Mengikuti berita tentang kasus Muhammad Nazarudin (MN) di media masa, mengingatkan penulis pada sebuah lagu kroncong langgam jawa jadul berjudul “Kencono katon wingko” yang arti maksudnya kira-kira“Emas-berlian namun terlihat sebagai wingko atau pecahan gerabah yang tidak bernilai lagi”
Kemiripan tersebut antara lain adalah; Kebaikan atau jasa-jasa yang pernah dilakukan MN terhadap Partai Demokrat (PD) maupun jasa-jasa MN kepada individu-individu pejabat di lingkungan PD saat ini sudah dilupakan atau tidak dihargai lagi, malahan secara beramai-ramai memusuhi atau paling tidak menyalahkan MN karena dianggap sebagai biang permasalahan bagi PD.
Kemesraan hubungan individu pejabat-pejabat teras PD dengan MN (yang terlihat dengan cipika-cipiki pada saat saling bertemu), sudah berubah dengan pernyataan siap untuk dikonfrontir dalam rangka membuktikan bahwa pejabat yang bersangkutan bersih atau tidak terlibat kasus yang dianggap sebagai aib tersebut.
Keberadaan MN sebagai bendahara umum PD, diyakini memegang peran sangat penting terutama pada saat-saat PD menyelenggarakan hajatan yang memerlukan dana tidak sedikit. Peran yang begitu besar dan penting tersebut saat ini tidak lagi terlihat bekasnya, yang nampak adalah bahwa seolah-olah MN bukan warga PD, melainkan orang luar yang mengganggu serta menimbulkan masalah yang menyebabkan turunnya citra PD. Seolah-olah MN adalah najis yang harus secepatnya dibersihkan.
Makna lagu diatas tersebut terasa cocok kalau saat ini disenandungkan oleh MN sambil rebahan di dalam sel tahanan, memandang langit-langit pada saat menunggu waktu berbuka puasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H