Barusan saja MUI mengeluarkan fatwa haram terhadap BPJS dikarenakan mengandung unsur riba/mencari keuntungan. Berita tersebut menjadi pro kontra dimasyarakat yang menggunakan BPJS. Mengapa dari awal MUI tidak melarang adanya BPJS? Mengapa MUI juga tidak melarang bank bank, pengadaian, dan sebagainya? Banyak komentar negatif yang diutarakan masyarakat di media sosial. Yang jadi pertanyaan sekarang apakah benar benar haram BPJS?
Â
Kita harus melihat kembali Pancasila dan arti dari NKRI. Pada Pancasila sila pertama menunjukan bahwa Ketuhanan yang Maha Esa. Sudah jelas disana tertulis hanya Ketuhanan yang Maha Esa tidak ada tambahan Ketuhanan milik agama Islam, Katolik, Kristen, dan sebagainya. Kenapa kita masih menggunakan satu patokan? Apakah karena mayoritas? Jika karena mayoritas, kita juga harus melihat penganut Kristen Katolik yang juga tidak kalah jumlah nya. Janganlah melihat dari satu sudut pandang dan mengatakan itu haram? Kita hidup di Indonesia dengan berbagai suku budaya agama ras bahasa yang membentuk sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah pelangi itu akan indah jika hanya satu warna saja? Kan jelas tidak! Memang kita tidak dijajah secara fisik tapi secara mental masih dijajah. Karena kita masih membeda bedakan.
Â
Kembali ke BPJS. Apa BPJS tidak perlu membayar karyawan nya? Apa karyawannya tidak perlu makan minum tempat tinggal serta penghidupan yang layak? Jelas bukan BPJS perlu keuntungan untuk membayar karyawannya, pemeliharaan sistem, mengolah data data anggota. Apa semua itu tidak perlu uang? Apa MUI mau membayar karyawan yang bekerja di BPJS, pemeliharaan sistem dan sebagainya? Percaya tidak percaya Indonesia terlalu melihat dari unsur agama. Lihatlah dari unsur sosial nya apakah BPJS sudah sangat membantu masyarakat?Â
Â
Akhir kata saya pribadi bukan mau menyalahkan MUI atau BPJS tapi kita harus bisa menjadi orang yang tidak melihat sebelah mata. Semoga tulisan ini bermanfaat dan apabila ada yang mengkritik atau memberi saran dikolom komentar saya ucapkan terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H