[caption id="attachment_329575" align="aligncenter" width="624" caption="Pertemuan historis antara dua tokoh bangsa, Prabowo dan Jokowi (foto: kompas.com)"][/caption]
By. Masykur A. Baddal - Sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat dalam perjalanan hidup ummat manusia. Dalam kurun waktu tersebut malah sudah terjadi pergeseran suatu generasi. Sehingga generasi tua harus legowo memberikan ruang kepada generasi yang lebih muda untuk berperan. Sedangkan generasi tua tetap berperan menjadi guru bangsa dan negarawan sejati.
Nampaknya, bagi Megawati Soekarno Putri mantan Presiden RI ke 5, waktu sepuluh tahun terasa masih sangat singkat untuk terus memendam rasa dendam kepada rival politiknya. Naifnya, ekspresi perasaan dendam tersebut diungkapkan dengan berbagai cara. Diantaranya; tidak menghadiri acara pelantikan Presiden RI, tidak menghadiri acara perayaan HUT RI di Istana Negara, menghingdari pertemuan face to face diberbagai forum nasional dengan rival politiknya, serta banyak lagi cara lain yang terkadang sudah menjurus ke arah kekanak-kanakan.
Bagi SBY sendiri yang hingga saat ini masih menjabat sebagai Presiden RI ke-6, dan kebetulan menjadi rival politik abadi Megawati, seakan sangat memahami perasaan rival politiknya. Bahkan publik sendiri dapat menilai, bagaimana usaha SBY yang terus mencari celah untuk dapat mencairkan kekakuan politik dengan rival abadinya.
Hingga mendekati akhir masa bhakti sebagai Presiden RI ke-6, SBY tetap gagal memecahkan kebuntuan politik tersebut. Ibarat gayung tak bersambut, namun usaha SBY terus berkelanjutan hingga saat puncak pemilihan ketua instansi tinggi dan tertinggi negara beberapa waktu yang lalu. Tetap saja, seolah ada kekuatan besar yang terus menghalangi pertemuan mereka untuk memecahkan kebuntuan politik selama ini. Akhirnya, SBY pun pasrah, seraya berujar "Memang Tuhan Belum Merestui Pertemuannya dengan Megawati".
Disadari, Pilpres 2014 yang baru saja berakhir serta diikuti oleh dua pasang Cawapres, masing masing  Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK, dianggap sebagai Pilpres tersengit dan terkeras sepanjang sejarah Republik Indonesia. Pertarungan tidak hanya terjadi antara kedua kandidat. Malah menjalar hingga keseluruh pendukungnya di level grassroot. Lebih parah lagi, pertarungan tersebut juga memasuki ranah keluarga, kemudian menyebabkan perceraian antara suami isteri, begitu juga perselisihan serius antara dua orang saudara sedarah.
Di sisi lain, peranan sosial media yang menjadi senjata ampuh dalam menyebarkan informasi di era modern ini, juga ikut memainkan peranan penting dalam mengobok-obok perseteruan antara kedua kubu yang sedang berkompetisi. Hebatnya, semua cara kampanye pun seolah dihalalkan untuk dilakukan. Dari yang namanya money politic, kampanye hitam, fitnah memfitnah, email hitam, selebaran gelap, tabloid gelap dll. hari itu serasa halal untuk dilakukan. BAWASLU yang telah dipercayakan rakyat untuk mengawal jalannya Pilpres secara fair, ternyata juga mandul dalam menjalankan tugasnya. Terbukti, banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh masing-masing pendudukung Cawapres yang tidak mampu diperkarakan.
Selanjutnya, paska kemenangan tipis pasangan Cawapres Jokowi-JK dalam Pilpres 2014. Tensi politik nasional bukannya semakin mendingin, malah semakin memanas bak bola api yang siap menerjang kemana saja. Apalagi dengan langkah solidnya, Koalisi KMP dibawah komando Prabowo, berhasil menyapu bersih semua kursi pimpinan di DPR dan MPR. Belum lagi issu santer yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, yang mengatakan bahwa Jokowi bakal digagalkan pelantikannya, karena terkait dengan berbagai kasus korupsi yang dilakukannya sewaktu menjabat walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Alhamdulillah, akhirnya rakyat Indonesia merasa sangat lega. Tanggal 17/10/2014 Bangsa Indonesia berhasil melakukan rekonsiliasi politik antara dua tokoh besar bangsa dengan sangat mulus. Masyarakat Internasional berdecak kagum menyaksikan apa yang sedang terjadi di Indonesia. Peristiwa tersebut bermula saat Jokowi Presiden Terpilih RI, berkunjung ke kediaman Probowo rival politiknya dalam Pilres 2014, untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada Prabowo, yang kebetulan berultah pada tanggal tersebut.
Spontan salam komando pun dilaksanakan oleh Prabowo kepada Jokowi, selanjutnya dibalas adem oleh Jokowi dengan merundukkan badannya. Maka, gunung es pun yang telah lama beku langsung mencair damai.
Pertemuan dua tokoh penting bangsa Indonesia ini, bisa dikatakan sebagai pertemuan dua negarawan modern bangsa Indonesia. Mereka bertarung secara profesional, selanjutnya saling mendukung demi kemaslahatan yang lebih luas, yaitu kemaslahatan bangsa Indonesia. Dendam dan benci seolah hilang dikikis oleh derasnya air sungai yang mengalir. Dalam benak mereka hanya satu, Mari Kita Membangun Bangsa yaitu Bangsa Indonesia.