Beberapa hari yang lalu dirayakan hari pendeta sedunia dan tidak ada sebuah perayaan secara khusus yang diadakan oleh gereja maupun sinode. Andai itu dirayakan, apa sih yang menjadi tema dan capaian yang mau diungkapkan kepada publik, mungkin juga apa yang akan menjadi goal dari pelayanan pendeta?
Yoh. 10:14 Akulah gembala yang baik. Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku dan Lukas 14:4-7 seringkali menjadi referensi sebagai tugas dan tanggung jawab seorang hamba Tuhan atau Pendeta. Â
Perubahan teknologi, revolusi industri, pandemi, generasi, budaya dan lingkungan membuat peran pendeta menjadi berubah (menyesuaikan diri?). Demikian jika dikaitkan dengan perintah Tuhan Yesus dalam Matius 28:19-20 yang memiliki pemahaman dan konteks yang sangat dinamis.
Apa yang menjadi goal para pendeta saat ini? Masihkah para pendeta melakukan misinya paling tidak sesuai dengan ayat-ayat di atas? Ini menjadi pergumulan dan bahkan perdebatan yang rohani dan tidak rohani. Ada dua sisi yang saya lihat dalam konteks ini jika dikaitkan dengan manajemen yaitu dalam Yoh. 10:14 dan Luk.14:4-7 tentang peran manajemen sumber daya manusia dan Matius 28:19-20 tentang peran manajemen pemasaran.
Menilik peran pendeta dalam pengelolaan sumber daya manusia yang saya kaitkan dengan 1 Korintus 3:6-9 yaitu meliputi 3 hal : Menanam (calling, on boarding, recognize), Menyiram (employee wellbeing, employee centered learning, employee relations) dan Memberi Pertumbuhan (performance management, transformation, transition) dikenal dengan Human Idea. Sedangkan kaitannya dengan pengelolaan pemasaran pada Matius 28:19-20 lazim disebut  konsep marketing mix : Pergilah (promotion, product, price),  Jadikan murid-Ku (people), Baptislah (place), dan Ajarlah (process, physical evidence).Â
Gambaran ini seorang pendeta seperti peran CHIO atau CMO yang terlibat langsung dalam meningkatkan kinerja individu untuk melampaui misi organisasi, jika diumpamakan seperti seorang sopir, masinis atau pilot, yang mengantar penumpangnya sampai tujuan dan dirinya pun bersamanya, bukan seorang calo yang menjual tiket (karena dia tidak akan sampai pada tujuan).
Disruption VUCAÂ
Rapuhnya peran pendeta karena terjadi perubahan yang cepat sedangkan mereka tidak segera beradaptasi dengan peruabahan, alih-alih berselancar di atas perubahan.Â
Sekolah teologia banyak mengajarkan cara mengelola situasi umat yang relatif mudah diprediksi, rutinitas dan stabilitas menjadi dasar asumsi sehingga resep sukses masa lalu dianalisis  dan dicari formulasinya menjadi perencanaan pembelajaran atau pelayanan.Â
Cara seperti ini masih bisa diandalkan, sampai tiba di lingkungan VUCA (Volatile, Uncertain, Complexity dan Ambiquity) yang sering disebut sebagai Stress Against Disruption. Untuk menghadapi itu semua maka diperlukan Excited Toward Disruption dengan lingkungan yang baru yaitu New VUCA (Vibrant, Ubiquitos, Collaborative, Agile), dalam check point -pramudianto (elexmedia 2019)