Mohon tunggu...
Asmaul Husna
Asmaul Husna Mohon Tunggu... -

student of Al-azhar university cairo egypt

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berbasah Luka Menganga II

26 Agustus 2011   18:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:26 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba…

“Aaaaa…aaaaa…”.

“Aaaaa...aaaaa...”.

“Aaaaa...aaaaa...”.

Sepertinya nyawaku di ujung tanduk kenistaan, hinaan, cemoohan akan mengalungi ragaku, perutku tiba-tiba kencang, ada yang bergerak dalam rahim ini, oh sungguh dunia akan menertawakanku hari ini dan seterusnya.Oh Tuhan ampuni dosa hambamu yang penuh dosa ini.

Ku melahirkannya seorang diri, tangis air mata bercampur darah terus mengalir deras bak aliran sungai nile, bayi mungil pun tak berdosa ini akan melihat dunia yang penuh imajinasi kebohongan, ia terus memberontak dan memberontak, sakit sekali ku rasa perut ini, kaki dan pahaku menegang pun mengencang.

“Aaaaa...aaaa...”.

“Aaaaa...aaaa...”.

“Allaaaaaaaaaaaaaah....”.

Owek...owek...

Owek...owek...

Sedih, bahagia bercampur aduk menjadi satu, bahagia karena buah hatiku telah lahir dan ia di beri kesempatan oleh Tuhan pencipta alam semesta ini melihat sosok ibu yangtidak baik seperti aku, sedih karena aku tak sanggup melihat nasib putriku yang lahir tanpa bantuan dari siapapun pun lahir tanpa seorang Ayah.

Ku pandangi sosok bayi mungil, imut nan suci ini, ku kecup keningnya penuh kasih sayang, tangis haru berkecamuk bak puing-puing berceceran, berterbangan menjadi segerombol debu yang bebas melayang-layang ke angkasa.

Oh Tuhan sungguh aku tak sanggup menanggung beban ini, ini ‘adzab bukan teguran dari sang kuasa, seketika itu kepalaku mendadak pusing, dua bola mata ini tak mampu melihat bayang-bayang yang berada di sekitarku.

Dari kejauhan kulihat sosok yang menakutkan, menyeramkan, tinggi besar, dan hitam tengah menghampiriku, rasa takut mengguncang dada ini, ia semakin mendekat dan mendekat lalu ia mencambukku sekencang-kencangnya, aku berteriak kesakitan, aku meminta pertolongan pada Ayah dan Ibuku, namun beliau berdua tak menghiraukanku, mereka seakan-akan tak peduli, mereka acuh tak acuh terhadapku, algojo itu terus melayangkan cambukannya yang kesekian kalinya ke tubuhku, ku berteriak dan berteriak hingga sesekali ku terdengarbisikan “ Terimalah ini sebagai balasan atas perbuatan keji yang pernah kamu lakukan”, teriakanku semakin kencang bagaikan lolongan anjing yang tengah kelaparan, sangat kelaparan, ku menjerit dan menjerit sekuat tenaga, nun jauh disana terdengar suara segerombolan orang membacakan surat yang tak asing, tak lain itu adalah surat yasiin, suara tangis menggelegar dari perkumpulan orang-orang yang sedang sibuk itu, ada yang menggoncang tubuh ini.

Ku buka dua bola mata ini, ada dua sosok bayangan yang sedang menanti cahaya kehidupan dari sang buah hatinya terpancar dari wajahku, tangis menderu debu, dari lisannya terucap kata “ Akhirnya kamu sadar juga sayang, Mama dan Papa disini sangat menghawatirkan keadaanmu”.

“Bayiku mana Ma, Pa..?”.

“Sedang dimandikan suster, kamu yang tenang ya sayang...”.

Belaian tangan seorang Ibu begitu hangat kurasa, aku merindukan belaian yang sepertiini, lama sekali rambut ini tak terbelai olehnya, Ibu yang begitu sabar, pengertian dan tak mengenal kata lelah untuk membimbing putra-putrinya yang lemah, nakal dan lain sebagainya, aku tak berarti apa-apa tanpa dukungan, sokongan juga doa darinya.

Tampak perempuan cantik, anggun, datang menghampiriku dengan senyum yang merekah, lalu ia pun berkata “seandainya anda dan bayi ini tidak secepatnya dibawah ke Rumah Sakit, mungkin salah satu diantara kalian tak lagi melihat eksotik gemerlapnya dunia, tapi Al-hamdulillah bayinya sangat sehat, semoga ia menjadi putri yang sholihah yang kelak bisa menggandeng Ibundanya ke taman syurga dambaan ummat manusia”.

Aku tak kuasa untuk berucap kata-kata, hanya cairan yang terus meleleh dari kelopak korneaku, aku tak sanggup melihat anakku tumbuh dewasa yang pada nantinya ia akan menanyakan keberadaan sang Ayah, sungguh aku tak sanggup, lagi-lagi aku hanya menangis, meratapi apa yang telah terjadi.

Ku memberikan nama pada bayiku yang tak berdosa itu dengan sebutan; Najbi Ibtihal, najbi yang berarti beruntung atau sukses, sedangkan ibtihal yang berartikan berdoa dengan tadharru’, sungguh-sungguh dalam berdoa, dengan harapan kelak ia dewasa sudi mendoakan orang tuanya yang berlumuran dosa ini, berbakti pada orang tuanya, hingga ia tak menyia-nyiakan waktunya untuk bermain-main dan pada akhirnya ia pun menjadi orang yang sukses, dunia pun bangga kepadanya.

Ku menciumnya, ku membelainya penuh kasih sayang, puji syukur tak terhingga ku haturkan pada Tuhan yang maha segala-galanya, lidah ini tak kunjung berhenti untuk ucapkan kalimat tahmid atas segala hal yang Ia berikan kepadaku baik itu berupa kebahagiaan atau kesedihan, toh keduanya adalah bentuk ujian dariNya, apakah kita tetap di jalaNya saat kebahagiaan merangkul kita atau sebaliknya.

Ku menimangnya, ku biarkan ia larut dalam dekapanku sembari membisikkan seuntai kata di daun telinganya, tentunya setelah membisikkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kirinya, dengan harapan sang buah hati terkasih tak sepertiku.

Takjub disambar syukur

karna hati bisa berlungsur

mengucap syukur

pada Tuhan maha Penghibur

Takjub dalam rebah

karna hati bisa berbuah

oleh kurnia yang maha indah

Duhai buah hati di dalam diri

diamlah dikau dalam sepi

berselimutkan hatiku suci

ingin mengasuh hatimu nanti

sampai kelak waktuku mati

dan engkau gagah berdiri

di sampingku belahan hati……

buah hatiku yang lucu pun terlelap dalam tidurnya, mungkin ia sedang membangun istana megah di sana, ditanaminnya bunga-bunga dari segala jenis kembang, ku kulum senyum saat sang bayi mungilku menggeliatkan badanya, ah lucu sekali, aku pun larut dalam kebahagiaan yang semu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun