Mohon tunggu...
coddink muhammad
coddink muhammad Mohon Tunggu... -

saya laki2 yang punya segudang impian, meski sadar akan keterbatasan saya. semangat adalah api yang senantiasa memberiku daya disaat terpuruk sekalipun. hidup adalah apa yg aku pikirkan, bahwa dunia hanyalah jembatan menuju kehidupan yg lebih kekal yaitu akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"Pemilu 2009" Sebuah Catatan

12 Februari 2010   14:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:57 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lelaki setengah bayah tersebut terlihat sangat serius menyaksikan perhitungan suara di TPS 3. Ia mengisap rokoknya sangat dalam dengan kening sedikit berkerut, menyaksikan anggota KPPS menuliskan angka-angka diatas kertas lebar yang di tempel didinding. Tiga puluh menit lamanya lelaki tersebut mengamati jalannya perhitungan suara, tapi namanya belum juga disebutkan, padahal menurut tim-nya, ini adalah TPS andalannya. Di TPS 3 inilah harapannya ia sandarkan untuk duduk dikursi DPRD. Disampingya duduk seorang pemuda yang tak kalah gelisahnya. Berkali-kali lelaki setengah baya tersebut menarik nafas panjang sembari melirik kearah pemuda yang duduk disampingnya.
Lelaki setengah baya tersebut, masih ingat betul kalau 2 hari yang lalu, dirinya baru saja menyerahkan puluhan juta rupiah kepada lelaki yang tengah duduk diampingnya. “ tenang saja, bos ! pokoknya dengan Rp.50000 perkepala saya yakin suara 200 orang bukan masalah !” kata pemuda itu, dalam ingatnnya. Pada saat anggota KPPS menyebut namanya dan anggota KPPS yang lain menuliskan angka di kertas perhitungan suara, ada secercah harapan yang terpancar dimata kedua orang tersebut. Namun, itu hanya sesaat, karena sampai acara perhitungan suara selesai, anggota KPPS tidak pernah lagi menyebut namanya.
Lelaki setengah baya tersebut bangkit dari tempat duduknya dengan perasaan lemas. Ia berjalan kearah mobilnya diikuti pemuda tersebut.
“ Mana 200 suara yang kamu janjikan !” katanya dengan emosi tertahan.
“ Maaf Bos, saya juga heran kenapa bias seperti ini, padahal masyarakt yang saya beri berjanji tidak akan memilih yang lain !” jawab pemuda itu dengan wajah tertunduk.
“ Pokoknya, saya tidak mau tahu, kamu harus kembalikan uang saya !”
“ Tapi… Boss !”
Lelaki setenga baya tersebut langsung naik keatas mobilnya dan meninggalkan pemuda itu sendiri dalam kebingungan. Ia, menyandarkan kepalanya di jok belakang. Kini harapannya untuk menjadi anggota Dewan yang Terhormat kandas sudah, dan harapan itu malah meninggalkan utang ratusan juta rupiah. Lalu dimana suara masyakat yang selama ini menyambutnya laksana pahlawan tiap kali ia berkunjung ? Dimana masyarakat yang siap mendukungnya ?
Pertanyaan itu berputar-putar dikepalanya, yang mulai mengalirkan butiran-butiran bening. Pertanyaan yang sulit untuk dijawab, dan bayangan dirinya mesti membayar kredit di bank, benar-benar telah membuatnya lunglai tanpa tenaga. Impiannya untuk menjadi anggota Dewan yang Terhormat, seketika buyar, impian itu terbang bersama asap rokonya. Kini bayangan dikepalanya berganti ketakutan jika rumah dan mobilnya harus disita oleh bank jika tidak mampu membayar kredit. Sebagai tokoh masyarakat, betapa malunya menerima kenyataan bahwa tetangganya yang hidupnya sederhana ternyata mampu meraih suara terbanyak tanpa harus mengeluarkan biaya sosialisasi sebanyak dirinya. Matanya terpejam tapi tidak tidur, jantung berdebar keras. Ia benar-benar tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia harus kalah. Berkali-kali bibirnya mengeluarkan makian. Dan sebelum tidak sadarkan diri sang sopir hanya bisa mendengar kalimat samar-samar kalimat “ aku kapok jadi caleg!”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun