[caption id="attachment_328434" align="aligncenter" width="560" caption="Tiga unit motor polantas dengan status tidak sedang melakukan pengawalan, melenggang di ruas tol dalam kota. (foto: albaddal)"][/caption]
By. Masykur A. Baddal - Kemacetan jalanan ibukota Jakarta yang semakin akut dan parah, telah membuat setiap penggunanya stres berat. Tidak jarang, sesama pengguna jalan saling bersitegang dan berebutan dalam menggunakan fasilitas jalanan umum, yang sedianya dimanfaatkan bersama secara tertib. Sehingga perilaku yang sedemikian itu semakin memperparah kondisi jalan raya ibukota.
Ternyata, pemandangan tentang kesemrautan lalulintas jalan raya, tidak hanya terjadi di jalanan umum dalam kota saja. Malah sudah menjadi pemandangan biasa di ruas tol Jakarta, yang katanya sangat ketat penjagaannya.
Jangan kaget, jika anda sedang mengemudikan kendaraan dengan kecepatan lambat di ruas tol, yang otomatis harus menggunakan jalur kiri, tiba-tiba disalip oleh kendaraan lainnya dengan kecepatan tinggi, lewat bahu jalan sebelah kiri, yang jelas-jelas terlarang serta melanggar peraturan lalulintas jalan raya. Bukan itu saja, malah banyak lagi adu eksibisi kendaraan di ruas jalan tol, seolah telah menjadi ruang pamer bagi kelas tertentu. Sialnya, malah menjadi mesin pencabut nyawa bagi kelompok masyarakat lainnya yang juga menggunakan ruas tol tersebut.
Anehnya, para petugas Polantas dan Jasa Marga yang sering terlihat lalu-lalang di sepanjang ruas tol tersebut, terlihat tidak begitu tertarik untuk menindak pengguna jalan yang semena-mena itu. Mereka malah lebih bersemangat untuk menghalau atau menilang kendaraan pickup dengan muatan penuh.
Akhir-akhir ini, malah sering terlihat fenomena baru di ruas tol. Polantas berseragam yang menggunakan moge, sangat gemar menggunakan ruas tol untuk berlalulintas, padahal mereka tidak sedang mengawal pejabat penting negara. Karena sudah keseringan sehingga masyarakat pengguna ruas tol pun  mulai cuek. Padahal perilaku tersebut jelas telah melanggar Keppres No. 16 tahun 1988 tanggal 23 Mei 1988 ayat 3 yang melarang sepeda motor beroda dua atau tiga, masuk ke jalan bebas hambatan atau tol. Larangan tersebut kembali dipertegas dengan adanya rambu-rambu yang dipasang di lokasi sebelum memasuki jalan tol. Larangan tersebut lalu diperkuat dengan Surat Direktur Lalu Lintas Deops Polri No: B/2399/III /2002/ Lantas, tanggal 14 Maret 2002. Namun, larangan dimaksud tidak berlaku kepada motor polisi yang sedang mengawal iring-iringan kendaraan pejabat negara.
Yang menjadi pertanyaan, jika aparat negara yang seharusnya mengawal serta memberi contoh teladan kepada masyarakat luas, tentang ketaatan dalam menggunakan fasilitas umum jalan raya, tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, malah memberi contoh dengan aksi melanggar peraturan tersebut. Lalu, siapa lagi yang kita harapkan untuk melakukan tugas mulia itu. PR bangsa yang harus segera kita benahi sebelum menyebar luas.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H