Setiap tanggal 21 Maret diperingati sebagai Hari Down Syndrome Sedunia. Banyak masyarakat yang masih menganggap anak dengan down syndrome sebagai idiot. Mereka tidak idiot, mereka sangat brilian! Mereka sangat istimewa.
Perjalanan Sigit Widodo bersama anak-anak dengan down syndrome bermula pada 2012. Anak-anak dengan down syndrome tersebut tinggal di Pondok Sosial Kalijudan Surabaya bersama anak dengan retardasi mental, anak dengan cacat fisik, dan anak jalanan.
Pondok tersebut berada di bawah Dinas Sosial Kota Surabaya. Sigit yang berlatar belakang S1 Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Surabaya ingin konseling juga diberikan kepada anak jalanan atau anak dengan special needs, tidak hanya di sekolah seperti yang selama ini terjadi.
Konseling tersebut harus disampaikan dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu Sigit memilih mengajarkan musik secara sukarela kepada anak-anak dengan down syndrome yang berusia 7 hingga 20 tahun.
“Ada keinginan dari dalam diri untuk bersama mereka, mungkin karena sejak kecil jauh dari orangtua,” tutur Sigit yang saat ini bekerja sebagai konselor di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Tantangannya adalah mencari mood terbaik mereka. Dua minggu sekali ia melatih musik selama dua jam, kadang lebih. Ia tidak memforsir anak sebab konsentrasi dan ketahanan mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Usaha lebih lainnya adalah melatih per individu.
“Saya pernah melatih mereka dalam kelompok sebanyak tiga orang, yang terjadi mereka saling menggangu. Ada cara dan pendekatan tersendiri. Mereka mudah bosan, kita harus cari celah untuk menghidupkan atmosfer suasana,” ujar Sigit.
Sigit mengaku perubahan sebenarnya terjadi pada dirinya. Dahulu ia temperamental. Kini ia harus sabar menghadapi anak-anak dengan down syndrome yang mudah mengalihkan perhatian ke objek lain. Sigit bahkan mengajak mahasiswa mengunjungi pondok setiap Sabtu dan Minggu.
Di satu sisi mereka mampu berinteraksi dengan anak-anak. Di sisi lain anak-anak belajar menerima kondisi sosial dan melatih kepercayaan diri. Sebenarnya banyak yang bisa digali dari anak-anak dengan down syndrome, seperti olah raga, tari, hingga lukis. Akan lebih baik jika anak-anak dengan down syndrome fokus pada apa yang mereka bisa, fokus pada passion atau bakat untuk kemudian dikembangkan. “Selama ini orangtua menuntut mereka secara akademik, itu sulit,” kata Sigit.