Manusia sebagai makhluk sosial tentu memerlukan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan -kebutuhan pokok yang dimilikinya. Dalam konteks ekonomi, salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup adalah dengan melakukan transaksi jual-beli. Transaksi ini tidak terbatas hanya pada suatu wilayah domestik saja, melainkan juga dapat melintasi batas-batas negara, yang dikenal dengan Ekspor dan Impor.
Ekspor-Impor memainkan peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara maupun dalam dinamika ekonomi global secara keseluruhan. Ekspor merujuk pada penjualan barang dan jasa dari suatu negara ke negara lain, sedangkan impor adalah pembelian barang dan jasa dari negara lain. Melalui transaksi ekspor dan impor, negara-negara dapat saling memperdagangkan barang dan jasa yang mereka produksi, memanfaatkan keunggulan komparatif mereka, dan memperluas akses ke pasar internasional.
Pada akhir tahun 2019, dunia tengah digemparkan dengan pandemi covid-19. Masa pandemi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan di seluruh dunia termasuk ekonomi. Pasar keuangan global terguncang, dan aktivitas ekonomi mengalami penurunan yang sangat drastis. Negara-negara di seluruh dunia menghadapi tantangan serius dalam mengendalikan penyebaran virus sambil menjaga stabilitas ekonomi. Lockdown dan pembatasan perjalanan telah menyebabkan penurunan produksi, penghentian bisnis, dan lonjakan pengangguran, memaksa banyak perusahaan untuk menutup atau merumahkan karyawan mereka.
Ketidakpastian pasar pada saat pandemi terus berdampak hingga pasca pandemi covid-19. Negara- negara harus mulai kembali menata atau memperbaiki penurunan ekonomi yang terjadi saat berlangsungnya pandemic covid-19. Keadaan ini, telah memaksa negara-negara dan perusahaan di seluruh dunia untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Negara-negara maupun perusahaan di seluruh dunia harus beralih ke transformasi digital yang cepat. Hal tersebut, dikarenakan pada saat pandemi perkembangan digital sangat melesat. Penurunan mobilitas fisik telah mengubah pola konsumsi dan perilaku konsumen. E-commerce mengalami lonjakan permintaan yang luar biasa. Masyarakat menjadi lebih suka belanja online daripada harus datang ke store offline.
Kebiasaan belanja online semakin meningkat pasca pandemi covid-19. Masyarakat menilai bahwa belanja online semakin mempermudah aktivitas dan tidak membuang-buang waktu dan energi yang cukup banyak. Namun dibalik kemudahan dan kenyamanan untuk berbelanja online, terdapat kekejaman dan ketidakadilan tersembunyi yang dilakukan oleh kapitalisme global. Teori kritis Theodor Ardono dan Slavoj Ziek dapat digunakan untuk menganalisis fakta ini.
Adorno berpendapat bahwa kapitalisme cenderung mengkomodifikasi segala sesuatu, termasuk hubungan sosial dan manusia itu sendiri. Belanja online memperkuat proses ini dengan mengubah manusia menjadi konsumen, mempersempit identitas dan nilai-nilai mereka menjadi sekadar barang yang dapat dibeli dan dijual. Dalam era pasca-pandemi, ketika belanja online menjadi lebih lazim, hubungan antarmanusia menjadi semakin teralienasi dan dehumanisasi.
Sedangkan, Zizek menyoroti ketidaksetaraan yang terkandung dalam struktur kapitalisme, di mana minoritas yang kaya memperoleh keuntungan besar sementara mayoritas yang miskin terus dieksploitasi. Dalam konteks belanja online, perusahaan besar seperti Amazon memanfaatkan tenaga kerja murah dan kondisi kerja yang buruk untuk memaksimalkan keuntungan mereka, sementara pekerja gudang dan pengiriman sering kali ditinggalkan dengan upah rendah dan ketidakamanan kerja.
Melalui kerangka teori Adorno dan Zizek, dapat dilihat bahwa kegemaran dan peningkatan masyarakat terhadap belanja online pasca-pandemi COVID-19 merupakan campur tangan kapitalisme global yang semakin menonjol. Kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan oleh e-commerce sering kali datang dengan biaya yang tidak terlihat dalam bentuk eksploitasi, ketidaksetaraan, dan alienasi.
Kapitalisme global memungkinkan dominasi dan kontrol yang luas oleh korporasi terhadap masyarakat. Belanja online pasca-pandemi telah memperkuat dominasi ini dengan memberikan lebih banyak kekuasaan kepada perusahaan teknologi besar untuk memantau dan memengaruhi perilaku konsumen. Melalui algoritma dan analisis data, mereka dapat menciptakan lingkungan belanja yang didesain untuk memaksimalkan keuntungan mereka, tanpa memperhatikan kebutuhan atau kepentingan individu.