Therapeutic cooking dipandang mampu membantu seseorang mengatasi mood disorder. Hobi yang semakin ditekuni selama pandemi Covid-19 ini perlahan mengurangi beban psikis saya.
Data Ikatan Psikolog Klinis Indonesia menunjukkan, masalah yang paling banyak dijumpai selama pandemi Covid-19 adalah kesulitan belajar, kecemasan, stres, dan gangguan mood (depresi).Â
Berkaitan dengan hal tersebut, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia menyebutkan, sebanyak 57,6% individu yang melakukan swaperiksa teridentifikasi memiliki gejala depresi.Â
Selain itu sebanyak 58,9% pasien swaperiksa memiliki pikiran kematian dan menyakiti diri sendiri, bahkan 15,4% di antaranya mengalaminya setiap hari.
Pandemi Covid-19 yang terjadi 10 bulan terakhir ini berdampak ke banyak lini kehidupan. Siapapun tanpa terkecuali merasakan efek, baik itu finansial maupun emosional.Â
Rencana yang telah disusun sejak awal tahun terpaksa ditunda. Berdiam diri di rumah sesuai anjuran pemerintah guna menurunkan angka penderita Covid-19 mutlak dilakukan.
Saya yang terbiasa beraktivitas di luar rumah mau tidak mau, suka tidak suka harus membiasakan diri menjalankan seluruh kegiatan di dalam rumah. Awalnya jenuh bahkan tak jarang kebosanan melanda. Ingin rasanya kembali seperti dulu.
Wisata kuliner adalah salah satu hal yang kerap saya lakukan di akhir pekan. Akibat pandemi Covid-19 saya tak bisa leluasa melakukannya. Hingga terlintas dalam benak untuk mereplikasi makanan kegemaran yang biasa saya cicipi di rumah makan favorit.
Kemampuan memasak saya terbilang tidak istimewa. Sehari-hari saya terbiasa memasak untuk keluarga. Tumis labu siam, tempe goreng, ayam goreng, sampai sup yang resepnya diturunkan dari ibu. Memasak dalam pandangan saya adalah rutinitas.
Kala pandemi Covid-19 memasak menjadi semangat baru yang memberikan efek terapeutik. Mencoba resep baru menjadi hal yang selalu ditunggu.