Mohon tunggu...
Conni Aruan
Conni Aruan Mohon Tunggu... Administrasi - Apa ya?

Zombie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah,Aku Ingin Ke Pantai

22 Agustus 2012   08:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:27 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="3.bp.blogspot.com"][/caption]

“Ayah,aku mau ke pantai” Pinta anak kecil itu sambil mengikat kayu kering yang sudah dibuang daun-daunnya.Arman,memandang lekat wajah anak itu.

”pantai?” tanya Arman memastikan anak itu tidak salah bicara.

”Iya Ayah,pantai” jawab anak itu mantap kemudian mengeluarkan selembar kertas dari kantongnya.Arman menghentikan kegiatannya ,membelah-belah kayu.Iya,Arman adalah seorang tukang kayu.Anak itu memperlihatkankertas yang sudah lusuh karena terlalu lama dikantongi kepada Arman.Arman mengamati gambar ditangannya itu,pantai dengan air yang seperti kaca berwarna biru,langit biru,awan putih seputih kapas,pohon-pohon kelapa dipinggiran pantai.

”Darimana kau dapat gambar ini?” tanya Arman.

”Dari warung,seminggu yang lalu,Ayah ingat? Menyuruhaku menjual sepuluh ikat kayu bakar untuk membeli beras? Aku menemukan gambar itu pada sebuah koran bekas,dan aku menyobeknya,dan menyimpannya sampai sekarang”terang anak itu kepada Arman sambil berharap Ayahnya akan memberikan harapan kepadanya.

”Tidak ada yang istimewa dari pantai Nak,cuma air dan pasir dimana-mana” Arman kembali melanjutkan pekerjaannya.Anak itu tidak terima Ayahnya berkata seperti itu,dia pun mengoceh.

”Memangnya Ayah pernah melihat air yang begitu banyak? Digunung ini hanya ada aliran sungai kecil Ayah,memang airnya bening dan ada ikan-ikan kecil yang lucu,tapi tidak ada awan biru yang luas,gak ada awan putih yang berserak dimana-mana,disini hanya ada pohon Ayah,lihat kesampingkiri kanan adanya pohon,lihat keatas ada pohon yang seperti raksasa besar dan tinggi,langit dan awan tidak kelihatan Ayah.Aku sudah bertanya kepada penjaga warung,dimana aku bisa menemukan pantai yang indah sepertidi foto ini,katanya,ada begitu banyak pantai yang indah,kau hanya perlu mengunjungi salah satunya.Nah,Ayah dengar kan? Kita hanya perlu mengunjungi salah satunya,dari sekian banyak pantai,hanya perlu mengunjungi salah satunya Ayah!.” Anak itu semakin bersemangat,sampai tangannya yang memegang kayu teracung ke udara.Arman terlihat tidak perduli akan anak itu,dia sibuk dengan kayu-kayu besar yang akan di belah dengan kapak tuanya.

-

“Ayah,kapan kita ke pantai?”Tanya anak itu disuatu siang yang sejuk selepas menyantap makan siang

“Ayah tidak tahu,pantai itu jauh” Jawab Arman yang sedang tiduran.

Anak itu kembali memandangi gambar pantai.Arman memperhatikan anak itu,anak satu-satunya.

“Di pantai tidak ada pohon dengan dengan daun-daunnya yang rimbun,tidak ada dahan pohon yang bisa kau panjat dan berayun dengan sesuka hatimu,bahkan air yang sangat banyak itu tidak bisa kau minum”

Anak itu menoleh tiba-tiba kepada Arman,”Air yang banyak itu tidak bisa diminum?”.

“Iya,asin.Rasanya asin.Coba saja kau larutkan sesendok garam pada segelas air,seperti itu rasanya, asin.Tidak enak.Disini kau bisa meminum sebanyak yang kau suka”.

“Benarkah itu Ayah?”Tanya anak itu memastikan apa yang dikatakan Ayahnya tidak mengada-ada

“Iya,di pantai itu panas,matahari terik sekali,kulitmu bisa gosong,disini kau bisa tidur siang dengan nyaman,sejuk.Terik matahari dihalangi oleh pohon-pohon”.

Anak itu terdiam mendengar penjelasan Arman.Jari-jarinya yang kecil itu masih menelusuri setiap lekuk pantai pada gambar yang sudah mulai usang itu.

“Coba kau tarik nafasmu dalam-dalam dan hembuskan”suruh Arman kepada anak itu

“Apa?” tanya anak itu tidak mengerti

“Begini..”Arman menarik nafasnya dalam-dalam,matanya tertutup,dan kemudian mengeluarkannya lewat mulut.Anak itu memperhatikan Ayahnya dengan seksama.

“Nah,coba kau ulangi seperti yang Ayah lakukan tadi”.Anak itu menurut dan melakukan apa yang dilakukan oleh Ayahnya.

“Sudah,lalu?” tanya anak itu kebingungan

“Aroma apa yang kau cium? Bau apa?” Tanya Ayahnya bersemangat

“Ha? Aroma kayu yang masih basah...? Tanah...? Lembab...? Rumput...,?” Anak itu semakin kebingungan.

“Nah itu kau tahu,ada banyak aroma disini,di pantai? Hanya ada bau ikan asin Nak,ikan asin.”jawab Ayahnya mantap,ada rasa senang disana karena sedikit lagi dia berhasil menghilangkan keinginan anak itu ke pantai.

“Ikan asin??”

“Iya ikan asin yang kau makan setiap hari”

Anak itu terdiam,pikirannya sibuk membandingkan pantai dan gunung.Perkataan-perkataan Ayahnya terngiang ditelinganya pagi, siang,dan malam.

-

Beberapa hari berlalu dengan tenang,tak ada percakapan tentang pantai.Anak itu sekarang banyak diam dan menyendiri.Dia menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan kemudian memanjat pohon mangga disamping rumahnya, berayun-ayun dengan kaki menjepit dahan pohon,dan wajahnya hampir mencium tanah.Bahkan pernah sekali anak itu tidak kelihatan sama sekali seharian.Hingga Arman menemukan anak itu,tertidur di tepi sungai kecil dengan gambar pantai yang tergulung di tangan kecilnya.Arman menggendong anak itu pulang.Mereka sampai dirumah,jangkrik sudah bernyanyi merdu.

“Ayah,sudah pernah kepantai?” .

Arman terkejut,ia mengira anak itu sudah tidur.Cahaya redup dari lampu minyak tanah memperlihatkan wajah anak itu,ada yang berbeda,wajah itu taklagi segar,wajah itu sama redupnya dengan lampu itu.Ayah beranak itu tidur berdampingan,pada selapis tikar yang sudah usang.Arman yang berbaring berbantalkan kedua tangannya dan anak itu memunggungi Ayahnya.

“Ayah?” tanya anak itu lagi

Hening

“Ibumu lahir dipantai”

Anak itu terkejut mendengar penuturan Ayahnya itu.

“Ibu? Siapa Ibu? Aku punya Ibu?”Anak itu duduk menatap Arman. Kupikir hanya ada kita berdua,aku dan Ayah.

“Iya Ibumu lahir dipantai.Ayah bertemu dengan Ibumu dipantai.Ayah menikah dengan Ibumu di pantai,Ibumu melahirkan kau di pantai,Ibumu meninggal di pantai”

Anak itu memandang Ayahnya,tepat dimata laki-laki itu,ada bening-bening kaca disana.

“Ayah benci pantai?” tanya anak itu pelan,tepatnya berbisik.

Arman hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu,bagaimana mungkin ia membenci tempat itu,sementara setengah dari jiwanya tinggal disana.

“Sudah malam,waktunya tidurLangit”

Langit.Langit adalah nama anak itu.Langit nama yang diberikan Ibunya.Ibunya yang sangat menyukai langit,langit yang bergerombol yang terkadang membentuk raksasa,halus-halus seperti bulu ayam,langit yangmirip sisik ikan,ada yang mirip gunung.

Anak itu diam,matanya menerawang dan kembali berbaring disamping Ayahnya.

“Ayah.aku ingin ke pantai bertemu Ibu”

Arman sudah tidur.

-

“Ayah,aku ingin ke pantai”

Anak itu kembali mengigau.Arman terlihat sangat cemas di samping anak itu.Badannya kurus kering dan panas.Arman mengompres dahi anak itu dengan handuk kusam,dan kembali membasuh dengan air dingin kala handuk itu sendiri sudah hangat.Anak itu tak mau makan.

“Makanlah,sesendok saja.Ayah masak bubur pakai bayam dan ikan,bukan ikan asin tapi ikan laut yang rasanya sangat enak ,manis.Langit,makanlah anakku” bujuk Arman.Tapi anak kecil itu tetap tidak mau membuka mulutnya.Arman kelihatan putus asa,akan keadaan Langit,matanya tak lagi bersinar cerah.Langit tak lagi cerah,Langit mendung.Arman memandang keluar kayu-kayu kecilberserakan,tak adalagi yang mengikat sambil mengoceh.

“Ikan dari laut? Ayah? Pantai?” Anak itu bersuara lirih.Arman terkejut mendengar suara lirih itu.

“Iya Nak,dari pantai.Makan ya? Enak dan manis..”

Perlahan anak itu membuka mulutnya,dengan bersemangat Arman menyuapi mulut kecil itu penuh-penuh.Ajaib,satu piring penuh habis! Arman menengadahkankepalanya mengucap syukur.

-

Semakin hari,badan anak itu semakin kurus,panas pada tubuhnya menjadi-jadi,dan ada bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya.Arman tak punya uang lagi,dia berhenti mencari kayu hanya untuk merawat,menemani,dan menyuapi anaknya dengan makanan seadanya.Tak ada lagi ikan laut.

“Ayah” Panggil anak itu pelan sekali

“Ayah disini Nak”

“Aku sudah bertemu dengan Ibu.Kau tahu Ayah,Ibu mengajakku kepantai,bolehkah aku ikut Ayah?”

Badan Arman seketika menegang mendengar perkataan langit,mata yang letih dan kelelahan itu berkaca-kaca.

“Tidak Nak,kau tidak boleh ikut dengan Ibumu.Ayah yang akan membawamu kepantai.Ayah janji,begitu Langit sembuh kita kepantai.Kita bermain ,berkejar-kejaran dipantai,akan Ayah belikan bola Nak.Kita main bola di pantai.Langit harus sembuh dulu”Arman terisak sambil membelai wajah cekung itu.

“Benarkah itu Ayah?”

“Iya Nak,hanya ada Ayah dan Langit.”

“Besok aku sudah sembuh Ayah ,berkemaslah besok kita kepantai bukan?” Wajah cekung itu tersenyum,pancaran kebahagiaan ada pada sepasang mata yang redup itu.

-

Arman mengiyakan kemauan anak itu,dengan satu-satunya kain panjang milik mereka ,Arman menggunakannya mengikat Langit dipunggungnya.Pagi itu,Arman berjalan menyusuri lereng gunung,melewati sawah dengan padi yang sebentar lagi siap panen.

“Langit ,lihat padi-padi itu,seperti emas bukan?”

“Tidak tahu Ayah,aku belum pernah melihat emas” jawab anak itu pelan dari balik punggung Arman.Nafasnya terasa hangat di leher Arman.

Arman berhenti dan mengambil beberapa bulir padi yang sudah kuning.Arman memberikan padi itu kepada Langit.

”Emas itu seperti ini Nak,Ini Ayah berikan beberapa bulir emas untukmu.Simpan baik-baik”.Langitmenerima bulir-bulir padi itu dan tersenyum.Langit menyandarkan kepalanya yang semakin terasa berat dipundak Ayahnya.Arman kembali berjalan,kali ini melewati jalan setapak memasuki perkampungan kecil.

“Langit,pernahkah kau merasakan berjalan sejauh ini?”

“Tidak pernah Ayah”

“Kini kau merasakannya”

“Bukan aku,tapi Ayah”

“Kita”

“Iya,kita”

Arman berhenti ,disalah satu pohon yang rimbun.Menurunkan Langit yang semakin memucat dari punggungnya.Arman mengeluarkan bekal,nasi putih,bubur, ikan kering,dan air putih.Arman menyuapiLangit pelan-pelan,dan memberinya minum.Setelah memastikan perut kecil itu terisi penuh,Arman mengisi perutnya dengan beberapa suap nasi.Dan kemudian melanjutkan perjalanan.

“Ayah,kau makan sedikit sekali”

“Iya”

“Kenapa Ayah?”

“Biar bekal kita cukup sampai kepantai”

Tak ada lagi perkataan dari balik punggung itu.Arman sudah semakin jauh.Kini kakinya yang kurus kering itu menapaki jalanan beraspal.

-

“Ayah,aku merasa terbang”

“Iya kita terbang”

“Ayah,tidak berjalan?”

“Ayah naik sepeda”

“Sepeda?”

“Iya”

“Kita tidak punya sepeda”

“Orangtua yang baik hati meminjamkan”

“Oh”

-

Perjalanan masih jauh,masih sangat jauh.Laki-laki itu semakin kurus,anak kecil di punggungnya semakin lemah.

“Ayah,aku mencium aroma pantai,sudah dekat kah?”

“Sebentar lagi sampai”

-

Beberapa hariberlalu,bekal makanan dan air minum sudah habis.Uang yang tak banyak membeli makanan dan air minum secukupnya,cukup untuk anak kecil itu.Arman masih kuat hanya minum dan makan sisa anak kecil itu.

“Ayah,ibu datang lagi.Mengajakku kepantai”

“Tidak ada Ibu,Ayah akan membawamu ke pantai”

“Hanya ada kita?”

“Iya,Ayah danLangit”

-

Tubuh kurus di punggung Arman sekarang tidak banyak bicara lagi,ia akan menjawab bila dipanggil saja,dan hal itu benar-benar mencemaskan Arman.Sehingga Arman harus sering memanggilnya,untuk memastikan.Memastikan jiwa tubuh kurus itu masih bersamanya...

“Langit,kau dengarkah itu?”

“Apa?”

“Bunyi Ombak”

“Iya,aku mendengarnya Ayah”

“Ayah?”

“Apa”

“Masih jauhkah”

“Sebentar lagi sampai”

“Aku kedinginan”

Arman membetulkan kain panjang itu ,sehingga menutupitubuh kurus itu sampai kepala.Rantai sepeda putus,dan ia harus kembali berjalan.Perjalanan masih panjang.

-

Arman merasa sudah sangat jauh berjalan,tapi pohon-pohon yang besar dan tinggi,masih saja ia jumpai.Ragu.Tapi ia terus berjalan.

“Langit?”

“Hm”

“Tidurlah”

-

Arman semakin kurus,dan Pucat.Anak kecil dipunggungnya semakinterasa berat.Anak kecil itu kini bernafas satu-satu.

“Langit?”

Tidak ada jawaban.

Arman kembali berjalan.

“Langit?”

“Hmm”

Arman kembali berjalan.

“Ayah,aku ingin ikut Ibu”

“Tidak”

Arman berjalan lagi.

“Langit?”

“Hmm”

Arman kembali berjalan.

“Langit?”

Tidak ada jawaban.

Kaki Arman tetap melangkah.

“Langit?”

Tidak ada jawaban.

“Langit”

Tidak ada jawaban.

Begitu seterusnya,Arman selalu memanggil,walau tak ada jawaban.Tubuh kurus kecil dipunggung Arman sudah membeku.Sepasang kaki kurus dan panjang tetap melangkah,mantap menuju pantai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun