Mohon tunggu...
Clint Perdana
Clint Perdana Mohon Tunggu... Penulis - Just an Ordinary Learner

Menulis sebagai media bertukar pikiran, diskusi dan dakwah modern di tengah luas namun sempitnya dunia ini, mari berbagi!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Espresso, Latte dan Revolusi Sosial Kopi di Era Millenial

17 Desember 2023   06:38 Diperbarui: 17 Desember 2023   06:40 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gaul di Kafe, source : Dalle

Pernah dengar istilah "Kopi darat"? Itu dulu, kawan! Kini, kopi bukan hanya tentang pertemuan, tapi juga tentang kreasi. Kopi kini ibarat kanvas bagi anak muda; tempat mereka menuangkan ide, dari yang cemerlang hingga yang... yah, setidaknya mereka sudah mencoba.

Cafe kopi bukan lagi sekedar tempat ngopi, tapi sudah jadi 'media sosial offline'.

Jika dulu kita update status di Facebook, kini kita update kehidupan real-time sambil ngopi. "Hari ini aku berhasil mengganti gula pasir dengan gula aren, pencapaian besar!", begitulah jenis status yang akan kamu dengar.

Kopi kini bukan hanya soal rasa, tapi juga tentang ekspresi diri. Pilihannya bermacam-macam, layaknya karakter di film Avengers. Ada Espresso, dingin dan tegas. Latte, lembut dan hangat. Atau Frappuccino, untuk kamu yang merasa dirimu penuh kejutan dan... gula (lupakan dulu kopi sachet yang biasa kita borong dari toko kelontong tetangga kita).

Barista kini bukan hanya 'penyeduh kopi', tapi juga semacam 'DJ rasa'. Mereka mix berbagai jenis kopi layaknya mengolah musik, menciptakan harmoni dalam cangkir. "Hari ini mau yang gimana?" tanya Barista. "Lagu apa ya hari ini?" balas kita dalam hati.

Bicara dampak sosial, kopi kini layaknya magnet yang menarik anak muda ke dunia nyata. Daripada scroll tanpa akhir di Instagram, mereka kini memilih berdiskusi dan berkolaborasi di kedai kopi. "Satu cangkir kopi, sejuta ide tercipta," begitulah jadinya.

Bisnis kopi juga membuka peluang kreativitas. Dari latte art yang Instagramable, sampai acara 'Open Mic' di sudut cafe. Tidak hanya menikmati kopi, tapi juga menikmati bakat-bakat terpendam yang tiba-tiba muncul. "Coba kamu ikut nyanyi," tantang temanmu. "Eh, aku cuma bisa nyanyi di kamar mandi," jawabmu.

Kopi juga menjadi simbol kesederhanaan yang elegan. Di zaman serba digital ini, kopi mengajarkan kita untuk sesekali 'disconnect' dari dunia maya dan menikmati kehadiran fisik serta percakapan langsung. "Kamu lagi WhatsApp-an dengan siapa?" "Tidak, cuma sedang menikmati kopi dan keheningan."

Even bad coffee is better than no coffee at all - anonymous

Kopi pada akhirnya juga mengajarkan kita tentang kesabaran. Proses pembuatannya, dari biji hingga menjadi minuman, ibarat perjalanan hidup. Tidak selalu manis, kadang pahit, tapi selalu ada ruang untuk perbaikan. Seperti kopi, kehidupan juga butuh proses untuk menjadi sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun