Mohon tunggu...
Dece Mulyono
Dece Mulyono Mohon Tunggu... Freelancer - pemerhati masalah sosial

menulis untuk kebaikan bersama...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penguatan Peran Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa

19 Februari 2018   11:28 Diperbarui: 19 Februari 2018   11:49 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Undang-Undang No 6 Tahun 2014 selain memberi kewenangan yang lebih luas kepada pemerintahan desa untuk melaksanakan tugas  pembangunan desa yang dibuktikan dengan kebijakan pengalokasian anggaran APBN untuk desa yang dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat, juga mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan desa harus dilaksanakan secara partisipatif, melibatkan seluruh masyarakat termasuk kelompok rentan (minoritas, difabel, perempuan, miskin).

Hal itu bertujuan agar pembangunan yang dilaksanakan oleh desa benar-benar bermanfaat bagi seluruh warga masyarakat di desa, termasuk warga masyarakat yang tergolong sebagai kelompok rentan.

Realita yang selama ini terjadi di desa, terkait dengan kegiatan perencanaan pembangunan desa, sebagian besar desa di Indonesia masih belum dapat melaksanakan amanat UU tersebut. Memang selama ini desa-desa sudah bisa melaksanakan perencanaan pembangunan, namun umumnya masih belum secara partisipatif.

Ada desa yang melaksanakan perencanaan pembangunan secara elitis yaitu sepenuhnya dilakukan oleh pemerintahan desa, baik dilaksanakan sendiri oleh kepala desa, aparat desa, dan BPD, maupun dilakukan oleh tim ahli yang menjadi konsultan dalam perencanaan pembangunan desa.  Ada pula desa yang sudah melibatkan masyarakat dalam melaksanakan perencanaan pembangunan yaitu melalui mekanisme musrenbangdes.

Namun sayangnya, belum semua komponen masyarakat diundang dalam kegiatan tersebut. Pada umumnya yang diundang dalam musrenbangdes adalah tokoh-tokoh masyarakat saja, baik tokoh masyarakat yang bersifat formal yaitu mereka yang menjabat sebagai pengurus RT/RW maupun tokoh masyarakat yang bersifat nonformal misalnya tokoh agama. 

Seringkali pemerintah desa lupa untuk mengundang warga masyarakat yang dikelompokkan sebagai "kelompok rentan" yaitu mereka yang tergolong sebagai minoritas, miskin, difabel dan perempuan. Kalaupun mereka yang tergolong dalam kelompok rentan tersebut diundang dalam musrenbangdes, biasanya mereka tidak bisa menyampaikan aspirasinya, baik karena minder sehingga tidak mampu bicara maupun karena aspirasi mereka tidak tertampung karena tidak dianggap oleh mayoritas peserta musrenbang.

Dampak yang terjadi akibat perencanaan pembangunan yang belum partisipatif adalah pelaksanaan pembangunan desa yang selama ini dilaksanakan oleh sebagian besar desa-desa di Indonesia belum bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat. Padahal pelaksanaan pembangunan desa belum bisa dikatakan berhasil bila masih ada sebagian warga masyarakat yang belum bisa merasakan manfaat dari pelaksanaan pembangunan tersebut.

Tentu semua pihak berharap pelaksanaan pembangunan di desa bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga masyarakat di desa, dan tidak ada satupun warga masyarakat yang merasa terabaikan, sehingga cita-cita luhur para pendiri bangsa ini, yaitu terciptanya masyarakat yang sejahtera, adil makmur dan merata dapat segera diwujudkan.

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan perencanaan pembangunan desa yang partisipatif, sesuai dengan amanat undang-undang desa maka baru-baru ini Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM mengadakan kegiatan pengabdian di desa Jomboran, salah satu desa di kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Dalam kegiatan tersebut UGM mengajak warga masyarakat desa  beserta pemerintahan desa (kepala desa, perangkat desa dan BPD) untuk bersama-sama belajar tentang perencanaan pembangunan desa yang partisipatif melalui kegiatan pelatihan perencanaan, penganggaran dan evaluasi hasil pembangunan desa.

PSPK UGM memandang bahwa kegiatan ini penting untuk segera dilakukan karena selama ini pemerintahan desa dan warga masyarakat desa masih memiliki pemahaman yang relatif terbatas terkait dengan perencanaan, penganggaran dan evaluasi hasil pembangunan desa yang bersifat partisipatif, sehingga pembangunan yang selama ini dilaksanakan oleh Desa belum bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat.

Apabila kondisi ini terus dibiarkan maka tujuan negara untuk menciptakan pemerataan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia akan sulit diwujudkan.

Selain itu, PSPK UGM memilih untuk melakukan kegiatan ini karena hingga saat ini belum banyak pihak yang memiliki kepedulian pada upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Harus diakui bahwa saat ini sudah ada beberapa pihak, misalnya dari kalangan LSM yang telah memiliki kepedulian pada upaya untuk mendorong terwujudnya perencanaan pembangunan yang bersifat partisipatif.

Namun besarnya jumlah desa di Indonesia telah menyebabkan peran serta dari pihak-pihak tersebut menjadi kurang signifikan dampaknya pada upaya mewujudkan perencanaan pembangunan yang bersifat partisipatif di desa-desa di Indonesia.

Dalam kegiatan pelatihan tersebut UGM  tidak mencoba untuk menggurui atau menjadi guru bagi masyarakat desa, tetapi mengajak untuk belajar bersama tentang perencanaan pembangunan yang bersifat partisipatif, agar perencanaan pembangunan desa yang akan kita laksanakan bisa benar-benar sesuai dengan amanat undang-undang, sehingga nantinya hasil-hasil pembangun di desa tersebut bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun