Mohon tunggu...
Clearesta Bellinda Larasati
Clearesta Bellinda Larasati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Isu sosial adalah hal yang menarik bagi saya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tolong, Kaki Saya Sakit: Memahami Diabetes Melalui Komentar TikTok

25 November 2024   23:33 Diperbarui: 25 November 2024   23:55 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

@usernametakdeye: tolong, kaki saya sakit

@rrapaaaa8: : aku pergi yaa

@samm.p_: my insulin spike by just looking at this

Begitulah beberapa komentar lelucon pada platform TikTok dalam akun Asian Table, yang diposting pada tanggal 30 Agustus 2024. Dalam postingan tersebut, ditayangkan seorang nenek penjual es cokelat. Bukan es cokelat biasa, namun diberi topping melimpah yakni susu evaporasi kental yang telah dicampur juga dengan bubuk cokelat. Melihat tampilan es cokelat tersebut, beberapa netizen melontarkan komentar berupa lelucon yang menyerempet ke penyakit diabetes. Es cokelat sungguh menggugah selera, khususnya bagi sweet tooth person, istilah bagi penggemar minuman maupun makanan manis. Namun, apa hubungan antara es cokelat yang ada pada akun Asian Table dengan komentar insulin, bahkan "kaki"?

Mengonsumsi minuman tinggi gula dapat menjadi pintu gerbang menuju gangguan kesehatan serius. Menurut data dari World Health Organization (WHO), konsumsi gula yang berlebihan berkontribusi pada peningkatan risiko obesitas dan diabetes tipe 2. Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10% dari total energi (200kkal). Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari. Sedangkan es cokelat dengan topping susu evaporasi kental manis dan bubuk cokelat dapat mengandung sekitar 250--400 kalori dan 40--60 gram gula per porsi, tergantung ukuran dan bahan tambahan. Kandungan gula tersebut jauh melebihi anjuran harian dari Permenkes.

Lantas, apa yang terjadi ketika kita mengonsumsi gula secara berlebihan? Tubuh akan memecah gula menjadi glukosa yang masuk ke aliran darah. Untuk mengolah glukosa, pankreas memproduksi insulin. Namun, jika pola makan tinggi gula dilakukan terus-menerus, tubuh bisa menjadi resisten atau "kebal" terhadap insulin, yang kemudian menyebabkan peningkatan kadar gula darah secara kronis, yakni suatu kondisi yang dikenal sebagai hiperglikemia. Kondisi ketika kadar gula berada di atas 180--200 mg/dL.

Komentar santai dengan nada bercanda ternyata menyimpan isu kesehatan yang serius. Salah satu komplikasi yang sering dialami penderita diabetes adalah diabetic neuropathy, yaitu kerusakan saraf akibat kadar gula darah yang tinggi. Kondisi ini sering dimulai di kaki, menyebabkan rasa sakit, kebas, hingga risiko infeksi yang parah. Jika tidak ditangani, komplikasi ini bisa berujung pada amputasi. Jadi, komentar seperti "kaki saya sakit" sebenarnya bukan sekadar lelucon, tetapi pengingat bahwa diabetes bisa menyerang bagian tubuh mana saja, terutama yang paling rentan.

Data dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan sebanyak 47,5% warga Indonesia berusia 3 tahun ke atas, mengkonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali dalam sehari. Kemudian 43,3% lainnya mengkonsumsinya 1-6 kali dalam satu minggu. Walau tidak selalu menikmati es cokelat yang memiliki kadar gula tinggi tersebut setiap harinya, namun konsumsi mingguan yang tinggi tetap memberikan akumulasi asupan gula yang signifikan.

Tren meningkatnya konsumsi minuman manis adalah "alarm" yang perlu diperhatikan bersama. Budaya mempopulerkan makanan dan minuman tinggi gula, terutama di media sosial, memengaruhi gaya hidup banyak orang, termasuk anak muda. Kampanye edukasi kesehatan yang kreatif sangat dibutuhkan untuk mengimbangi pengaruh tersebut. Pemerintah beberapa negara, termasuk Indonesia, telah mencoba mengurangi konsumsi gula dengan menerapkan cukai pada minuman berpemanis. Selain itu, pendekatan berbasis komunitas, seperti food literacy atau literasi gizi, juga dapat untuk membantu masyarakat membuat keputusan yang lebih sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun