Mohon tunggu...
Cliff Damora
Cliff Damora Mohon Tunggu... -

ada deh. hahaha

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengrajin Tii Langga

2 Januari 2013   13:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:37 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Faktor ekonomi, awalnya. Lalu ia membelinya untuk contoh dan mulailah dicobanya, diulik sendiri. Menghadapi kesulitan, ia tanya ke orang yang lebih ahli. Sekarang ia sudah mahir. Sudah lima tahun lebih bersahabat dengan daun lontar. Karena keahliannya, bersama pengrajin tenun dan Sasando, Jefry Kiak diminta mewakili pengrajin Tii Langga untuk mendemokan proses pengerjaan kerajinan-kerajinan khas saat Kupang menyambut kedatangan istri-istri menteri dalam sebuah acara resmi tahun lalu. Meski aku tidak melihatnya, aku berkeyakinan kecekatan tangannya mampu menghipnotis para tamu yang hadir. Namun, jangankan penghargaan dari pemerintah. Sapaan dari Walikota yang notabene orang Rote asli dan turut datang di acara itu, pun tak terucap. "Dia tidak ada tanya-tanya. Hanya lewat-lewat saja di depan saya. Ah, jadi malas saya" Tii Langga adalah warisan budaya bangsa. Pada lingkup kabupaten, ia adalah identitas orang Rote. Kurasa sudah sepantasnya Rote menaruh respek pada Jefry. Demi Tii Langga, pria 32 tahun ini pernah menurunkan ilmunya melalui kursus cuma-cuma ke teman-temannya. "Mereka pusing waktu melihat saya menganyam. Pernah saya kasih bahan-bahannya ke teman untuk dikerjakannya di rumah. Setelah beberapa waktu dan saya bertemu dia lagi, dia bilang: saya menyerah" "Orang-orang bilang, mungkin orang paling muda yang buat Tii Langga di Kupang cuma kamu saja". Rata-rata sudah tua, maaf, maksudku, bukan rata-rata. Kecuali Kaka Jefry, yang lainnya adalah orang angkatan kolot. Di depan kantor PU di tengah kota Kupang malam ini, aku dan Anto duduk di teras kantor-tempat Jefry berdinas malam. Kami melihat jari-jarinya menyulap daun lontar menjadi topi tinggi dan lebar. Juga mendengarkannya berkisah. Berkisah memang bibirnya, tapi tangannya tetap terampil tidak terputus. Hei, wajahnya hidup. Pipinya berseri, pun matanya berbinar memandangi Tii Langga versi mini yang sudah dibangunnya selama tiga jam dan kini nyaris rampung itu. Sekejap ia beri sentuhan terakhir. Terakhir diletakkannya ke lantai. Kaki silanya ditekuk di depan dadanya, lontar di jarinya lenyap berganti tembakau. Sekepulan asap yang dihembuskan dari mulutnya kelihatan terbang penuh kepuasan. Ia senang sekali hasil karyanya selesai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun