Pendidikan Berbasis Multikultural
Indonesia bisa juga disebut miniatur dunia. Hal ini dikarenakan oleh keanekaragaman suku, ras, kepercayaan serta bahasa. Keanekaragaman yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke ini merupakan corak keistimewaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ratusan bahasa tersebar dimana-mana, begitu juga dengan kepercayaan dan budaya, ras serta warna kulit pun sebagai sebuah keaslian yang merepresentasikan identitas seseorang.
Keanekaragaman tersebut dapat diketahui, dipahami dan dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia jika dipadukan ke dalam sistem pendidikan. Sehingga antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain mampu saling mengenal. Di samping menggunakan model pembelajaran otodidak, kurikulum pendidikan wajib memiliki inisiatif yang sangat tinggi dalam mengangkat keanekaragaman tersebut. Salah satunya adalah dengan memasukan materi pendidikan multikultural dalam kurikulum pendidikan.
Penulis dalam hal ini tidak sedang menilai bahwa pendidikan di Indonesia belum mewujudkan pendidikan multikultural. Pendidikan berbasis multikultural telah lama diterapkan namun pada tingkat yang sangat rendah serta belum memberikan hasil yang maksimal. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang ditemukan oleh penulis dalam tataran praktis. Berikut ini merupakan model sederhana terkait hal tersebut anatara lain: Flores itu terletak di Papua, Kota Yogyakarta artinya ibu kota dari Propinsi Jawa Tengah, Pulau Komodo terletak di Papua, Raja Ampat terletak di Lombok dan mungkin masih banyak hal yg lainnya. Setidaknya dua contoh tersebut merepresentasikan rendahnya pendidikan multikultural di negara multikultur ini.
Pergeseran Filosofi Pendidikan
Paradigma pendidikan pada era globalisasi ini tengah mengalami disorientasi nilai. Hal ini tidak terlepas dari dominasi para kapitalis yg mulai merambah masuk dalam sistem pendidikan. Tidak heran bila pendidikan saat ini dijadikan sebagai instrumen untuk akumulasi modal. Industrialisasi pendidikan semakin kuat dalam memainkan peran-nya.
Tujuan pendidikan sejatinya memanusiakan manusia pada segala hal. Pendidikan berorientasi pada pengembangan moralitas manusia melalui pendidikan karakter. Filosofi pendidikan sebenarnya tidak melulu pada orientasi nilai berupa angka yang kita dapatkan di atas kertas putih, tetapi proses pendewasaan diri, pemahaman akan orang lain secara kompleks termasuk latar belakang kebudayaannya. Disorientasi nilai pendidikan yang terjadi saat ini cukup meresahkan publik dan hal ini nyata terlihat dari beberapa sikap yang entah sengaja atau tidak sengaja dilakukan terkait dengan pengetahuan umum seperti letak daerah atau wilayah.
Pergeseran filosofi pendidikan yang saat ini berorientasi pada profit (keuntungan), juga pernah ditulis oleh Filsuf Max Weber. Menurut Weber, tindakan manusia saat ini cenderung dipengaruhi oleh rasionalitas instrumental, Artinya segala sesuatu diperhitungkan menggunakan angka. Pada konteks pendidikan, rasionalitas instrumental ini banyak digunakan oleh para pengambil kebijakan termasuk para pendidik itu sendiri yang lebih mengutamakan penilaian (angka) daripada penilaian yang sifatnya moralitas (rasional bernilai). Menguatnya konsep rasionalitas instrumental pada lingkungan pendidikan saat ini justru berisiko pada berkurangnya nilai serta makna pendidikan itu sendiri yang seharusnya berorientasi pada tujuan untuk memanusiakan manusia.
Pentingnya Pendidikan Multikultural
Mungkin ada yang bertanya dalam dirinya: untuk apa saya belajar kebudayaan orang lain? Atau apakah saya mengalami kerugian Jika saya tidak mempelajari kebudayaan orang lain? Pertanyaan seperti ini hemat penulis menunjukkan kedangkalan pemahaman sekaligus representasi kekerdilan seseorang akan pemahamannya tentang bangsa Indonesia. Indonesia ialah bangsa yang sangat besar memiliki keanekaragaman suku, bangsa, ras, agama serta kekayaan sumber daya alam.
Nilai penting dari pendidikan multikultural adalah untuk memperkuat identitas dan jati diri bangsa Indonesia sekaligus menjadi bentuk pengamalan atas nilai-nilai luhur pancasila. Lokalitas pengetahuan yang dirancang oleh sistem pendidikan tidak perlu lagi terjadi. Saatnya adalah proses dialog atau silang kebudayaan. Orang Jawa tidak melulu hanya membahas kebudayaan Jawa, melainkan juga mengadopsi kebudayaan dari luar Jawa. Begitu pula sebaliknya. Kekayaan pengetahuan artinya sebuah kebahagiaan tersendiri. Hal tersebut memberikan keuntungan bagi kita terutama ketika kita mengunjungi daerah-daerah lain. Kita pada akhirnya tidak akan mengalami keterasingan (alienasi) sebagaimana yang dikatakan oleh Karl Marx saat hendak bepergian ke suatu wilayah.