Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kanker, Hadiah dari Allah

7 Maret 2018   16:09 Diperbarui: 7 Maret 2018   16:37 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indira Abidin memandang dirinya sebagai penerima kurikulum kanker. (foto dokumentasi Mira Utami)

Hati yang bersih niscaya membentuk organ tubuh yang baik. Ketika dinyatakan mengidap kanker, sosok berikut justru gembira. Setelah berdiskusi bersama Allah, ia merasa ditugaskan menerima kanker untuk menginspirasi lebih banyak orang. Seperti ada yang berbisik bahwa kanker adalah jalan menuju terkabulnya semua doa.Ia berusaha semakin dekat kepada Allah dengan membersihkan diri, hati, dan pikiran menuju kesembuhan. Baginya kanker bukan penderitaan atau hukuman melainkan kurikulum. Kanker adalah salah satu metode belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Demikian petikan perbincangan dengan Pendiri Yayasan Lavender Indonesia Indira Abidin dalam talkshow Inspiring Woman pada 17 Februari 2018 lalu. Yayasan Lavender Indonesia memiliki anggota di berbagai kota di Indonesia. Mereka aktif berkomunikasi di media sosial dan WhatsApp group. Para anggota berbagi cerita dan testimoni sehingga energi positif  tersebar ke seluruh tubuh. Mereka belajar banyak hal, salah satunya self healing. Indira membangun paradigma bahwa tidak boleh ada individu yang menganggap dirinya sakit. "Bahasa mengubah cara berpikir," tutur Indira yang sebelumnya menjabat sebagai CEO Fortune PR.

Hidup itu ibarat sekolah. Ujian tidak pernah berhenti datang ke manapun kita melangkah sampai meninggal. Setiap manusia diberikan ujian yang luar biasa. Bukan ujiannya melainkan cara menghadapinya. Terkadang keluarga yang lebih berat menjalani ujian dibandingkan orang yang menerima kanker. "Saya menerima kanker dengan gembira tapi ibu saya yang khawatir. Beliau menghubungi semua WhatsApp group minta didoakan. Mungkin karena itu saya sembuh," ujar Indira yang lahir di Bandung, 29 Oktober 1969.

Indira mengisahkan, dirinya menerima diagnosa kanker pada 2012 dengan bahagia dan penuh syukur. Mengapa demikian? Indira mengaku sejak kecil dididik oleh orangtua dengan prinsip 'di balik kesempitan ada kesempatan'. Saat itu ia masih bekerja di Singapura. Indira  merasa pengalaman itu sebagai berkah dari Allah.

Indira menjalani kurikulum kanker sambil membangun perusahaan. Nyatanya tidak ada masalah. Justru saat itu banyak sekali prestasi yang diukirnya termasuk menjadikan perusahaan yang dipimpinnya menjadi salah satu yang terbaik di Asia Pasifik. Prestasi yang mengharumkan bangsa dan negara. Saat ini Indira berhenti bekerja. Ia merasa perannya bisa digantikan orang lain. "Namun peran sebagai penerima kurikulum kanker tidak bisa digantikan. Itu sangat berharga," kata Indira, lulusan Boston University.

Sehari-hari Indira mengurus Lavender Self Healing Center. Selain itu ia masih melakukan coaching kepada pimpinan dari berbagai perusahaan tanpa melupakan kegiatan utamanya sebagai ibu dan istri. Indira menganut paham life integration, yaitu menggabungkan semua aspek menjadi bermanfaat. Salah satu contohnya adalah Indira sering mengajak anak menjemputnya di kantor sehingga mendalami pekerjaan ibunya. Baik saya, suami maupun anak saling belajar, berkontribusi, dan memajukan. "Itu yang membuat anak saya bahagia saat saya bekerja," tutur Indira.

Indira merasa mendapatkan kesempatan dari Allah untuk menginspirasi lebih banyak orang. Hal itu tidak bisa dilakukan oleh mereka yang tidak menerima kanker. Ia ridha dengan kanker. Jika Allah memberinya kesempatan hidup lebih lama, Indira berjanji akan menginspirasi lebih banyak orang. Indira memandang Allah memberikan kesempatan kepadanya untuk mensucikan diri sehingga siap pulang kelak. Ia fight menghadapi cancer dan  mengedukasi masyarakat.

Syukur

Ketika belajar coaching, Indira mendapatkan informasi perihal otak manusia, hormon, hingga neurotransmiter. Ketika orang dengan kanker mengatakan fight, ternyata ada kekuatan yang keluar. Tanpa kita sadari bahasa mempengaruhi pola pikir. Saat kita mengatakan stress, ada hormon yang tidak menguntungkan. Pada masa itu Indira belajar mensucikan organ tubuh di sebuah wellbeing center di Bandung. Ada seorang dokter yang mengatakan kata 'penerima anugerah kanker' itu melemahkan. Dokter itu menyarankan Indira untuk menggunakan kata 'penerima kurikulum kanker'. "Kurikulum itu seperti sekolah. Anugerah itu kuman yang tidak menyembuhkan," kata Indira.  

Indira mengaku sebelum menerima kanker, dirinya mengidap maag akut, sakit menjelang menstruasi, dan gastritis. Ia bersyukur sekarang semua keluhan itu hilang. Meridian adalah  jalur berjalannya energi kehidupan dalam seluruh organ tubuh sehingga bekerja dengan baik. Emosi negatif seperti kesedihan, stress, galau atau khawatir dapat menghambat meridian.

Indira merasa mungkin di dalam perjalanan hidupnya ia pernah mengalami badai hidup, misalnya merasa ditinggalkan atau tidak dicintai orangtua. Saat itu mungkin ada meridian yang membuat payudaranya tidak memperoleh energi yang seharusnya didapatkan. Kondisi itu diperburuk dengan tidak dilakukannya pembersihan hati dari trauma. "Trauma itu sendiri menutup meridian," tutur Indira.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun