Di Bahodopi mereka di tempatkan di daerah-daerah kosong yang pada saat ini berkembang menjadi desa-desa indigineus yang ada di Kecamatan Bahodopi.
Setelah sampai di wilayah Bahodopi, para pengikut Kahar Muzakar diberi kesempatan untuk menata hidup kembali. Selain diberi kesempatan untuk membangun pemukiman baru sebagai tempat tinggal, mereka juga diberi kesempatan untuk mengembangkan sumber penghidupan sesuai dengan minat dan keahlian yang dimiliki.Â
Sebagian besar mengembangkan usaha tani baik pertanian sawah maupun pertanian ladang, dan sebagian lagi mengembangkan usaha penangkapan ikan (nelayan). Di sela-sela kesibukan bertani atau menangkap ikan, mereka juga melakukan kegiatan mengambil hasil hutan seperti damar, rotan, dan sagu.
Pertanian sawah banyak dikembangkan di daerah bantaran sungai-sungai yang ada di wilayah Bahodopi. Berkat keberadaan sungai-sungai tersebut, lahan persawahan yang dikembangkan oleh warga relatif subur karena tersedia air yang cukup untuk irigasi pertanian yang diambil dari sungai-sungai tersebut.Â
Di lahan persawahan tersebut, hampir sepanjang tahun warga dapat membudidayakan tanaman padi yang hasilnya dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Â
Salah satu desa yang memiliki lahan persawahan relatif luas sehingga menjadi sentra pertanian padi sawah di wilayah Bahodopi adalah Desa Dampala. Di desa tersebut sebagian besar warga bekerja sebagai petani sawah dengan tanaman padi sebagai komoditas pertanian utama.
Di desa-desa lain di wilayah Bahodopi sebenarnya juga ada lahan persawahan, namun jumlahnya relatif terbatas. Hal itu karena rata-rata topografi wilayah di desa-desa tersebut berbukit-bukit sehingga tidak cocok untuk lahan persawahan.Â
Keterbatasan lahan persawahan tersebut menyebabkan sebagian besar warga mengembangkan pertanian ladang, baik dilahan hutan milik sendiri maupun milik negara.Â
Karena tidak ada saluran irigasi dan hanya mengandalkan air hujan sebagai air irigasi,  maka warga yang bekerja sebagai petani ladang  hanya membudidayakan tanaman padi sekali dalam satu tahun yaitu pada musim penghujan saja (Oktober-Maret).Â
Pada musim kemarau lahan ladang milik warga dibiarkan bera (tidak ditanami) hingga tiba musim hujan kembali. Selain menanam tanaman padi, pada umumnya warga juga menamam tanaman buah-buahan di lahan ladang yang dimiliki.
Selain mengembangkan usaha tani sawah/ladang, karena umumnya desa-desa yang dihuni oleh warga asli terletak di wilayah pesisir/pantai maka ada pula warga yang bekerja sebagai penangkap ikan (nelayan).Â