Mohon tunggu...
Yusuf Arifin
Yusuf Arifin Mohon Tunggu... -

Aku tak setampan Yusuf aku tak sekaya Sulaiman aku tak sehebat Daud dan aku tak sesabar Yakub apalagi sempurna layaknya Muhammad wis pokok men aku'i nyat mboh!!!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Masihkah hatimu “PERAWAN” saat menikah denganku…??

26 Februari 2012   20:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   09:00 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrohmaanirrohiim…

Seorang saudari menuliskan “cerita hatinya”, setelah melihat beberapa fenomena seputar pernikahan dan hubungan lawan jenis yang akhir-akhir ini sering membuat dada sesak. Apalagi fenomena ini terus merebak di kalangan mereka yang sebenarnya sudah faham tentang “manajemen hati”..

Baca yuk ulasannya…walau singkat ,semoga ada ibrah yang bisa di petik…:)

Pernikahan adalah salah satu topik yang tidak akan menjemukan walaupun terus dibicarakan sepanjang waktu. Kali ini saya akan coba mengupas sedikit tentang keperawanan. Eit…,jangan berpikir macam-macam dulu, karena keperawanan yang akan saya tulis di sini adalah tentang keperawanan hati. Bukan berarti saya menyepelekan keperawanan fisik tentunya, namun hal ini terinspirasi dari novel yang ditulis oleh Syahid Sayyid Quthb.

Dalam Islam, pernikahan memiliki nilai yang sangat sakral. Perjanjian ini sangat kuat bahkan sampai menggetarkan arasy Allah saat ada yang sedang mengucapkannya. Begitu agungnya pernikahan ini, sehingga jalan menuju pernikahan pun harus benar-benar bersih dan suci. Namun zaman telah menggeser nilai yang bersih ini ke nilai-nilai yang lebih “cair”. Dalam arti mereka yang ingin melangkah ke jenjang pernikahan tidak lagi melihat pentngnya menjaga kebersihan dan kesucian prosesnya. Interaksi antara lawan jenis yang kini kian ‘dekat’ berkat adanya teknologi, makin mengaburkan nilai sakral hubungan antara lelaki dan perempuan. Makin tidak jelas batasan antara teman dan suami (karena kadang seseorang bisa lebih dekat dan leluasa bercerita dengan orang lain dibanding pasangannya sendiri). Hal inilah yang banyak sekali memancing keretakan dalam berumah tangga.

Penting sekali menjaga keperawanan hati kita mulai dari sebelum menikah. Kenapa? Karena hati yang sudah pernah “dijamah” oleh lelaki/perempuan di masa lalu akan sulit terhapus. Apalagi cinta yang sudah sangat mendalam tapi gagal menuju pernikahan. Minimal dia akan membandingkan dengan pasangannya yang lalu. Rumah tangga yang dibangun dengan hati yang sudah tidak utuh lagi, akan sulit membangun pondasi yang kokoh. Hati akan terus gelisah, dan suami/istri akan cenderung mengingat masa lalunya ketika terjadi perselisihan dalam rumah tangganya (istilah sekarang CLBK). Apalagi jika misalnya istri/suami dulunya punya banyak penggemar atau secret admirer. Wah….tambah runyam deh. Pernah saya temui rumah tangga yang rapuh seperti ini. Mereka sering bertengkar, dan yang membuat lebih parah, sang istri tidak takut untuk bercerai dari suaminya karena sudahada yang menunggunya jika sudah janda (astaghfirullah…..). Kabarnya sang istri memiliki wajah di atas rata2. Rumah tangga seperti apa yang bisa dibangun dari pondasi yang rapuh seperti ini.

Mungkin karena itulah Syahid Sayyid Quthb memilih untuk tidak menikahi gadis yang dicintainya karena hati sang gadis sudah tidak perawan lagi. Bagaimanapun hati kita ibarat tembok yang tidak akan pernah mulus lagi kalau sudah pernah retak atau dipaku. Dia tidak akan pernah sama dengan hati yang masih murni, masih perawan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun