CLBK ( cinta lama bersemi kembali )
Tiga tahun lamanya aku menjalin hubungan dengannya, nyaman, rasa itu yang kerap menyelimutiku ketika aku berada di sisinya, tapi kini, semuanya telah berubah, hanya tinggal kenangan.
"Ayah menyuruhku kuliah ke Kairo, aku mengiyakan perintahnya, mugkin satu minggu lagi keberangkatanku kesana, tak usah menunggu kedatanganku di Indonesia ini".
Itu adalah seuntai kata yang terucap dari lisanku, mungkin bisa dibilang kata-kata terakhir untuk seorang wanita yang aku kasihi, kata itu sengaja aku lontarkan kepadanya agar dia tak terlalu berharap, meskipun pada dasarnya, jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam aku ingin sekali dia mengharapkanku.
Dia hanya diam memandangiku seraya ditemani butiran permata menetes lembut di pipinya ketika mengantarkan keberangkatanku ke bumi yang terkenal dengan laut merahnya itu.
Tak kuasa aku menahan air mata yang sedari tadi mengintip di jendela kelopak mataku ini, tapi aku seorang laki-laki, tabu rasanya jika seorang laki-laki menangis dihadapan sosok perempuan, aku tak ingin image kejantananku rusak hanya dikarenakan aku yang tak bisa menahan tangis, akupun menahannya dengan sekuat tenaga agar butiran itu tetap ada dalam kelopak kornea ini.
Sejarah terpahit yang aku rasakan, aku harus meninggalkan pujaan hatiku, pelipur laraku, menurutku tak ada wanita yang sesempurna seperti dia, meskipun banyak sekali wanita cantik disini, tapi hatiku sudah terpaut kepadanya, aku tak sanggup menggantikan posisinya dalam daftar list hatiku ini.
Sesampai di Kairo, bayangan akan dia pun terus menari-nari dalam anganku, dia selalu datang dalam mimpiku, dan terus menghantuiku, bahkan bayangan akan wajahnya tak mahu hilang dari ingatanku, aku tak bisa melupakannya.
Satu bulan, dua bulan sejak kedatanganku di Kairo ini, aku selalu menyempatkan waktu untuk menelphonnya, ya…sekedar ingin tahu kabar tentang dia, apakah dia baik-baik saja disana atau sedang dalam keadaan sakitkah dia, atau, kalau pun aku tidak sempat untuk menelphonnya, tak lupa sms manis selalu kulayangkan untuk pelipur dukaku nun jauh disana.
Rohana Munda itu namanya, gadis sederhana yang berhasil mencuri hatiku, keseharianku hanya disibukkan dengan memandangi photonya, kupandangi, kucermati hingga berulang kali.
Jauh darinya aku merasa kesepian, tak ada lagi yang menyenandungkan lagu cinta untukku, tak ada lagi sosok wanita yang menyanyikan lagu rindu buatku, kini, aku baru menyadari bahwa aku sangat membutuhkannya, aku tak ingin mengecewakannya, aku tak ingin dia meninggalkanku, yang aku inginkan hanyalah merangkai bunga cinta bersamanya di syurga kelak.
***
Bulan sabit bergumul asyik dengan bulan purnama, fajar shadiq pun turut menggantikan posisi fajar kadzib kala itu, senada dengan tergesernya nama dia dari daftar list hatiku ini, kini aku lost contact dengannya, burung-burung diluar sana pun tampak mulai enggan untuk membawakanku seonggok kertas yang berisikan kabar tentang kekasihku itu, sedang apakah dia disana aku pun tak tahu, semoga dia baik-baik saja, dan tetap pada cinta yang sama, semoga ini tak sekedar harapku.
Lambat laun dengan bergulirnya waktu, bayangan akan wajahnya pun sedikit mulai luntur dari ingatanku, meskipun bukan 100% hilang dari angan-anganku, setidaknya keseharianku sudah beralih ke sesuatu yang lebih bermanfaat, menurutku, dan aku pun bisa menjalani aktifitasku dengan normal layaknya teman-teman sebayaku.
Kini, dia tak lagi datang menggangguku, Tak pernah singgah dalam fikiranku, tak lagi menghampiriku dalam lelap tidurku, marahkah dia kepadaku, atau sudah benci kah dia terhadapku, aku pun tak kunjung menemukan jawaban atas pertanyaanku, biar hembusan angin saja yang mencoba untuk menjawabnya, mungkin ia lebih bijaksana dalam menyampaikan dan menguraikan kata-kata untuk kekasihku yang kabarnya hilang ditelan bumi itu.
Aku sudah tidak ada hubungan lagi dengannya, walaupun begitu, bukan berarti aku tak mencintainya lagi, aku tetap mencintainya sampai kapanpun, kalaupun aku harus berpisah dengannya suatu saat nanti, mungkin itu suratan takdir yang di gariskanNYA untukku.
Melupakannya adalah hal tersulit bagiku, mahu tidak mahu aku harus bisa melupakannya, toh aku tak tahu apakah yang disana sedang memikirkanku atau tidak,
Mungkin yang disana sedang terbuai dalam mimpi indahnya, atau…
Seorang wanita datang kepadaku dan mengutarakan perasaanya, aku menolaknya. Dia cantik, berkulit putih mulus, semulus iklan sabun lux di televisi-televisi, tapi sayang jilbab tak penting baginya, kalau aku bandingkan dengan Rohana Munda jauh lebih cantik wanita yang mentaqdimku itu. Secantik apapun aku tak akan tertarik kepadanya sebelum jilbab melekat di kepalanya.
Wanita tak memakai jilbab bak kehilangan mahkota keanggunannya, menurutku, karena perintah memakai jilbab itu sendiri tersurat jelas sekali dalam ayat suciNya; QS. Al-ahzab.59. Yang artinya seperti ini, "Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
"Katakanlah" disini adalah bentuk fi'lul amr, seperti dalam kaidah ushulul fiqh, bahwasanya Al-amr yufidul wujub, jadi jelas sudah kewajiban bagi seorang perempuan untuk melekatkan kain jilbabnya guna menutupi auratnya.
Contoh sederhananya; Shalat hukumnya wajib bagi kaum muslimin, nah, jika kita meninggalkannya dengan unsur kesengajaan maka kita akan mendapatkan dosa, begitu juga dengan perintah memakai jilbab, jika kaum yang bernama perempuan itu menanggalkan jilbabnya, maka dosa pun akan menggerogotinya.
***
"Apa kabar ?".
DEG…sms dari siapakah ini, aku tak tahu, karena tak tercantum nama pengirimnya di inbox hpku, hanya bertuliskan no Indonesia +6285648329923, aku pun tak membalasnya, menurutku itu hanyalah pekerjaan orang iseng saja.
"Kamu lagi ol nggak, chating yuk,
By: Rohana ".
Allahu akbar, dia masih mengingatku, aku pun segera mengaktifkan YM bersamaan pula dengan FB. Akhirnya aku dan dia tenggelam dalam dunia maya yang mempunyai kenikmatan tersendiri, sebelum dia mengakhiri perchatingan kami, dia sempat bertanya kepadaku, yang pertanyaannya seperti ini; "Kamu punya cewek disana?", dan aku pun menjawabnya "nggak, aku nggak punya cewek disini, kamu udah nikah?". "Aku belum menikah, aku mondok lagi di Pon Pes Shirajul Ulum Pare Kediri, pondok tahfidzul qur'an, aku masih setia sama kamu, tapi nggak tahu lagi, yang disana setia nggak ya…!". Ucapnya mengakhiri perbincangan kami melalui internet itu.
DEG…dia masih mengharapkanku, demi menunggu kedatanganku dalam dekapannya kembali, ia merelakan diri untuk mengabdikan dirinya pada pondok salaf.
"Besok, telphon aku ya..!". Itu adalah sms yang ia kirim kepadaku setelah kami bertemu dan berbincang panjang lebar di dunia maya itu. Aku pun akhirnya menelphonnya demi menuruti kemahuan sang bidadariku yang sempat menghilang, tapi yang terdengar bukan suaranya melainkan suara angin yang seakan-akan tak merestui hubungan kami.
Kedua kalinya pun ia menyuruhku kembali untuk menelphonya, lagi-lagi hanya hembusan angin yang menelisik daun telingaku, aku hanya bisa menjawab nggeh,nggeh, dan nggeh sebagai respon permintaan yang terucap dari lisannya.
"Besok lusa, aku udah balik lagi ke pondok, pagi-pagi telphon aku ya…!". Itu permintaannya yang ketiga kalinya, dan aku pun menyanggupinya. Innalillahi…hatiku pedih sekali bak teriris tajamnya pisau, kali ini bukan suara angin yang terdengar tapi, suaranya yang bertemankan isak tangis terdengar begitu jelas.
"Aku nggak menerima lamaran-lamaran para lelaki itu karena aku lebih memprioritaskan rasa cintaku yang begitu besar kepadamu, aku mondok lagi di pondok tahfidz, itu aku lakukan selain untuk mendapat ridhaNya, juga agar nenekmu merestui hubungan kita, bukankah nenekmu menghendaki menantu yang hafidzah, kini, aku lakukan itu, kamu jangan mengecewakanku ya…!".
Aku hanya diam tak menjawab, hanya menangis yang bisa aku lakukan, aku menyesali diriku yang hampir melupakannya, padahal tak sedikit pun bayanganku luntur dari hayalnya.
Bermula dari sms yang tak jelas pengirimnya, komunikasi melalui chating hingga telphon-telphonan, kini rasa cintaku yang hampir terkubur itu, tampaknya mulai bersemi kembali, menyirami taman hatiku yang hampir kekeringan ini.
Sedih tengah menyelimutiku malam ini, karena sampai saat ini ia belum menikah, hanya demi menanti kasatrianya yang tak kunjung menjemput dan membawanya ke singgasana pelaminan impiannya. Bahagia pun turut menemaniku dalam gelapnya malam yang sangat menakutkan ini, karena sampai detik ini ia tetap pada cinta yang sama, dan itulah harapan besarku selama ini.
Rohana Munda, aku akan kembali kepadamu dengan membawa sekuntum bunga edelwise, akan ku rangkai secarik kata cinta agar menjadi nyanyian rindu yang akan menemani kisah cinta kita selanjutnya.
Hayyul Asyir 07 Oktober 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H