Mas Adri ,kakaknya Vivian.Aku lumayan canggung saat harus mengepel lantai kamarku.”Rhe,belajar ya?” Kata Vivian menyemangatiku.Kami bergantian mengepel lantai itu hingga bersih.Dilanjutkan dengan memasang seprei tempat tidurku,dan mengganti gorden.Hampir setengah hari kami habiskan hanya untuk merapikan kamarku.Setelah semuanya selesai.Aku mengeluarkan laptopku,dan meletakkannya di meja kecilku yang baru,sambil berlagak seperti sales barang furniture.”Ta daaaa” Teriakku kearah Vivian yang senyam-senyum.Mas Adri yang kebetulan lewat di depan kamarku,jadi fotografer dadakan,aku dan Vivian berpelukan dengan latar belakang kamar baruku yang nyaman.Setelah itu kami makan siang bersama dalam satu meja makan,dengan hidangan yang sederhana dan penuh cinta.Kebersamaan ini sungguh indah.Kenapa aku baru merasakan hal seperti ini? Kemana dan dimana saja aku selama ini?.Vivian mengusap punggungku menenangkan hatiku yang mulai sendu.

Berbekal tabunganku dan sedikit bakat seni yang aku miliki,aku bergabung dalam salah satu kelompok seni jalanan yang sudah disortir oleh Vivian.Kelompok seni yang nyentrik tapi masih pada jalan yang benar.Di sana aku belajar memainkan lagu keroncong,dan seni sastra jalanan yang bebas,berima,dan bermakna dalam.Kebanyakan kami mengamen,mencari-cari keramain,menyiapkan alat musik dan mulai berkeroncong ria,peminat keroncong ternyata lumayan banyak.Dengan vespa yang sudah dicat dengan corak batik,kami berkeliling Malioboro.Dan tak lupa aku mengekspresikan apa yang aku rasa atas hidupku yang baru ini kedalam kanvas dan dalam bentuk tulisan.

Sebulan menjadi seniman jalanan cukup untuk melatih mentalku untuk ketahap selanjutnya.Berbekal selembar ijazah SMA,aku mulai memasukkan lamaran ke perusahaan kecil yang membutuhkan tenaga kerja dengan kualitas pas-pas an seperti aku.Seminggu setelah melayangkan sepuluh surat lamaran,aku mendapat panggilan untuk wawancara disebuah perusahaan yang bergerak diproperti dan perumahan.Dan bahagianya aku,hasil wawancaraku tidak sia-sia,aku diterima dibagian administrasi.Aku minta dua hari waktu untuk persiapan.Dengan semangat dan senyumku yang tak pudar dari wajahku,aku menyampaikan berita gembira itu kepada keluarga baruku.Dan disambut dengan pekik gembira,Ibu dan Bapak memelukku bergantian,Mas Adri mengacungkan dua jempolnya dan menyalamiku kuat-kuat,dan Vivian dengan air mata bahagianya memelukku dan berbisik ditelingaku “Aku tahu,dan aku yakin Rhe bisa,selamat ya Rheina Pranata” dan aku pun ikutan menjadi cengeng.Malam itu Ibu merayakan keberhasilanku dengan memasak semur ayam kesukaanku.Ibu mempersilahkan aku menjadi orang pertama yang mencicipi dan mengambil bagian apa yang aku mau,keistimewaan yang menyenangkan.Esoknya setelah Vivian pulang dari kampus,kami berbelanja pakaian yang pantas buat ke kantor.Vivian memilihkan kemeja yang sederhana,rok,dan celana kain dengan harga terjangkau.Paling lama dan paling memusingkan saat memilih sepatu dan tas.Aku tidak terbiasa dengan sepatu yang bertumit dan tas yang dijepit diketiak.Rasanya aneh sekali.Berkali-kali Vivian menekankan “Rhe,perempuan memang harus begitu.Kamu itu dikantor Rhe bukan dijalanan lagi.Saat kamu di kantor berpakaianlah seperti orang pada umumnya ke kantor,saat kamu dijalanan dengan kelompok vespa batik,kamu boleh memakai sneaker kesayanganmu dan jeans”.Alhasil semua keperluanku untuk masuk kedunia pekerjaan adalah pilihan Vivian.

Senin pagi,aku dengan celana kain,kemeja ungu dan sepatu hitam tumit 5 centi,plus tas dijepit diketiak,rambut panjangku kukuncir,dan wajahku hanya dilapisi krim pelembab dan bedak senada dengan warna kulitku,dan pelembab dibibirku,aku pamit kepada Ibu dan Bapak.Aku diantar Mas Adri sampai depan kantor.”Good luck Rhe” ujar Mas Adri,sambil melambaikan tangannya.Vivian ada tugas kuliah yang belum selesai,jadi harus berangkat lebih awal.”Biasa” katanya saat aku tanya kenapa pagi sekali berangkat.

Pelan tapi pasti aku mengikuti irama pekerjaanku.Menikmati setiap prosesnya.Hingga tak terasa,aku sudah menerima gaji pertamaku.Hasil keringatku sendiri.Hari itu aku tidak langsung pulang kerumah,aku mampir ke pasar,membeli buah kesukaan Ibu,buah kiwi.Sepasang sendal jepit untuk Bapak.Kaos bernomor punggung 8 Rikardo Kaka ,untuk Maz Adri.Dan sepasang gelang dari batu-batu yang bercorak warna-warni,satu untukku dan satu untuk Vivian.Dirumah mereka menerima semua itu dengan senyum yang sangat menyenangkan.Ibu dan Vivian yang sangat mudah terharu memelukku bergantian,Bapak dan Maz Adri yang tersenyum bangga dan menepuk-nepuk pelan pundakku.Disini aku menemukan rumah untukku.

___

Hari minggu,hanya ada aku dirumah.Keluarga Vivian adalah penganut katolik yang taat,mereka semua ke gereja.Duduk disudut tempat tidurku,dengan ponselku menempel ditelinga menunggu jawaban dari seberang sana,” Halo” sapa suara perempuan tua yang sangat aku kenali.”Bi,ini Rhe”perempuan diam cukup lama,hingga telingaku mendengar isak diujung sana,dan suara laki-laki tua “Siapa yang telepon?”,”Nak Rheina”jawab perempuan tua itu.Setelah melepas kangen, berbagi dan bertanya kabar.Aku menanyakan soal kedua orangtuaku,”Bi,Ayah dirumah tidak?”

“Bapak,jarang pulang Nak Rheina,gak tahu kemana.Kalau pun pulang pasti tengah malam.Bapak sekarang sibuk entah dengan urusan apa,kalau dirumah seharian bisa didepan komputer terus,sibuk.”

“Pacarnya kemana Bi? Tanyaku penasaran.

“Pacar? Oooh dua hari setelah Nak Rheina pergi,Bapak gak pernah lagi bawa perempuan itu.Sudah putus kali,Iya kan Mus?” Tanya Bibi kepada Pak Mus,dilanjutkan dengan cerita panjang lebar,aku kebanyakan mendengar dan tertawa cekikikan dibuat cerita kedua pengasuhku itu.

”Tapi Ayah sehat kan Bi?”potongku.

”Sehat Nak Rheina,Ibu juga sehat.Baru seminggu yang lalu datang..”.

“Ibu nanya soal Rheina gak Bi?”Tanyaku penasaran

“Iya,Ibu menangis saat membaca surat yang Nak Rheina tinggalkan”

“Cuma menangis? Gak bertanya soal Rheina dimana sama siapa gitu?”

“Ditanya,Bibi bilang kalau Nak Rheina di Jogja ditempat Vivian”

“Terus Ibu bilang apa lagi Bi?” Aku semakin penasaran

“Ibu akan menyusul ke Jogja,gak tahu pastinya kapan”

“Oh,Ibu masih bersama pria Arab itu kah?”

“Iya Nak Rheina”

Lama hening,sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Bi,udah dulu ya,Rhe ngantuk,mau tidur.Salam Buat Ayah dan Ibu.Rhe baik-baik dan bahagia disini,dadah Bi”

Mataku menerawan langit-langit kamarku,dan senyum diwajahku mengembang saat aku menyadari kalau aku sudah dewasa,mengikuti irama kehidupan.Aku mengingat-ingat masa aku dengan rokok dan perkataan kasar yang keluar dari mulutku hingga sekarang aku dengan semuanya yang sudah terorganisir rapi,aku cinta hidupku yang baru.

___

Setelah hampir setengah tahun tinggal bersama keluarga Vivian,akhirnya aku memutuskan menganut ajaran agama katolik,dan itu juga melalui pergumulan dengan hatiku.Tapi setelah aku pikir,ini yang aku mau beribadah bersama orang-orang yang aku cintai.

”Rhe,kamu yakin dengan pilihan ini”Tanya Vivian memastikan aku tidak mengambil keputusan yang salah.

”Yakin Vi” Jawabku tegas

“Bukan karena kami atau hal yang lainnya?”

“Vi,ini keputusan mutlak.Tidak dapat diganggu gugat.Seperti kata Ibuku,bahwa aku akan memilih sendiri.Inilah saatnya,dan inilah pilihanku”

Aku resmi menganut ajaran agama katolik dengan Bapak Vivian sebagai Bapak baptisku.

____

Tentang Ayah dan Ibuku,mereka mengunjungiku sebulan setelah aku dibaptis.Ayah dan Ibu memelukku bersamaan,Ibu menangis dipundakku,”Ibu sayang Rheina,kita pulang ya sayang?”bisik ibu ditelingaku.Ayah membelai rambut panjangku.Setelah cukup lama berpelukan melepas rindu,Ibu dan Bapak Vivian membimbing kami masuk keruang tamu,disuguhi pisang goreng yang masih hangat,kedua pasang orangtuaku ini,berbincang-bincang.Ibu Vivian banyak menceritakan tentang aku saat pertama kali tinggal bersama mereka dan pencapaianku.Menjelang makan siang Ayah mengajak kami semua makan direstoran mewah.Sehari penuh bersama orangtua dan orangtua angkatku,dan saudaraku yang baru.Sungguh indah.Ternyata dibalik dukaku ada sinar terang yang menjanjikan kebahagiaan tak terhingga kepadaku.Ini yang aku mau bahagia penuh cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang aku sayang.Pada saat Ayah dan Ibu pamit pulang,Ayah berpesan untuk supaya aku melanjutkan kuliah,dan secepatnya kembali ke rumah.Aku mengiyakan,bagaimana pun juga aku putri mereka satu-satunya.Akulah yang menemani mereka sampai tua nanti bahkan sampai ajal menjemput.Aku memang benci mereka sejak perceraian itu,tapi rasa benciku tidak dapat mengalahkan rasa cinta dan sayangku kepada Ayah dan Ibu.

___

“Rhe,tolong ambilkan air putih” Pinta Ayah

Aku meninggalkan laptop sejenak dan mengambil segelas air minum untuk Ayah yang sedang membaca koran.

____

Rheina kembali ke Jakarta saat Bibi mengabarkan Ayahnya terserang stroke ringan.Dan dengan segenap cinta dan sayang,gadis itu pulang.dan menghabiskan hari merawat Ayahnya.

Gadis itu sukses melewatimasa transisinya.Tumbuh menjadi gadis dewasa.Menyanggupi permintaan Ayah untuk kuliah dan meneruskan memimpin perusahaan milik Ayah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun