Mohon tunggu...
conie sema
conie sema Mohon Tunggu... Seniman - Pekerja seni di Teater Potlot

CONIE SEMA, lahir di Palembang. Mulai menulis sastra, esai, dan naskah panggung, saat bergabung dengan komunitas Teater Potlot. Karya cerpen, puisi, esai, dan dramanya dipublikasikan media antara lain, Lampung Post, Koran Tempo, Media Indonesia, Majalah Sastra Horison, Sriwijaya Post, Mongabay Indonesia, Berita Pagi, Sumatera Ekspres, Haluan Padang, Majalah Kebudayaan Dinamika, dan Lorong Arkeologi. Puisinya terhimpun dalam antologi bersama: Antologi Rainy Day: A Skyful of Rain (2018), Sebutir Garam diSecangkir Air (2018), Selasa di Pekuburan Ma’la (2019), When The Days Were Raining - Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival (2019). Salah satu naskah dramanya, Rawa Gambut mendapat Anugerah Rawayan Award 2017 oleh Dewan Kesenian Jakarta. Perahu, adalah novel pertama (2009, cetak ulang 2018). Conie Sema bisa dihubungi: Alamat : Jalan Randu No. 13-B, Kemiling, Bandar Lampung. Telp : 0857 6972 3219 WA : 0857 6972 3219 Email : semaconie@gmail.com KTP : 1871132404650002

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Berhitung Cahaya dan Waktu

30 Desember 2020   23:53 Diperbarui: 31 Desember 2020   00:10 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
On The Edge by Clay Enoch

Puisi Conie Sema

BERHITUNG CAHAYA DAN WAKTU

tapak sore. arah muara entah ke mana. ada yang memintas batang udara di tanah rendah. menata angin di kaki rumah. ada yang ingin pulang sebelum petang. menggambar peta dan ruang geometrisnya. tak ada yang membawa tanda dan nama-nama. sepanjang pergerakan sungai dan pohon. kau duduk di situ. menghitung orang-orang berlari. perahu melaju. burung-burung terbang ke hulu. betapa menjauhnya jarak melambannya waktu. kau duduk di situ. aku berlari menatapmu. 

di celah cahaya debu tubuhmu berubah seikat lidi menyusun bayang di tembok bergambar silam. ada gumpalan awan terus bergerak meninggalkan aku. saat kau duduk menghitung orang-orang berlari. sampai tiba segala tak bisa dibekukan. betapa cahaya tak mengalami waktu. aku pun di situ. duduk menghitung kau berlari sambil menatapku.  

2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun