Mohon tunggu...
Clearesta Bellinda Larasati
Clearesta Bellinda Larasati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Isu sosial adalah hal yang menarik bagi saya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polemik UKT PTN: Indonesia (C)emas 2045?

21 Juni 2024   09:08 Diperbarui: 21 Juni 2024   09:14 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia Emas 2045 memiliki beberapa visi besar, salah satunya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dari sekian kondisi utama yang ada di Indonesia, pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kualitas SDM yang baik. Namun, akhir-akhir ini dunia pendidikan sedang disenggol oleh isu kenaikan UKT. Pemerintah tampak sedang mengotak-atik kebijakan pendidikan. Kenaikan UKT bagi para mahasiswa 'baru' di beberapa PTN Indonesia menyebabkan banyak reaksi dari masyarakat, khususnya Gen Z.

"Generasi yang akan mewujudkan Indonesia Emas adalah generasi muda, khususnya yang saat ini tengah menempuh pendidikan di perguruan tinggi," ucap Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), pada Kamis (6/10/2022) di UMM Dome Malang.

Kondisi yang kini terjadi justru tidak berbanding lurus dengan visi Indonesia Emas 2045. Baru-baru ini, kenaikan UKT bagi mahasiswa baru di sejumlah PTN seperti Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Sebelas Maret (UNS), dan Universitas Indonesia (UI) menuai banyak kontra. Mahasiswa yang merasa terbebani dengan kenaikan biaya ini banyak yang mengkritik kebijakan tersebut, bahkan ada yang mengundurkan diri dari perguruan tinggi karena tidak mampu membayar besarnya biaya pendidikan. Salah satu contoh adalah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), di mana seorang pengurus BEM melaporkan adanya ancaman pencabutan KIP (Kartu Indonesia Pintar) karena mengkritik kenaikan UKT. Kejadian ini menunjukkan adanya intimidasi terhadap mahasiswa yang berusaha menyuarakan keberatan mereka.

Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 mengatur tentang Standar Satuan Biaya Operasional Tinggi Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. UKT dan IPI (Iuran Pengembangan Institusi) pada PTN diatur dalam peraturan ini dan merupakan biaya yang dikenakan kepada setiap mahasiswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Kebijakan tersebut dikeluarkan oleh Kemendikbud yang mengklaim bahwa kenaikan ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk membuka ruang partisipasi publik dalam pembiayaan pendidikan tinggi, terutama dari kalangan yang mampu secara finansial.

Namun, kebijakan ini mendapat kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk anggota Komisi X DPR RI. Mereka menuduh bahwa kebijakan ini mengarah pada komersialisasi pendidikan, yang bertentangan dengan semangat menyediakan pendidikan berkualitas dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Kenaikan UKT yang bahkan mencapai 500 persen menuai kisruh panjang. Salah satu kritik utama terhadap kenaikan UKT adalah ketidakjelasan dan kurangnya sosialisasi kepada calon mahasiswa dan orang tua. Banyak mahasiswa baru mengetahui besaran UKT yang harus dibayar setelah diterima di universitas, yang menyebabkan ketidakpastian dan kebingungan.

Ketua BEM UI, Verrel Uziel, menyampaikan bahwa kenaikan UKT tertinggi di UI bahkan mencapai dua kali lipat, yang menjadi permasalahan karena pola komunikasi yang buruk dari pihak kampus dan kementerian. Sejak Januari, mahasiswa sudah mempertanyakan kejelasan SK biaya pendidikan, namun pihak kampus tidak memberikan informasi jelas dan selalu menyatakan masih dalam pembahasan Kemendikbud. SK tersebut baru keluar tanggal 7 Mei, padahal sejak 18 April sudah ada masa pra-registrasi penerimaan SNBP, sehingga mahasiswa baru memilih UI tanpa mengetahui biaya pendidikannya yang sebenarnya, membuat mereka seperti 'terjebak' dalam situasi yang tidak transparan. Selain itu, ada laporan tentang dugaan jual beli KIP oleh beberapa anggota DPR, yang semakin memperkeruh suasana. Mahasiswa merasa bahwa kebijakan ini tidak hanya membebani secara finansial tetapi juga tidak transparan dan adil.

Kondisi-kondisi tersebutlah yang menunjukkan ketidaksesuaian antara kebijakan pendidikan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang mengedepankan kualitas SDM melalui pendidikan. Kenaikan UKT ini dianggap mengancam visi Indonesia Emas 2045, mengingat rendahnya angka lulusan S2 di Indonesia dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia. Jika isu kenaikan UKT ini tidak segera ditangani dengan bijak, visi tersebut bisa terhambat. Generasi muda yang seharusnya menjadi penggerak utama dalam merealisasikan Indonesia Emas 2045 justru terancam oleh kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.

Seharusnya pihak Kemendikbud maupun DPR tidak ragu untuk mencabut status PTN-BH dari kampus-kampus yang gagal. Jangan sampai permasalahan pendidikan yang mahal terus berlanjut. Awalnya, PTN-BH dibentuk untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi masalah biaya pendidikan yang mahal justru semakin jelas, terutama pada PTN-BH seperti Unpad dan IPB. Masalah ini sudah ada bertahun-tahun, termasuk pada tahun 2023 di Unpad dan IPB yang mengalami banyak demo. Komersialisasi pendidikan menjadi nyata di mana-mana.

Bahkan, jika sebuah PTN-BH dianggap gagal, seharusnya statusnya bisa dicabut dan dikembalikan menjadi PTN biasa. Undang-undang yang memayungi PTN-BH, yaitu UU Dikti No. 12 Tahun 2012, harus direvisi karena menjadi biang keladi bisnis di kampus. Kampus harus mencari sumber pembiayaan kreatif dan pemerintah perlu merevisi peraturan yang menyebabkan ketidakefisienan. Pemerintah juga harus membantu universitas bertransformasi dan meningkatkan alokasi beasiswa untuk memperluas akses pendidikan.

Diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan berkeadilan dalam mengatur biaya perguruan tinggi. Pemerintah, khususnya Kemendikbud, perlu mendengarkan aspirasi mahasiswa dan masyarakat agar visi besar Indonesia Emas 2045 dapat tercapai dengan optimal. Pendidikan berkualitas yang terjangkau adalah hak setiap warga negara dan merupakan investasi penting bagi masa depan bangsa. Diharapkan di tahun 2045, Indonesia Emas tidak berubah menjadi Indonesia Cemas karena pemerintah abai akan langkah kebijakan yang dibuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun