B
ernama Rajafi. Mengenakan Jaket Kulit Hitam. Sebuah Laptop Hitam, Dalam Tas Punggung Warna Hitam. Jeans Hitam. dan kemejanya pun juga hitam. Semuanya serba hitam. Hanya helm yang berwarna merah dan motor matic yang juga kebetulan berwarna merah. Itu pun masih ada unsur hitamnya. Untung saja kulitnya tidak ikutan hitam. Apakah dia sedang berbelasungkawa? Nggak juga, dia hanya menggemari warna hitam. Rajafi memang unik. Dia termasuk dalam kelompok muda-mudi keren. Wajahnya asyik, agak ke India-Indiaan gitu. Padahal dia berasal dari Lombok.
Pagi itu adalah sekuel rutinitas. Setiap jam delapan pagi berangkat kerja. Rumah kosnya yang tidak seberapa jauh dari kantor, membuatnya selalu tiba pukul delapan pas. Nyaris nggak pernah telat. Kalo nggak ban bocor atau ada urusan mendadak, dia dipastikan on time. Begitu juga hari itu. Setelah menaruh motor diparkiran gedung, dia berjalan menuju sebuah gedung yang bernama Be-One Center.
Didepan pintu masuk, Rajafi langsung menempelkan jempolnya disebuah mesin presensi. Mesin tersebut adalah penanda kehadiran. Selain itu, mesin tersebut adalah kunci yang hebat. Hampir semua pintu disini akan otomatis kebuka jika jempol para penghuninya nempel. Asal jempolnya ga bermasalah aja…, pasti terbuka.
Didalam bangunan, dia berjalan menaiki tangga. Ruang kerja Rajafi berada dilantai dua. Lumayan mewah, maklumlah baru tiga tahunan berdiri. Bangunan itu dulunya adalah sebuah gedung mangkrak yang hampir rubuh. Rajafi sendiri adalah Administrator IT yang sangat perfeksionis. Selain itu dia juga “Gadget Freak”. Itu terlihat dari gayanya yang selalu menenteng tas punggung berisi laptop dan menjinjing sebuah ipad. Belum lagi kebiasaannya yang menggenggam blackberry kemanapun melangkah.
Saat itu kantor berasa aneh. Suasananya lebih rame dari biasanya. Ramainya agak menggalaukan. Beberapa orang, kurang lebih lima Nona–Nona, berkerumun di satu lokasi—meja kerja Rajafi. Satu diantara lima Nona itu berdiri dengan berkacak pinggang. Mimik mukanya marah dan sewot. Gesture tubuhnya geregetan. Dia nampak seperti ingin menelan orang.
Dari kejauhan Rajafi nampak berjalan santai menundukkan kepala, memijit keypad blackberry. Sesekali dia tersenyum. Belum sampai dia mendekat terdengar suara sedikit berteriak.
“Apa maksud mention kamu semalam?” Ternyata suara Nona Cantik. Dia bertanya sambil melotot ke arah Rajafi yang saat itu sudah hampir sampai di meja kerjanya.
“Mention yang mana?” jawab Rajafi sambil mengeryitkan dahi. Innocence.
“Ga usah sok nggak faham gitu dech… buka twittermu sekarang?” perintah Si Nona Cantik dengan suara ketus. Tanpa menjawab Rajafi segera mengeluarkan laptop dari tas punggungnya. Setelah menyala, dia tampak mengetikkan sesuatu di keyboard. Sebuah antarmuka akun twitter Rajafipun terbuka.
“Yang mana…?” Rajafi kembali bertanya.