Mohon tunggu...
Conita Rizki Kamalia
Conita Rizki Kamalia Mohon Tunggu... -

Food Technology Student

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Asupan Protein Balita Anda Rendah? Hati-Hati Terjangkit Marasmus Kwarshiorkor

19 Desember 2014   03:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:00 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Konsumsi protein yang cukup sangat penting bagi pertumbuhan balita. Fungsi utama protein adalah sebagai zat pembangun tubuh selama masa pertumbuhan, memelihara jaringan, dan menggatikan sel-sel yang mati dan aus terpakai. Selain berfungsi sebagai zat pembangun, protein juga dapat digunakan sebagai penghasil kalori (energi) setelah karbohidrat. Menurut Prof. Dr. Achmad Djaeni S, M.Sc. dari Universitas Indonesia dalam bukunya yang berjudul Ilmu Gizi, apabila sang balita kekurangan asupan kalori dari karbohidrat, tubuh akan menyiasatinya dengan mensintesis protein menjadi sumber kalori pengganti. Hal ini tentu tidak baik bagi masa pertumbuhan balita karena akan menyebabkan tubuh semakin kekurangan protein dan akibatnya fungsi protein tidak dapat berjalan seperti seharusnya.

Marasmus merupakan suatu keadaan malnutrisi akibat rendahnya asupan kalori secara ekstrim sehingga menyebabkan defisit energi di dalam tubuh.  Sedangkan Kwarshiorkor merupakan keadaan malnutrisi akibat rendahnya asupan protein secara ekstrim. Berdasarkan penelitian, marasmus dapat terjadi pada balita dengan rentan usia 6 - 12 bulan dan kwarshiorkor dapat terjadi pada balita dengan usia di atas 16 bulan.

Balita yang terjangkit marasmus akan menampakan beberapa ciri, yaitu hilangnyanya nafsu makan, diare, kulit kering dan longgar, kehilangan jaringan adiposa di daerah yang seharusnya banyak lemak seperti bokong dan paha, rambut menipis berwarna kuning (flag syndrome), dan pengecilan otot. Sedangkan pada balita yang terjangkit kwarshiorkor ciri-cirinya diantaranya adalah balita menjadi apatis, edema (pembengkakan), terjadi penurunan massa otot, perut membesar sehingga menyamarkan penurunan berat badan, sistem imun melemah, lengan dan kaki sangat kurus, dapat tumbuh dengan tinggi normal namun berat badan tidak sesuai dengan umurnya, kulit kering, perubahan warna rambut, dan diare. Adapun kasus yang paling sering ditemukan adalah campuran dari keduanya sehingga disebut marasmus kwarshiorkor. Berdasarkan kualifikasi GOMEZ dengan acuan standar Harvard, seorang balita yang terjangkit masrasmus kwarshiorkor akan memiliki berat badan kurang dari 60% balita sehat pada umumnya.

Marasmus kwarshiorkor ini dapat dicegah dengan memperhatikan asupan protein yang diberikan pada balita. Menurut Sediaoetama (1985) berdasarkan fungsinya di dalam tubuh protein terbagi atas tiga kategori, yaitu protein lengkap, setengah lengkap, dan protein tak lengkap. Protein lengkap merupakan protein yang berkualitas tinggi yang sangat dibutuhkan oleh anak usia balita karena protein kategori ini dapat mendukung pertumbuhan sekaligus pemeliharaan jaringan tubuh. Berbeda dengan protein setengah lengkap, protein kategori ini baik dikonsumsi oleh orang dewasa tetapi tidak untuk balita. Hal tersebut disebabkan karena komponen dari protein setengah lengkap hanya mampu memelihara dan menggantikan jaringan tubuh yang aus terpakai tetapi tidak dapat mendukung pertumbuhan yang sangat diperlukan oleh anak usia balita. Lain hal dengan protein tidak lengkap, protein kategori ini sama sekali tidak dianjurkan untuk balita karena tidak dapat mendukung pertumbuhan juga tidak mampu memelihara jaringan yang aus terpakai.

Berdasarkan Daftar Analisa Bahan Makanan yang dikeluarkan oleh Depkes RI, sumber protein berkualitas tinggi bisa didapatkan dari sumber protein hewani, misalnya daging ayam, telur, susu sapi, daging sapi, ikan segar, udang segar, dan kerang-kerangan. Sumber protein hewani lebih dianjurkan karena memiliki kandungan asam amino esensial  lebih lengkap dibandingkan sumber protein nabati. Asam amino esensial adalah suatu substansi protein yang tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh dan harus dikonsumsi dari luar berupa makanan. *** Conita Rizki Kamalia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun