Mohon tunggu...
Nurul Kafi
Nurul Kafi Mohon Tunggu... -

Ijinkan aku untuk bisa bercerita kepadamu,walaupun pastinya hanya cerita yang biasa biasa saja.Cerita dari seorang manusia biasa ini.Aku akan bercerita kepadamu tentang kehidupan,aku akan berbicara kepadamu tentang persahabatan,aku akan mengabarkan kepadamu tentang perjuangan dan mungkin ada kalanya aku juga akan menghiburmu dengan sedikit cinta dan kasih sayang serta lelucon.Tapi ijinkan juga aku untuk bisa berbagi getir berbagi asa dan juga berbagi kepahitan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wawancara Imajiner Saya Dengan Anggota Dewan Kita,Yang Katanya Pengin Punya Gedung Baru

2 September 2010   00:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:31 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin, saya terlambat datang pada acara sosialisasi gedung DPR yang baru. Maklum saja, saya bangunnya kesiangan. Sampe DPR baru jam satu siang. Akhirnya  gak dapat apa-apa. Untunglah secara gak sengaja saya ketemu dengan salah seorang wakil rakyat. Gak pikir panjang saya minta waktunya sebentar untuk wawancara mengenai gedung DPR yang baru.Karena bingung saya gak sempat bikin beritanya. Cuma ada data mentahnya saja.Berikut hasil wawancara yang kemudian saya coba tuliskan. Saya tuh heran, kenapa kok wartawan dan media itu terlalu membesar-besarkan gedung DPR yang cuma Rp 1.6 triliun ini. Padahal kan, banyak kantor media apalagi kantor BUMN yang lebih bagus dan lebih mahal dari gedung DPR yang masih dalam tahap pembangunan ini. Lagian kan tingginya cuma 36 lantai. Cobalah anda main-main ke kawasan Sudirman sana. Di sana, malah banyak gedung yang lebih tinggi. Hampir semuanya 30 lantai ke atas. Masa gedung DPR yang namanya wakil rakyat gedungnya kalah tinggi. Padahal sudah jelas-jelas kalau di negeri ini disebutkan bahwa suara rakyat adalah suara tertinggi. Bukannya suara pengusaha atau suara pedagang kayak di kawasan Sudirman sana. Jadi, menurut saya, langkah membangun gedung yang tinggi itu langkah yang tepat. Sehingga dalam gedung tersebut tercermin bahwa suara rakyat adalah suara tertinggi di negeri ini. Makanya itu, rakyat seharusnya bangga. Karena cuma di negeri ini suara rakyat dijunjung tinggi dan termanifestasikan dalam bentuk sebuah gedung. Lagian kalau masyarakat belum bisa memperlihatkan kesejahteraannya jangan banyak ngoceh. Diam saja. Kita bantu masyarakat untuk memperlihatkan kesejahteraan negeri ini kepada dunia. Caranya tak usah repot-repot. Simpel saja, cukup dengan menunjukkan kesejahteraan wakil-wakil rakyatnya kepada dunia. Salah satunya ya memperbagus tempat bekerja para wakil rakyat. Kalau wakilnya sejahtera, otomatis kan pandangan dunia menganggap orang-orang yang diwakilinya juga sudah sejahtera. Makanya itu, untuk memperlihatkan kesejahteraan para wakilnya, saya berharap di Gedung DPR yang baru itu nanti ada kolam renang, tempat lobi antar fraksi. Tempat rekreasi, ada karaoke. Tempat spa.  Ruang kerjanya diperluas. Dikira enak apa kerja di DPR. Duduk lama-lama tanpa ngomong, kayak kambing congek. Gaji gak seberapa. Capek tau! Lagian kan dari pada uangnya habis buat spa dan renang di hotel  mendingan uangnya dikelola sama koperasi DPR. Jadi uangnya kembali ke kita-kita juga. Makanya wartawan dan masyarakat jangan asal ngomong. Jangan asal tuduh. Jangan banyak mengeluh. Bilang kita keterlaluan lah. Kerja gak bener. Korupsilah. Padahal uang Rp 1.6 triliun ini buat bangsa dan negara juga. Menurut saya, orang-orang yang menolak gedung baru DPR harus dicurigai sebagai anti pembangunan. Bisa jadi menolak ideologi pancasila juga. Berbahaya kalau terus dibiarkan. Kita nanti akan desak polri untuk menindak orang-orang yang anti pembangunan. Berbahaya jika dibiarkan berkeliaran. Bisa mengancam disintegrasi bangsa. Dikutip dari catatan seorang teman saya di Facebook,Bambang Trismawan ; Wawancara Dengan Sang Wakil Rakyat Negeri Tetangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun