Mohon tunggu...
Coach Hamid
Coach Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - CEO Jong Digital Preneur

saya adalah pembelajar yang ingin terus berbagi hasil belajar saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gen-Z dan Tantangan Pengangguran di Indonesia: Sebuah Analisa

27 Mei 2024   22:46 Diperbarui: 27 Mei 2024   23:09 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siswa siswi SMP IT Al Khairat Ternate baru pulang sekolah (bing AI)

Belakangan ini, semakin sulit mencari pekerjaan, terutama bagi Generasi Z di Indonesia. Headline berita mengungkapkan bahwa 9,9 juta Gen Z saat ini menganggur, baik karena tidak memiliki pekerjaan maupun tidak mengejar pendidikan atau pelatihan tertentu. Awalnya, saya berpikir ini wajar karena Gen Z masih muda dan butuh waktu untuk beradaptasi. Namun, ternyata masalah ini jauh lebih besar dari yang kita kira.

Dampak Pengangguran Gen Z
Salah satu masalah utama yang akan saya bahas adalah bagaimana pengangguran Gen Z dapat menghambat pencapaian Indonesia Emas 2045. Banyak orang khawatir tentang masa depan mereka, dan kekhawatiran ini beralasan. Survei dari Bank Indonesia pada Januari lalu menunjukkan bahwa selama enam bulan ke depan akan ada penurunan ketersediaan lapangan kerja. Sekjen Kemendikbudristek juga menyatakan bahwa pendidikan tersier itu opsional, yang menambah kekhawatiran akan masa depan.

Selain itu, survei dari Talent Acquisition menunjukkan banyak perusahaan di Indonesia sedang memberlakukan hiring freeze karena ketakutan akan potensi PHK di masa depan. Bahkan, survei global menunjukkan bahwa 40% employer enggan mempekerjakan Gen Z. Jadi, apa sebenarnya masalahnya? Apakah benar Gen Z kita ini kurang kompeten? Dan apa yang harus kita lakukan?

Analisis Tantangan Ekonomi
Untuk memahami kenapa Indonesia ketinggalan dalam hal produktivitas, kita harus melihat bagaimana negara-negara maju membangun ekonomi mereka. Mereka selalu melewati tiga sektor: agrikultur, manufaktur, dan jasa.

China, misalnya, mulai dengan agrikultur, kemudian beralih ke manufaktur, dan akhirnya mengembangkan sektor jasa mereka. Namun, Indonesia mengalami deindustrialization prematur, di mana kita terlalu cepat pindah ke sektor jasa tanpa memperkuat sektor manufaktur.

Akibatnya, banyak produk kita harus diimpor dari negara tetangga karena manufaktur kita tertinggal. Kita juga kesulitan memenuhi permintaan tenaga kerja high-skill akibat digitalisasi dan globalisasi. Kegagalan kita membangun industri manufaktur yang kuat menciptakan gap keterampilan yang signifikan.

Pendidikan dan Keterampilan
Sekarang mari kita bahas tentang pendidikan. Sekjen Kemendikbudristek mengatakan pendidikan tersier itu opsional, tapi kenyataannya, Indonesia butuh tenaga kerja high-skill. Saat ini, hanya 10% penduduk Indonesia yang memiliki akses ke perguruan tinggi, jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura (33%) dan Uni Emirat Arab (47%).

Alokasi anggaran pendidikan kita memang besar, tetapi kualitasnya masih kurang efektif. Return on Education kita hanya sekitar 5%, jauh di bawah negara seperti Vietnam yang mencapai 9-10%. Vietnam lebih banyak berinvestasi di pendidikan tinggi karena mereka tahu ini menghasilkan return yang lebih tinggi.

Masalah Lapangan Kerja
Selain masalah pendidikan, penyerapan tenaga kerja di Indonesia juga bermasalah. Pertumbuhan sektor formal menurun, dan banyak pekerjaan sekarang membutuhkan keterampilan tinggi yang belum dimiliki mayoritas tenaga kerja kita. Setiap 1% pertumbuhan ekonomi hanya menciptakan sekitar 200.000 pekerjaan baru, jauh di bawah kebutuhan kita.

Tantangan Gen Z
Terakhir, kita perlu melihat ke dalam diri kita sendiri. Ada alasan kenapa 40% employer enggan mempekerjakan Gen Z. Beberapa dari kita mungkin kurang bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaan dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak Gen Z yang belum memiliki keterampilan yang diperlukan di dunia kerja saat ini.

Solusi dan Masa Depan
Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu investasi lebih dalam pendidikan tersier dan pelatihan keterampilan digital. Permintaan tenaga kerja di masa depan akan lebih banyak melibatkan keterampilan tinggi. Kita harus siap menghadapinya dengan memperkuat sistem pendidikan dan menyediakan akses yang lebih luas bagi semua orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun