Mohon tunggu...
Masykur A. Baddal
Masykur A. Baddal Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger dan Vlogger

.:: Berbagi untuk kemajuan bersama, demi kemajuan bangsa ::....\r\n\r\nApapun kegiatan anda ini solusinya : https://umatpay.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Arab Anak Gadis Masih Dianggap Properti

27 Juni 2012   03:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13407673711423348086

[caption id="attachment_184895" align="aligncenter" width="520" caption="Ilustrasi/ by: awraq.net"][/caption] By. Masykur A. Baddal - Hingga saat ini, di beberapa negara Arab kekerasan fisik terhadap seorang gadis masih terus berkelanjutan. Hal ini mungkin disebabkan adanya anggapan oleh sebagian masyarakat disana, bahwa anak gadis adalah properti keluarga, yang setiap saat dapat membawa keuntungan materi bagi keluarga besar mereka. Walaupun kasus semisal sudah tergolong langka di era modern ini, namun di beberapa wilayah Arab, peraktik tersebut masih tetap menjadi tradisi dan terus dipelihara, walaupun terkadang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Peraktik pemaksaan yang dilatarbelakangi kekerasan ini, banyak terjadi di golongan ekonomi menengah kebawah. Latar belakangnya adalah, orang tua si gadis tergiur dengan imbalan materi yang diiming-imingi oleh seseorang sebagai uang panjar, jika orang tua gadis tersebut menikahkan anaknya dengannya. Biasanya, orang yang menawarkan itupun bukan sembarang orang. Tapi seorang juragan kaya atau tokoh berpengaruh di desa atau kampung tempat keluarga gadis itu tinggal. Di lain pihak, menjadi kesempatan emas bagi orang tua si gadis untuk menaikkan gengsi keluarganya di kampung itu, tanpa memikirkan nasib si gadis. Penulis pernah menyaksikan langsung peristiwa nyatanya, di sebuah desa di pinggiran kota Cairo. Bagaimana seorang gadis mungil yang kala itu masih berusia sekitar sembilan atau sepuluh tahun, menerima tindakan kekerasan fisik dari orang tuanya, dan tergolong sangat brutal. Setelah mendapat informasi dari seorang sahabat warga Mesir sekitar kejadian tersebut, penulis pun maklum. Ternyata fenomena itu sudah menjadi tradisi di desa kumuh itu. Terkadang, seorang gadis mungil yang masih bermain kelereng dengan kawan-kawannya, harus rela menjadi isteri pingitan seorang juragan kaya di desanya, demi menuruti kehendak orang tuanya. Dalam hal ini, pemerintah setempat sudah banyak berusaha untuk menghapus tradisi yang dianggap tidak manusiawi itu. Namun tetap saja peraktik yang tidak berkeprimanusiaan tersebut, susah untuk dikikis habis, malah semakin tumbuh subur. Karena kedua belah pihak yang bersekongkol, masing-masing mendapat keuntungan setimpal. Pernah suatu ketika, karena penulis kurang percaya dengan tradisi langka itu. Seorang sahabat Mesir mengajak penulis untuk survey lapangan langsung ke sebuah desa di pedalaman Mesir. Setelah bersilaturrahmi dengan beberapa keluarga petani di sana, betul saja ada satu keluarga yang secara blak-blakan menawarkan anak gadisnya kepada penulis, dengan imbalan sepuluh ribu pound Mesir (sekitar 15 juta rupiah). Sontak, penulis sempat terkaget-kaget, antara percaya atau tidak. Karena yang ditawarkan pun bukan sembarang gadis. Gadis mungil tersebut sangat jelita, bagaikan titisan Cleoptra saja. Namun, dengan sangat sopan penulis pun menolak tawaran tersebut. Sebenarnya, jika ditelusuri dengan seksama, peraktik semisal tidak hanya terdapat di jazirah Arab saja. Bahkan di negara-negara modern pun masih saja terjadi dengan berbagai macam modus dan latar belakangnya. Apalagi di tanah air, percaya....? Masalahnya adalah, karena kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yang sangat besar, sehingga walaupun peraktik ini dapat merusak tatanan sosial masyarakat setempat, namun karena keuntungan yang menggiurkan, maka tetaplah lestari.... Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun