Kisah yang mengisahkan sebuah kisah dalam kisah memang mencuri perhatian. Kisah Dimas dan Rueben menjadi pemantik yang menarik. Dua pribadi yang memiliki ketertarikan yang berbeda, mencoba untuk menggabungkan dua hal yang berbeda. Ilmiah dan sastra. Sesuatu yang pasti digabungkan dengan sesuatu yang abstrak. Terlihat susah, namun tidak dimata mereka berdua. Dua hal yang terkesan bertentangan itu menjadi bersatu seperti tidak ada penghalang, seperti tidak ada perbedaan, keduanya hanya melebur indah dalam tarian jemari Dimas dan Rueben.
Semuanya bermula dari sebuah cita-cita. Harapan yang terus menggebu-gebu ingin dikabulkan. Menciptakan sebuah karya, sebuah benda, sebuah masterpiece. Dengan berbagai persiapan, Dimas dan Rueben terus mencari hingga mereka bertemu dengan cerita Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh. Kisah cinta yang memilukan. Putri dan Ksatria harus berpisah, dan sedihnya, Ksatria terus berjuang agar bertemu kembali dengan Putri yang ia cintai. Ia belajar pada angin, belajar pada burung, belajar pada setiap hal yang ia anggap bisa membawanya bertemu dengan Putri. Namun, tak satupun yang berhasil, kecuali Bintang Jatuh.
Cita-cita besar perlu disokong dengan pengorbanan yang besar pula. Itu risiko yang harus diterima oleh Ksatria. Bintang Jatuh bisa membawanya terbang setinggi mungkin, tapi tak berani berjanji untuk mempertemukan berdua. Hanya cinta. Dengan tekad yang kuat, Ksatria benar-benar berani, ia tak gentar mengambil risiko itu, walaupun nyawa menjadi taruhannya. Pada akhirnya, ksatria memang bisa melihat putri lagi, namun ia harus mati.
Kisah yang memilukan itu di ubah oleh Dimas dan Rueben. Mereka tak mau cerita itu hanya berujung pada kesedihan, tanpa banyak permasalahan. Mereka mencoba menciptakan percikan masalah yang membuat cerita menjadi lebih renyah, lebih pedas, lebih susah diterima. Akhirnya, muncullah Ferre, lelaki tampan dan mapan dan belum menikah. Selain itu, muncul juga Rana. Wanita yang baru menikah dengan pria pilihan orang tuanya. Pria yang mapan dan mencintainya dengan setia. Di sisi lain, muncul juga Diva, wanita luar biasa, yang menganggap jiwanya mati. Dan Arwin, pria yang mencintai Rana dengan setia. Ia rela berpisah demi kebahagiaan Rana. Empat orang itu bergelut dalam masalah cinta. Ferre yang tampan jatuh cinta pada Rana. Rana yang tidak sengaja harus bertemu dengan Ferre menjadi jatuh cinta juga. Tapi, ia sadar, ia sudah menikah dengan Arwin. Sehingga, demi sebuah cinta, ia rela berbohong, mencuri waktu agar bisa bebas bertemu dengan Ferre. Ia sudah lelah berkeluarga dengan Arwin, ia tidak merasakan sensasi baru, sensasi yang ia temukan dengan Ferre. Hingga akhirnya, Ferre dan Rana hendak bertekad bulat. Ferre menyuruh Rana bercerita pada suaminya agar bercerai, namun tak disengaja, sebelum Rana bercerita semuanya, Arwin sudah merelakan terlebih dahulu. Ia mengatakan bahwa ia sudah tahu semuanya tentang Rana, tentang Ferre.
Pengakuan Arwin seakan menyelamatkan Rana dari neraka. Rana kembali ke pelukan Arwin. Ia merasakan ketulusan pria itu, dan ia memilih untuk tidak jatuh lagi pada Ferre. Ferre yang baru menyadari hal itu, menjadi gila. Seakan hidupnya berubah total. Ia mengurung pikirannya, mengurung hatinya. Tanpa ia sadari, sosok Diva sedang melihatnya. Melihat air matanya, melihat kesedihannya. Diva mencoba mendekat, tapi mereka hanya teman dalam pikiran bukan pada nyata. Namun, akhirnya ia bisa juga bertemu. Mencoba memberikan nasihat dengan mulus dan mereka menjadi berteman. Ferre tak terjatuh lagi, Diva juga tak melihat Ferre jatuh lagi. Semua menjadi lebih normal, lebih baik, lebih mudah dimengerti.
Penulisan kisah ini lebih gila dari kisahnya. Dimas dan Rueben tak henti-hentinya berbicara tetang ilmiah, tak berhenti berdebat untuk menampilkan tokoh bintang jatuh. Berdebat dengan kejadian yang tiba-tiba, berdebat tentang kafein, berdebat dengan cinta, dan menumbuhkan cinta bersama-sama.
Dee Lestari memang apik. Kadang, banyak yang bertanya tentang "apasih yang kamu pikirkan Dee, kenapa hal hal seperti ini bisa muncul?" namun Dee menjawab dengan bukti. Ia tak menuturkannya dalam komunikasi verbal, tapi ia menjawabnya melalui karya yang lain. Yang membuat orang-orang lebih bertanya lagi. Novel yang bisa dinikmati dengan mulus, bisa dipelajari dengan ilmiah, bisa didiskusikan, bisa ditanggapi, bisa diramu, bisa dibawa tidur, bisa dimanjakan, bisa disimpan dalam rak buku.
Dari kisah Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh ini, hal yang dipelajari banyak. Tapi, semuanya tertutupi rasa kagum pada ceritanya. Walaupun ini tak bisa dijadikan alasan, tapi begitulah adanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H