Saya dan istri lulus kuliah di tahun 2007. Saya lulus dari sebuah kampus di Bandung, sedangkan istri dari satu kampus di Surabaya. Kami bertemu di sebuah perusahaan pengembang perangkat lunak di Surabaya, sekitar tahun 2009. Meskipun belum pernah terlibat dalam satu proyek secara langsung, benih rasa suka itu terus tumbuh hingga alhamdulillah akhirnya kami menikah di tahun 2013. Kini kami bekerja di perusahaan yang berbeda, tapi masih bergelut di "dunia" yang sama. Inilah sedikit kisah suka duka pasangan sesama programmer.
Punya teman diskusi intensif, itulah salah satu poin positif bagi pasangan sesama profesi. Meskipun basis bahasa pemrograman yang kami geluti berbeda, kami akan langsung nyambung ketika membicarakan topik pekerjaan karena bahan dasarnya sama. Mau bahas algoritma, database, multi thread, atau yang lain? Langsung ngeklik saja.
Kedua, sama-sama mengerti episode atau tahap-tahap yang dilalui seorang programmer. Hanya sesama programmer yang paham betul betapa mencekamnya saat ada bug di production yang harus segera diperbaiki karena berpotensi menghasilkan kerugian. Istri saya tidak pernah ngomel ketika saya menggendong laptop ke mana-mana, karena ia pun sama, hehe... Memang ada tim operasional dan support level satu dan dua. Tapi tetap saja kami harus siap siaga jika sewaktu-waktu ada isu penting di production.
Sekarang sampai di poin dukanya. Tidak ada. Jangan fokus pada poin negatif, mari selalu lebih menonjolkan sisi positif dari apa yang kita miliki. Jika anda dan pasangan berbeda jalur karir, nikmati saja dan tetaplah saling mendukung. Pasti ada sisi positif yang bisa digali. Bisa mendapatkan informasi baru tentang bidang lain misalnya. Atau bisa mendapatkan feedback dari perspektif yang berbeda.
Baik segitu dulu, sebentar lagi saya akan menjemput istri yang sedang lembur di hari libur tahun baru :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H