[caption id="attachment_345288" align="aligncenter" width="465" caption="Menteri Perhubungan RI, Ignasius Jonan. (foto: republika.co.id)"][/caption]
By. Masykur A. Baddal - Singapura, negeri liliput yang terletak di bagian paling ujung semenanjung Malaysia ini, sangat menikmati keuntungan secara ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Dengan hanya memainkan peran sebagai perkulakan bisnis di kawasan, Singapura berhasil berperan besar dalam percaturan bisnis dunia. Belum lagi sektor pengelolaan pelabuhan transito internasional  dan perbankan, semakin membuat negeri liliput itu bersinar terang dan menjadi jumawa.
Kejumawaan negeri liliput ini, memang sangat kontras terlihat dalam sikapnya sehari-hari dengan para tetangga sesama negera Asean. Terutama Indonesia dan Malaysia, yang merupakan tetangga terdekatnya. Tidak saja dalam hal penguasaan High Tech, dalam hal kepemilikan alutsista modern pun, Singapura didaulat sebagai yang termodern di kawasan. Indonesia sebagai negeri raksasa di kawasan, kerap menjadi bulan-bulanan negeri liliput ini. Penguasaan kontrol lalulintas udara wilayah Indonesia oleh Singapura sejak 66 tahun yang lalu, semakin membuat Indonesia tidak berdaya. Sebab semua aktifitas yang berhubungan dengan lalulintas udara, baik militer maupun sipil di wilayah NKRI, Indonesia harus meminta izin terlebih dahulu dari negeri liliput tersebut.
Singapura, juga menjadi virus keuangan bagi Indonesia. Maklum negeri ini dengan kebijakan perbankannya, melindungi setiap koruptor kakap pelarian dari Indonesia untuk mengamankan assetnya disana. Parahnya, perjanjian ektradisi berkaitan dengan kejahatan keuangan yang sangat merugikan Indonesia, antara kedua negeri bertetangga dekat ini, terasa sangat sulit direalisasikan.
Belum lagi masalah migas, puluhan tahun sudah negeri liliput ini mengontrol ketat distribusi migas nasional. Mereka bertindak sebagai brooker, sekaligus sentra penyulingan. Sehingga membuat Indonesia yang dahulunya sebagai negara anggota OPEC, harus bertekuk lutut di hadapan negeri liliput ini, yang sumber minyak pun mereka tidak punya. Tentu saja banyak lagi masalah-masalah vital lainnya yang kian hari terus bertambah dengan negeri yang satu ini.
Terakhir adalah musibah Air Asia QZ8501, rute Surabaya - Singapura di selat Karimata, yang telah menewaskan seluruh kru dan penumpangnya. Hasil kerja cepat Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, mengindikasikan bahwa rute Air Asia tersebut adalah ilegal, sebab tidak tercatat dalam skedul resmi penerbangan di Kemenhub, selanjutnya segera akan dilakukan penyelidikan secara menyeluruh. Lucunya, tanpa menunggu hasil investigasi resmi dari pihak Indonesia, sehari kemudian Singapura bak pahlawan kesiangan langsung menegaskan bahwa rute Air Asia adalah resmi, dan sudah terkonfirmasi beberapa hari sebelumnya, oleh sebab itulah otoritas bandara Singapura memberikan slot untuk penerbangan tersebut.
Sejak pernyataan Singapura melayang, maka bully dan cacian pun tiada henti-hentinya diarahkan kepada sang menteri dan kementerian yang ia pimpin. Seolah yang paling benar itu adalah pihak Air Asia dan Singapura. Kemana martabat bangsa ini? apakah sedemikian rapuhnya? menteri yang digaji dengan pajak rakyat, serta bekerja demi kesejahteraan rakyatnya malah dibully dan dicaci-maki
Terlepas dari para korban Air Asia yang harus didahulukan, untuk segera mendapat prioritas dan hak-haknya. Kejahatan penerbangan atau mafia penerbangan, adalah kejahatan yang terstruktur. Jika tidak semua elemen bangsa bersatu padu untuk menumpasnya, maka negeri ini akan terus terpasung dalam kungkungan mafia jahat tersebut. Sebab kita akui, sebagaian besar pejabat Indonesia adalah gamang, alias tidak kuat melihat duit ijo-ijo, mungkin sudah dari sononya begitu, sehingga gampang diperalat, maka keluarlah izin terbang abal-abalan yang berujung musibah besar minggu naas lalu.
Akhirnya, hasil investigasi menyeluruh terkait izin terbang Air Asia QZ8501 pun diperoleh. Izin terbang Air Asia QZ 8501 lalu adalah ilegal, sebab Kemenhub belum melakukan approval permohon tersebut dari pihak maskapai (Kompas, 07/01/2015). Lalu siapa yang mengizinkan? Kemudian mengapa Singapura begitu mudahnya meng-approve permohonan terbang yang belum mendapat approval dari Kemenhub RI? Inilah permainan Mafia Penerbangan, siapa dibelakang mereka? Pasti anda tahu jawabannya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H