Mohon tunggu...
Juli Nugroho
Juli Nugroho Mohon Tunggu... Konsultan - Brand-Marketing-Service Excellence Professional.

Penggiat Literasi "AyoGemar Membaca". Penggiat Pelatihan PramugariCerdasAcademy Penggiat UMKM MitraSahabatBisnis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Dukung Gerakan Ayo Gemar Membaca

20 Januari 2016   10:48 Diperbarui: 28 Oktober 2016   16:31 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua telah paham bahwa membaca itu memiliki banyak manfaat. Penduduk Indonesia yang mayoritas muslim pasti juga telah menyadari arti pentingnya “membaca”,  karena kata "Bacalah" merupakan ayat pertama yang diturunkan Sang Pencipta dalam Kitab Suci Al Quran.

Namun ironisnya, banyak sekali data yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia  ini cukup inferior di bidang minat baca maupun penerbitan buku.

Misalnya saja Laporan International for the Evaluation of Educational Achievement  menyatakan bahwa kemampuan membaca siswa SD did Indonesia menduduki peringkat ke 26 dari 27 negara sampel.

Belum lagi ada data yang menyebautkan kemampuan murid kelas 6 SD did Indonesia memiliki peringkat yang jauh bila dibandingkan dg beberapa Negara ASEAN seperti Philipina, Thailand maupun SIngapura, padahal tahun 2016 ini adalah awal diberlakukannya MEA yang mana memungkinkan SDM dari negeri jiran untuk mencari penghasilannya di Negara kita. Siapkah kita bersaing dengan mereka ?

Sementara itu data survey yang dilakukan oleh UNESCO pada tahun 2011 juga menemukan bahwa indeks tingkat membaca masyarakat Indonesia hanya mencapai 0,001 % yang artinya diantara 1000 orang hanya 1 orang yang dapat dikategorikan sebagai seorang pembaca yang serius.

Menbaca data data diatas tentunya cukup membuat miris kan?

Berdasarkan sejarah memang diketahui bahwa bangsa kita bukanlah bangsa pembaca, tetapi lebih pada bangsa yang menyukai dongeng atau kisah kisah yang dituturkan. Namun, pada masa kolonial, konon pihak penjajah telah menciptakan suatu kurikulum yang mewajibkan para siswa sekolah untuk membaca literatur dalam jumlah yang banyak, namun entah kenapa hal baik ini hilang pada kurikulum kita pada masa masa berikutnya.

Sesungguhnya tidak selamanya sejarah masa lalu akan mutlak menentukan masa depan suatu kaum. Sejarah tidak dapat diubah, tetapi masa depan ada ditangan kita. Dengan gemar membaca kita dapat merencanakan masa depan yang gemilang bangsa ini. Aneka problema yang terjadi di negeri ini bisa saja terjadi sebagai imbas dari kurangnya bacaan yang selama ini kita baca sehingga bukan hanya wawasan kita terhadap suatu hal menjadi sangat sempit, membuat kita tidak peka dan kehilangan nurani kita, sehingga seolah kita tidak menemukan jalan keluar lain atas persoalan yang ada. Dengan Gemar membaca dapat membuat bangsa ini lebih cerdas dan bijaksana dalam menyikapi sesuatu. Tidak ada problem yang sulit bagi insan yang cerdas dan bijaksana

Mumpung masih di awal tahun 2016 ini, saatnya kita semua mencanangkan tekad bagi diri kita untuk memulai menjadi insan pembaca sejati yang kemudian juga dapat mengajak keluarga maupun kerabat untuk gemar membaca, mencintai buku dan bahan bacaan lainnya. Jadikan diri kitamenjadi bagian dari gerakan "Ayo Gemar Membaca" agar Bangsa Indonesia kelak dikemudian hari bisa menjadi bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan menjadi panutan bangsa bangsa di dunia. Semoga! (Coach Juli Nugroho - Empowerment Coach)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun