Mohon tunggu...
Christopher Matthew
Christopher Matthew Mohon Tunggu... Ahli Gizi - pekerja

pekerja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menguak Praktik Curang Di Dunia Akademik Indonesia

16 Agustus 2024   22:06 Diperbarui: 17 Agustus 2024   12:14 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Skandal rekayasa syarat guru besar di ULM adalah lonceng kematian bagi kredibilitas pendidikan tinggi Di Indonesia. Praktik manipulasi data dan penyalahgunaan wewenang yang terstruktur ini telah meracuni sistem dari akarnya. Sama seperti penyakit kanker yang sulit disembuhkan jika sudah menjalar ke seluruh tubuh, begitu pula dengan masalah ini. Jika tidak segera ditangani, maka kepercayaan masyarakat terhadap gelar profesor akan semakin luntur, dan kualitas pendidikan kita akan terus menurun."

Praktik manipulasi dalam proses pencalonan guru besar di Indonesia semakin menjadi perhatian setelah terungkapnya kasus di Universitas Lambung Mangkurat (ULM), yang melibatkan sebelas dosen Fakultas Hukum. Kasus ini mencerminkan masalah sistemik yang lebih luas di dunia pendidikan tinggi Indonesia, di mana integritas dan transparansi seringkali dikompromikan demi ambisi pribadi dan institusional. Di tengah upaya untuk meningkatkan reputasi akademik dan mencapai target institusional, praktik tidak etis seperti ini justru mengancam kredibilitas dan kualitas pendidikan tinggi. Hal ini bertujuan untuk mengeksplorasi akar masalah, implikasi yang lebih luas, serta solusi yang diperlukan untuk memperbaiki sistem dan mengembalikan integritas akademik di Indonesia.

Berita dugaan rekayasa syarat-syarat guru besar yang dilakukan oleh 11 dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menyoroti masalah sistemik yang lebih luas dalam proses pencalonan guru besar di Indonesia. Praktik ini menyingkap celah dalam sistem pengawasan dan penilaian yang memungkinkan terjadinya manipulasi data dan penyalahgunaan wewenang. Seperti yang diungkapkan oleh Arief Anshory, anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) dan Guru Besar Ekonomi Universitas Padjadjaran, bahwa kasus di ULM mungkin hanya "puncak gunung es" dari fenomena yang terjadi di berbagai perguruan tinggi lainnya. Menurut Arief, praktik manipulasi dan kecurangan ini menunjukkan adanya masalah mendasar dalam sistem akademik yang seharusnya mengedepankan transparansi dan integritas.

Majalah TEMPO dalam laporannya mengungkapkan bagaimana para akademisi, politisi, dan pejabat publik dapat mencapai gelar guru besar dengan cara yang tidak etis, seperti membayar puluhan juta rupiah untuk menerbitkan artikel ilmiah di jurnal predator yang kualitasnya diragukan. Laporan tersebut juga menunjukkan keterlibatan asesor dalam meloloskan calon guru besar yang tidak memenuhi syarat. Tindakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mencabut gelar guru besar dari para pelaku merupakan langkah penting, namun lebih dari itu, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan prosedur pencalonan guru besar di Indonesia. Peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan penegakan etika akademik harus menjadi prioritas untuk memastikan kualitas dan integritas pendidikan tinggi di Indonesia terjaga.

 Kasus dugaan rekayasa syarat guru besar di ULM dapat diibaratkan seperti kawanan serigala yang diam-diam mengincar mangsanya di tengah malam. Serigala-serigala ini bekerja dalam senyap, memanfaatkan kegelapan untuk bergerak tanpa terdeteksi. Begitu pula dengan praktik manipulasi data dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pencalonan guru besar yang terjadi di balik layar, memanfaatkan celah dalam sistem pengawasan yang lemah. Seperti serigala yang beroperasi dalam kelompok untuk menjebak mangsanya, sejumlah oknum bekerja sama untuk memanipulasi proses ini, bukan hanya di ULM, tetapi juga diduga di berbagai perguruan tinggi lainnya. Masalah sistemik ini menyoroti perlunya pengawasan yang lebih ketat dan transparansi untuk mencegah praktik semacam ini berlanjut.

Christopher Matthew 12.1/8

Sumber:https://www.bbc.com/indonesia/articles/crgr7perzywo



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun