Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Bakar Batu di Papua Menyambut Bulan Suci Ramadan

9 Mei 2019   11:28 Diperbarui: 9 Mei 2019   11:42 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bakar batu yang diadakan umat Muslim Papua sebelum puasa. (sumber foto: www.antarafoto.com)

Keberadaan umat Muslim di Papua semakin mewarnai khazanah budaya setempat.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Jayapura enam tahun lalu, saya mengira ibukota Papua itu hanya didiami orang asli Papua. Nyatanya cukup banyak pendatang, diantaranya dari Jawa dan Makassar.

Kehadiran para pendatang itu memberi warna yang berbeda dalam kehidupan bermasyarakat. Pasalnya Islam di Papua adalah agama minoritas. Data tahun 2010 menunjukkan terdapat 22% pemeluk agama Islam dari total 2,8 juta jiwa penduduk Papua. Dari jumlah tersebut, 15% merupakan pendatang dan sisanya adalah orang asli Papua.

Agama Islam masuk ke Papua sekitar abad ke-15 melalui pedagang-pedagang muslim. Selain itu Islam dikenal di Merauke melalui orang-orang buangan yang berasal dari Sumatra, Kalimantan, Maluku, dan Jawa.

Bagi masyarakat asli Pegunungan Tengah Papua, upacara bakar batu telah menjadi keseharian. Upacara tersebut juga dilakukan oleh suku-suku seperti di Lembah Baliem, Paniai, Nabire, dan Jayawijaya. Penyebutan bakar batu bermacam-macam, seperti Gapiia di Paniai, Kit Oba Isogoa (Wamena), atau Barapen (Jayawijaya).

Masyarakat memasak dengan membakar ilalang di atas batu yang diisi sayur-mayur, umbi-umbian, dan babi di bagian atasnya. Batu tersebut nantinya akan menjadi arang untuk memasak makanan yang disantap bersama.

Berbeda dengan upacara bakar batu pada umumnya yang menggunakan babi, komunitas Muslim Papua asal Wamena menggantinya dengan ayam, daging sapi atau daging kambing sebagai bahan dasarnya. Upacara tersebut digelar untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Masyarakat menyambut antusias upacara tersebut.

Upacara bakar batu sebagai simbol pesta orang gunung diadakan setiap tahun. Bagi umat Muslim Papua, upacara tersebut menjadi momen silaturahmi dengan mengumpulkan sanak saudara dan kerabat sekaligus saling meminta maaf sebelum melaksanakan ibadah puasa. Mereka tidak pernah melalaikan shalat berjamaah usai menggelar bakar batu.

Bakar batu juga diadakan saat Idul Fitri. Di Jayapura sendiri terdapat sekitar 650 warga Muslim asal Wamena yang berada di Papua sejak 1981. Prosesi bakar batu untuk menyambut bulan Ramadan telah berlangsung sejak 2010 di Jayapura.

Tradisi bakar batu tidak hanya diselenggarakan oleh umat Muslim, juga saudara lainnya saat Natal atau hari besar agama apapun. Tujuannya mengangkat budaya Papua sehingga masyarakat tidak lupa dengan kebiasaan di Wamena dan menjalin tali  persaudaraan. Tujuan lainnya adalah bersyukur, menyambut tamu, serta perayaan kebahagiaan, seperti kelahiran, pernikahan, acara perdamaian setelah perang antar suku, dan syukuran pelantikan kepala suku atau pejabat daerah.

Bahan baku yang digunakan dalam kegiatan bakar batu, antara lain sayur, jagung, pisang, ubi, dan 30 ekor ayam potong. Bahan baku yang digunakan berasal dari kebun dan sumbangan masyarakat. Kaum perempuan menyiapkan dan membersihkan bahan baku. Sementara itu kaum pria menggali lubang dan membakar batu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun